Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Restu Gunawan menilai bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 207 di Banda Naira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, layak ditetapkan sebagai cagar budaya dan situs sejarah.
"Bangunan SD Negeri ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda dan sampai saat ini masih terawat sesuai dengan aslinya. Jadi sangat layak menjadi cagar budaya," katanya di Banda Naira, Senin.
"Ini sangat layak dijadikan cagar budaya karena mempunyai nilai kesejarahan yang sangat tinggi dalam konteks pendidikan. Apalagi bangunannya, termasuk bangku dan meja belajar di jaman Belanda, masih terawat dan digunakan untuk proses belajar mengajar siswa," katanya.
Restu, yang datang ke Pulau Banda menggunakan KRI Dewaruci bersama rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, mengunjungi SDN 207 serta berdialog dengan siswa dan guru di sekolah itu pada Ahad (19/6).
Baca juga: Kemenparekraf siap dorong revitalisasi Istana Mini Banda Neira, Maluku
Bangunan SDN 207 didirikan tahun 1921. Bangunan itu dibuat tanpa menggunakan paku. Tiang-tiangnya berupa balok kayu dan dindingnya dibuat dari papan serta campuran batu kapur.
Kepala SDN 207 Suratna Bugis mengatakan bahwa bangunan SDN 207 semula terdiri atas lima ruangan, tetapi sekarang tinggal empat ruangan yang kondisinya masih bagus, tiga digunakan untuk ruang kelas dan satu untuk ruang guru.
"Kursi belajar dari jaman Belanda juga masih digunakan sampai saat ini untuk proses belajar mengajar siswa kelas satu sampai kelas tiga. Saya berharap bangunan sekolah ini dapat dijadikan cagar budaya oleh pemerintah sehingga tetap dilestarikan seperti aslinya," katanya.
Bangunan SDN 207 merupakan bekas sekolah yang didirikan untuk masyarakat Pulau Banda pada masa penjajahan Belanda.
Baca juga: Maluku Restorasi Istana Mini di Banda sebagai istana kepresidenan, begini penjelasannya
Semula namanya Sekolah Melayu dan kemudian diubah menjadi Sekolah Rakyat Kelas Biasa. Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka pada Agustus 1945, sekolah itu berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) I.
Tahun 1962 nama sekolah diganti lagi menjadi SDN 1 Naira dan ruangannya ditambah dua menjadi enam. Selanjutnya, nama sekolah berganti lagi menjadi SDN 207 Maluku Tengah pada 2021.
Restu akan mengecek ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara yang wilayah kerjanya mencakup Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat untuk mengetahui penilaian bangunan SDN 207 sebagai cagar budaya.
Selanjutnya, ia mengatakan, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan membahas rencana pelestarian bangunan sekolah tersebut.
"Dulu lima ruang, sekarang tinggal empat ruang. Apakah akan dijadikan lima ruang kembali atau hanya empat ruang dan tetap dijaga dan dirawat sesuai keadaan aslinya, nanti ada tim yang yang penilai yang mendiskusikannya," katanya.
Baca juga: Muhibah budaya jalur Rempah tiba di Kepulauan Banda, perjalanan jangan sebatas nostalgia
"Ini bangunan lama dan tidak mengganggu aktivitas sekolah anak-anak. Alat-alat masih cocok. Bangkunya, gedung juga masih bagus karena dibangun dengan kayu terbaik," katanya.
Restu mengapresiasi upaya masyarakat untuk merawat bangunan sekolah lama tersebut. "Ini contoh pelestarian yang dilakukan masyarakat secara mandiri," katanya.
Dia juga mengemukakan bahwa Pulau Banda kaya akan peninggalan sejarah dan layak dijadikan sebagai situs sejarah dan cagar budaya.
"Hampir seluruh tempat di pulau ini bersejarah. Banyak tersebar bangunan peninggalan masa lampau dan semua bisa dijadikan cagar budaya. Terpenting, proses penetapannya harus dilakukan secara bersama-sama dan sesuai prosedur. Saya akan cek apakah semuanya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya atau belum," katanya.
