Ambon, 4/12 (Antara Maluku) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tual kembali menggelar sidang lanjutan kasus penjualan manusia (Traffiking) PT Pusaka Benjina Resource di Kabupaten Kepulauan Aru dengan mendengarkan keterangan dua saksi berkebangsaan Myanmar yang dihadirkan JPU Kejari Dobo.
Ketua majelis hakim Edy Toto Purba didampingi Farid Sopamena dan David Soolani selaku hakim anggota membuka persidangan di Tual, Jumat, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi Nyo Naing alias Thaik dan Zaw Myat alias Tiwa.
Dua mantan ABK yang menjadi korban kasus penjualan manusia (traffiking) di PT Pusaka Benjina Resource di Kabupaten Kepulauan Aru ini mengaku sering mendapat perlakuan tidak wajar dari tekong atau kapten kapal ikan tempat mereka bekerja.
"Selaku petugas yang kerjanya memisahkan ikan-ikan hasil tangkapan, terpaksa harus bekerja 24 jam bila ikan yang diangkat dengan jaring dari dalam laut sangat banyak sedangkan upahnya tidak jelas," ujar Thaik dan Tiwa.
Kedua warga negara asal Myanmar ini juga mengaku sering dipukuli atau disiksa oleh terdakwa Surachai Maneephong yang merupakan seor4ang nakhoda atau tekong kemudian dikurung dalam ruang isolasi.
Thaik dan Tiwa serta ratusan warga Myanmar lainnya direkrut dari negara mereka oleh sebuah perusahan bernama Silver Ship, lalu dibawa ke Thailand untuk mendapatkan paspor dan visa selanjutnya diangkut dengan kapal ikan Antasena ke Maluku, khususnya Pulau Benjina di Kabupaten Kepulauan Aru.
Selain warga Myanmar, ada juga ABK yang direkrut dari Tiongkok, dan Thaliand untuk bekerja sebagai ABK di armada kapal penangkap ikan milik PT. PBR.
Kasus traffiking di PT PBR melibatkan lima terdakwa berkebangsaan Thailand dan tiga warga negara Indonesia. Tim JPU Kejari Dobo di antaranya Arief Fatchurohman, Aizit Latuconsina, Gerald Salhuteru, dan Junjungan P. Aritonang. Mereka menjerat terdakwa dengan Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang tindak pidana penjualan orang (TPPO) serta KUH Pidana.
Terdakwa Hemanwir Martino (WNI) yang merupakan Pjs PT PBR Benjina didakwa melanggar pasal 2 ayat (2) juncto pasal 10 Undang-Undang TPPO juncto pasal 56 ayat (2) KUH Pidana sebagai dakwaan primair.
Sedangkan dakwaan subsidar adalah pasal 2 ayat (1) Juncto pasal 10 UU TPPO juncto pasal 56 ayat (2) KUH Pidana, lebih subsidair pasal 3 juncto pasal 10 UU TPPO, juncto pasal 56 ayat (2) KUH Pidana.
Sama halnya dengan terdakwa Yopy Hanorsian, Mukhlis Ohoitenan (WNI) yang merupakan staf QC PT PBR, Somchit Korraneesuk selaku Nahkoda Kapal Antasena 309, Yongyut Nitwongchaeron, Boonsom Jaika (nakoda KM. Antasena 311), Hatsaphon Phaetjakreng (nahkoda Kapal Antasena 141), Surachai Maneephong, serta Hatsaphon Phaethajreng didakwa dengan pasal yang sama.
Barang bukti yang dipakai JPU berdasarkan hasil penyitaan polisi diantaranya 49 Seaman Book Thailand, 24 Kartu Tanda Penduduk warga negara Myanmar, catatan Anak Buah Kapal yang disekap, gembok dan kunci tempat penyekapan, dan lima unit kapal diantaranya KM. Antasena 311, 141, 142, 309, dan Antasena 838.
Majelis hakim menunda persidangan hingga Senin, (7/12) masih dengan agenda mendengarkan keterangan 16 saksi berkebangsaan asing yang didatangkan ke Kota Tual didampingi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Saksi Asal Myanmar Akui Diperlakukan Tidak Wajar
Sabtu, 5 Desember 2015 2:50 WIB