Konsensus
Negara Demokrasi telah memastikan terselenggaranya Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD, Pemilihan
Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati/atau Walikota dan Wakil Walikota sebagai salah satu
indikator yang mutlak harus dijalankan. Oleh karena itu Pemilu sudah menjadi
bagian integral historis daripada pelaksanaan sistim ketatanegaraan kita dan
tentu saja sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat
Indonesia. Untuk menjamin Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan
Wakil Presiden Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota
dilaksanakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil serta
demokratis sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Pasal 22E Ayat (1&2) jo
Pasal 6A Ayat (1) jo Pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, maka kedaualatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan Pemilhan Umum/
dan atau Pemilihan yang berkualitas. Pemilu
itu penting dalam Negara Demokrasi disebabkan karena Pemilu merupakan sarana
untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan
tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pemilu juga merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara karena
menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatannya atas Negara dan
Pemerintah. Dalam Tatanan Demokrasi, Pemilu juga menjadi mekanisme atau cara
untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran Badan
Perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan
masyarakat tetap terjamin. Oleh karena itu sebuah Negara yang menganut paham
Demokrasi, maka Pemilu menjadi kunci terciptanya Demokrasi, karena tidak ada
Demokrasi tanpa diikuti Pemilu.
Dalam kerangka pentingnya Pemilu/Pemilihan
tersebut, terselip problem mendasar tentang issu partisipasi politik rakyat.
Hal ini sangat penting mengingat
partisipasi rakyat dalam setiap Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur, Bupati
dan Walikota merupakan bagian integral dari penyelenggaraan Pemilu sesuai
asasnya yang bersifat langsung, sehingga
menjadi sangat substansial terkait pentingnya partisipasi politik rakyat dalam setiap penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan.
Oleh karena itu untuk menjamin hasil Pemilu yang baik dan berkualitas, maka
proses penyelenggaraannya pun harus memenuhi derajat yang berkualitas pula
sehingga setiap Tahapan Pemilu harus dapat dipastikan secara jujur dan adil
demi menyelamatkan suara rakyat.
Pemilu memiliki banyak kendala dan batasan
untuk mendorong proses partisipasi rakyat, diantaranya batasan peraturan, akses
pengetahuan, pemetaan stakeholder, penjadwalan/ waktu, anggaran dan teritori.
Sejumlah batasan tersebut jika tidak mampu diatasi, maka pada gilirannya justru
akan menjadi kontra produktif untuk mendorong partisipasi politik rakyat. Faktanya, partisipasi politik rakyat dalam
pelaksanaan pesta demokrasi selama ini hanya sekedar dimaknai secara terbatas,
yakni cukup dengan hanya memberikan hak pilihnya pada hari pemungutan suara di
TPS. Padahal sebagai pemegang kedaulatan, posisi rakyat dalam Pemilu bukanlah
obyek untuk dieksploitasi dukungannya, melainkan harus ditempatkan sebagai
subyek termasuk dalam mengawal integritas Pemilu, yang salah satunya melalui
pengawasan Pemilu.
Partisipasi masyarakat dalam
Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, sama pentingnya dengan upaya memperdalam proses demokrasi di tingkat
akar rumput. Jika prasyarat standar demokrasi adalah terlaksananya Pemilu, maka
partisipasi adalah salah satu indikator kualitas demokrasi. Adagium yang
terkenal dalam demokrasi adalah; dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
dan partisipsi adalah merupakan pengejawantahan pikiran demokratis
tersebut.
Namun Partisipasi politik rakyat pada setiap hajatan demokrasi
tersebut menjadi problem ketika dihadapkan dengan tantangan memperdalam
makna demokrasi itu
sendiri, sehingga bagaimana
posisi partisipasi politik rakyat
pada Pemilu/Pemilihan menjadi bernilai demokratis. Pada prinsipnya semua pihak
telah bersepakat tentang betapa urgennya partisipasi politik rakyat pada setiap
Pemilu/Pemilihan, namun implementasi peran tersebut tereduksi secara signifikan
hanya menjadi persoalan di tingkat elit politik dan Penyelenggara Pemilu.
