Ambon, 27/6 (Antara Maluku) - Orang Kei mengibaratkan pembuatan perahu seperti struktur tubuh manusia yang disebut dengan Habo Tetear, Habo Bot, Leplep dan Belang.
"Orang Kei mengibaratkan perahu seperti manusia. Ketika membuat perahu struktur papan disusun seperti menciptakan manusia. Ada bagian-bagian yang terdiri dari rusuk, perut, dan simbol mata di bagian depan perahu. Ukuran perahu perempuan dan laki-laki berbeda," kata Arkeolog Balai Arkeologi Ambon,Lucas Wattimena, dikonfirmasi, Senin.
Ia mengatakan dalam penelitiannya dengan menggunakan metode pendekatan etnoarkeologi di Pulau Dullah dan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara pada 18 Februari hingga 2 Maret 2016, tradisi pembuatan perahu tradisional yang dilakukan secara turun temurun tersebut telah ada sejak masa lampau.
Tidak semua orang Kei dapat membuat perahu tradisional, hanya keturunan tertentu yang disebut dengan Tukang dan ini beregenerasi secara patrinlinial.
"Saat membuat perahu orang Kei menempatkan kayu yang disebut dengan Lunas, Tinan, Hanaban Yan, Hanaban Laen dan Pamaru sebagai tulang belakang atau pondasi awal. Sedangkan, susunan kayu atau papan lainnya disebut Lohor, Burnan atau Burnan Kit dan Burnan Bot atau Boloat, kemudian Foan, dan Ain Matmatan," katanya.
Dikatakannya, orang Kei mengganggap perempuan sebagai sumber kehidupan dan rejeki, karenanya perahu yang digunakan untuk mata pencaharian, baik untuk melaut maupun transportasi berlayar memakai struktur perempuan.
Untuk mendapatkan ukuran kayu Lunas bagi perahu perempuan, Tukang mengukur ruas belakang kepalanya dari ujung mata kiri hingga ke ujung mata kanan dengan menggunakan bilah bambu yang diiris tipis.
Sedangkan perahu yang menggunakan struktur laki-laki berkaitan dengan keperkasaan. Salah satunya adalah Belang yang dulunya digunakan untuk berperang, tapi saat ini hanya dipakai untuk perlombaan.
"Panjang kayu Lunas untuk perahu laki-laki tersebut didapatkan dengan mengukur seutas bambu dari dada hingga tangan," ujarnya.
Lebih lanjut, Lucas mengatakan, sebelum membuat perahu, para Tukang akan menyiapkan sirih, pinang, emas dan sebilah kayu sebagai syarat, barulah kemudian memulai prosesnya dengan menebang pohon yang akan digunakan sebagai bahan perahu.
Sebelum menebang pohon dengan kapak khusus yang disebut dengan mancadu tiour atau saf, mereka akan membersihkan lokasi sekitarnya. Hal itu dimaksudkan agar pohon tersebut tidak tersangkut ketika jatuh, karena akan berpengaruh pada kualitas perahu yang dibuat.
"Mereka juga masih menggunakan perhitungan hari dalam mengerjakan perahu. Selasa dan Jumat dianggap sebagai hari yang kurang baik untuk membuat perahu. Peralatan yang digunakan juga rata-rata masih tradisional, seperti parang, mancadu tiour, song, tali sifat, dan bor tangan," katanya.
Orang Kei Ibaratkan Perahu Struktur Tubuh Manusia
Selasa, 28 Juni 2016 7:28 WIB