Jayapura (Antara Maluku) - Penjabat Gubernur Provinsi Papua, Syamsul Arief Rivai meminta para bupati dan wali kota di daerah itu, untuk memastikan bahwa praktik pemanfaatan hutan seperti ekspor kayu bulat harus dihentikan.

"Sejak 2007, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua, kita sudah mencanangkan bahwa Papua bukanlah provinsi bahan baku, tetapi provinsi pengolahan bahan baku," kata Syamsul Arief Rivai, di Jayapura, Senin.

Pada pertemuan dengan bupati dan wali kota se-Papua dalam rangka penandatanganan peta perubahan kawasan hutan hasil penelitian terpadu terkait Rencana Tata Ruang WIlayah (RTRW), Syamsul Arief juga meminta agar para kepala daerah lebih hati-hati dan berpikir panjang dalam melakukan konversi hutan untuk kegiatan-kegiatan pembangunan lainnya.

"Kita harus sungguh-sungguh berpedoman pada Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah yang sudah kita sepakati bersama," katanya.

Ia menjelaskan, hutan bukan saja berisi kayu, tetapi juga mengandung kekayaan flora dan fauna lainnya yang tidak ternilai harganya. Itu sebabnya harus mempertimbangkan dengan seksama untung rugi dari membuka suatu kawasan hutan yang luas.

"Ketika kawasan hutan yang luas ditebang, maka hampir dapat dipastikan bahwa ekosistem hutan itu sudah tidak mungkin dapat dipulihkan kembali seperti keadaan sebelumnya. Itu sebabnya harus mempertimbangkan dengan seksama untung rugi dari membuka suatu kawasan hutan yang luas," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Penjabat Gubernur meminta agar bupati dan wali kota se-Papua yang sampai saat ini belum memulai, atau belum menyelesaikan penyusunan RTRW kabupaten agar segera memulai dan menyelesaikan.

Sementara bagi kabupaten dan wali kota yang RTRW-nya sudah mendapatkan persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum, dan telah dilakukan sidang DPRD bagi penetapan Perda, agar segera mengajukan permohonan evaluasi kepada gubernur.

"Sesuai peraturan perundang-undangan, gubernur harus terlebih dahulu melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi sebelum suatu Raperda RTRW kabupaten dan kota dapat ditetapkan menjadi Perda," ucap Syamsul.

Dikatakan, pentingnya hutan Papua tidak saja dalam hal mitigasi perubahan iklim dunia, tetapi juga karena nilai ekonominya yang sangat tinggi bagi pembangunan.

"Studi yang kita lakukan dalam rangka penyusunan revisi RTRW menunjukkan, total nilai ekonomi hutan Papua mencapai lebih dari 78 miliar dolar AS atau sekitar 700 triliun rupiah."

Sumber daya hutan merupakan komponen kunci dalam penyusunan revisi RTRW, sebagaimana diamanatkan oleh UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, sehingga harus benar- benar dapat menjadi acuan yang terbaik dalam pemanfaatan ruang guna mendukung seluruh kegiatan pembangunan sektoral dan pembangunan wilayah, katanya.

Pewarta: ANTARA

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011