Baca juga: Laskar Rempah dengan KRI Dewaruci tiba di Ternate
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Bangunan SD Negeri ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda dan sampai saat ini masih terawat sesuai dengan aslinya. Jadi sangat layak menjadi cagar budaya," katanya di Banda Naira, Senin.
"Ini sangat layak dijadikan cagar budaya karena mempunyai nilai kesejarahan yang sangat tinggi dalam konteks pendidikan. Apalagi bangunannya, termasuk bangku dan meja belajar di jaman Belanda, masih terawat dan digunakan untuk proses belajar mengajar siswa," katanya.
Restu, yang datang ke Pulau Banda menggunakan KRI Dewaruci bersama rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, mengunjungi SDN 207 serta berdialog dengan siswa dan guru di sekolah itu pada Ahad (19/6).
Baca juga: Kemenparekraf siap dorong revitalisasi Istana Mini Banda Neira, Maluku
Bangunan SDN 207 didirikan tahun 1921. Bangunan itu dibuat tanpa menggunakan paku. Tiang-tiangnya berupa balok kayu dan dindingnya dibuat dari papan serta campuran batu kapur.
Kepala SDN 207 Suratna Bugis mengatakan bahwa bangunan SDN 207 semula terdiri atas lima ruangan, tetapi sekarang tinggal empat ruangan yang kondisinya masih bagus, tiga digunakan untuk ruang kelas dan satu untuk ruang guru.
"Kursi belajar dari jaman Belanda juga masih digunakan sampai saat ini untuk proses belajar mengajar siswa kelas satu sampai kelas tiga. Saya berharap bangunan sekolah ini dapat dijadikan cagar budaya oleh pemerintah sehingga tetap dilestarikan seperti aslinya," katanya.
Bangunan SDN 207 merupakan bekas sekolah yang didirikan untuk masyarakat Pulau Banda pada masa penjajahan Belanda.
Baca juga: Maluku Restorasi Istana Mini di Banda sebagai istana kepresidenan, begini penjelasannya
Semula namanya Sekolah Melayu dan kemudian diubah menjadi Sekolah Rakyat Kelas Biasa. Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka pada Agustus 1945, sekolah itu berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) I.
Tahun 1962 nama sekolah diganti lagi menjadi SDN 1 Naira dan ruangannya ditambah dua menjadi enam. Selanjutnya, nama sekolah berganti lagi menjadi SDN 207 Maluku Tengah pada 2021.
Restu akan mengecek ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara yang wilayah kerjanya mencakup Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat untuk mengetahui penilaian bangunan SDN 207 sebagai cagar budaya.
Selanjutnya, ia mengatakan, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan membahas rencana pelestarian bangunan sekolah tersebut.
"Dulu lima ruang, sekarang tinggal empat ruang. Apakah akan dijadikan lima ruang kembali atau hanya empat ruang dan tetap dijaga dan dirawat sesuai keadaan aslinya, nanti ada tim yang yang penilai yang mendiskusikannya," katanya.
Baca juga: Muhibah budaya jalur Rempah tiba di Kepulauan Banda, perjalanan jangan sebatas nostalgia
"Ini bangunan lama dan tidak mengganggu aktivitas sekolah anak-anak. Alat-alat masih cocok. Bangkunya, gedung juga masih bagus karena dibangun dengan kayu terbaik," katanya.
Restu mengapresiasi upaya masyarakat untuk merawat bangunan sekolah lama tersebut. "Ini contoh pelestarian yang dilakukan masyarakat secara mandiri," katanya.
Dia juga mengemukakan bahwa Pulau Banda kaya akan peninggalan sejarah dan layak dijadikan sebagai situs sejarah dan cagar budaya.
"Hampir seluruh tempat di pulau ini bersejarah. Banyak tersebar bangunan peninggalan masa lampau dan semua bisa dijadikan cagar budaya. Terpenting, proses penetapannya harus dilakukan secara bersama-sama dan sesuai prosedur. Saya akan cek apakah semuanya sudah ditetapkan sebagai cagar budaya atau belum," katanya.
Baca juga: Laskar Rempah dengan KRI Dewaruci tiba di Ternate
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022