Data empiris terkait rendahnya partisipasi
politik rakyat dalam hajatan Demokrasi Lokal, dapat dirujuk dalam
penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku putaran kedua
Tahun 2013 yaitu hanya sejumlah (67%) tingkat partisipasi pemilih dalam Daftar
Pemilih Tetap (DPT) yang dapat menyalurkan hak politik di TPS. Selain itu pula
persoalan lain yang muncul adalah, tidak terjaminnya hak memilih Warga Negara
Indonesia yang telah memenuhi syarat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Hal ini
bisa dirujuk pula pada kekacauan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam setiap
Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dari waktu ke waktu. Problem ini adalah
merupakan bukti kegagalan elit politik dan Penyelenggara Pemilu untuk
melindungi hak politik rakyat untuk memilih. Dari gambaran yang demikian itu,
maka menurut penulis dalam konteks Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota kedepan, tidak bisa dipungkiri masih terdapatnya mayoritas masyarakat
yang perlu menemukan ruang ekspresinya untuk merespon Pemilu, yang salah
satunya adalah dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam melakukan
pengawasan dan pemantauan terhadap pelaksanaan Pemilihan Umum dan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota
dan Wakil Walikota.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan
merupakan suatu kehendak yang didasari keprihatinan luhur, demi tercapainya
Pemilu yang berkualitas. Suatu Pemilu/Pemilihan yang dijalankan tanpa mekanisme
dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri, maka akan menjadikan Pemilu
sebagai proses pembentukan kekuasaan yang sarat dipenuhi dengan berbagai segala
kecurangan. Dalam situasi demikian itu, Pemilu telah kehilangan legitimasinya
dan Pemerintahan yang dihasilkan pun sesungguhnya juga tidak memiliki legitimasi
pula. Ketika berangkat dari pemahaman demikian, dan dalam rangka menjamin
tercapainya Pemilu/Pemilihan yang berkualitas dan demokratis, maka menurut
hemat penulis tentu kita harus menjadikan pengawasan itu sebagai suatu
kebutuhan dasar, karena pengawasan merupakan keharusan, bahkan merupakan elemen
yang melekat pada setiap Pemilu baik nasional maupun lokal. Pengawasan
Partisipatif merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat dan penguatan partisipasi politik masyarakat.
Pada Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Tahun 2018 yang pelaksanaannya secara serentak dengan 101 Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia, dan secara bersamaan pula akan berlangsung Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara serentak Tahun 2019, maka tentu kita semua sangat berharap agar semakin terbukanya ruang partisipasi politik masyarakat agar kiranya proses demokrasi di level Nasional maupun Lokal ini bisa terlaksana secara jujur dan adil, sekaligus dapat menciptakan kepemimpinan yang memiliki legitimasi kuat. Hal ini didasarkan pada pemahaman dan kesadaran kita bersama bahwa ketika proses penyelenggaraan Pemilihan Umum/Pemilihan hanya menjadi ajang serimonial politik belaka yang menafikan partisipasi politik masyarakat, maka kita tidak dapat menemukan pendidikan dan pembelajaran politik yang baik bagi proses demokrasi, karena sesungguhnya pengawasan partisipatif ini merupakan ruang pembelajaran politik bagi semua pihak, dan sebagai pengawalan atas hak dasar warga Negara yaitu hak suara untuk tidak disalahgunakan. Pelibatan Masyarakat luas dalam pengawasan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD, dan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota adalah merupakan upaya kongkrit pencegahan terhadap pelanggaran Pemilu/Pemilihan. Pelibatan Masyarakat juga akan memasifkan proses internalisasi nilai-nilai demokrasi, prinsip-prinsip pemilu demokratis, dan semangat konstitusionalisme UUD 1945. Dengan demikian pelibatan masyarakat dalam pengawasan partisipatif selain sebagai upaya pencegahan pelanggaran sedini mungkin, juga merupakan kegiatan pendidikan politik masyarakat, yang bertujuan meminimalisir kasus-kasus pelanggaran dan sengketa pemilu yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pemilu. Oleh karena itu untuk efektivitas pelaksanaan tugas Bawaslu dan jajaran pengawasan yaitu; untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya pemilu yang demokratis, maka hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan pengawasan partisipatif adalah; i). Bawaslu dan jajaran pengawas pada semua tingkatan perlu mengidentifikasi upaya dan langkah-langkah kongkrit apa saja yang dapat ditempuh untuk meningkatkan partisipasi publik; ii). Bawaslu dan jajaran pengawas pada semua tingkatan perlu mengidentifikasi informasi seperti apa yang harus perlu dipublikasikan untuk mendorong pengawasan partisipatif dari publik. S E M O G A !!!
*) Penulis adalah mantan anggota Panwaslu Kabupaten MTB