Pakar linguistik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Multamia RMT Lauder mengatakan bahwa revitalisasi bahasa daerah yang diupayakan pemerintah melalui Merdeka Belajar bukan hanya sekadar untuk melestarikan budaya bangsa.
Dia menjelaskan bahwa bahasa merupakan alat untuk menyampaikan perasaan serta pikiran. Dengan demikian, setiap komunitas memiliki bahasa tersendiri yang menyimpan berbagai informasi di dalamnya.
”Sederhana saja. Setiap komunitas kan tinggal di letak geografis yang berbeda. Misalnya orang yang tinggal di pegunungan hanya tahu ikan. Sementara orang yang tinggal di pinggir laut, mereka punya sebutan untuk berbagai macam jenis ikan,” kata Multamia saat dihubungi ANTARA, Selasa.
”Sehingga kekayaan kosakata tergantung juga pada kondisi alamnya. Jika bahasa daerah punah, pengetahuan atau informasi-informasi yang terdapat dalam bahasa itu juga ikut punah. Akhirnya berimbas pada budaya yang juga akan punah,” imbuhnya.
Baca juga: 59 bahasa di 22 provinsi jadi target revitalisasi bahasa daerah
Multamia menambahkan bahwa bahasa daerah juga bisa menjadi daya tarik pariwisata Indonesia. Misalnya dengan menamai suatu tempat atau makanan dengan bahasa daerah tersebut. Tentunya, hal ini bisa menjadi daya tarik pariwisata, sehingga revitalisasi bahasa daerah juga bisa bermanfaat untuk perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, Psikolog Anak dan Remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo juga mengungkapkan bahwa mempelajari lebih dari satu bahasa juga dapat berguna bagi perkembangan otak.
”Belajar bahasa lain membuat area otak yang terlibat dalam fungsi bahasa menjadi lebih berkembang, jaringan sel otak menjadi lebih kuat dan adaptif terhadap hal-hal baru,” kata Vera.
Hal ini pun juga berdampak pada kemampuan-kemampuan lain, lanjut Vera. Misalnya seperti kemampuan belajar, komunikasi dan sosialisasi.
Mempelajari lebih dari satu bahasa juga mampu menajamkan fungsi kognitif serta mengembangkan kreativitas.
Sebagai seorang pengajar Bahasa Sunda di SDN 01 Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Uun Fauzi juga menyampaikan bahwa program revitalisasi ini penting untuk dilaksanakan. Sebab, suatu bahasa daerah juga mengandung nilai sejarah di dalamnya.
”Jangan sampai musnah karena termasuk peninggalan sejarah juga. Salah satu cara menjaganya adalah dengan memperkenalkannya sejak sekolah dasar. Misal kalau di Jabar, pelajaran Bahasa Sunda diadakan. Alhamdulillah artinya pemerintah mendukung,” kata Uun.
Baca juga: Kantor Bahasa Maluku berupaya merevitalisasi bahasa Seram dan Tarangan, begini penjelasannya ni
Kendati demikian, mengajarkan bahasa daerah khususnya di wilayah heterogen akan lebih sulit. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Uun mengatakan bahwa akan lebih baik apabila anak dikenalkan bahasanya terlebih dulu. Sebab dengan mengenal, anak akan lebih mudah dalam mempelajari suatu bahasa.
”Walaupun anak tidak hafal bahasa daerah itu, minimal kenal. Sebab mengajarkan agak susah apabila anak belum mengenal bahasa tersebut,” ucap Uun.
Untuk mendorong generasi muda mengenal bahasa daerah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), juga telah berkolaborasi dengan berbagai pihak sebagai upaya mengubah sikap generasi muda untuk lebih percaya diri dalam berbahasa daerah.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs. Imam Budi Utomo, M.Hum mengatakan bahwa pihaknya telah melibatkan para pemangku kepentingan seperti dinas pendidikan, sekolah, orang tua, pemengaruh, tokoh adat, dan lain-lain.
”Kita berusaha meningkatkan prestige bahasa itu dalam komunikasi sehari-hari dan dalam dunia pendidikan dengan sasaran generasi muda. Sebab merekalah ahli waris bahasa daerah mereka sendiri. Dengan demikian, stigma ’kampungan’ dan ndeso berbahasa daerah bisa dikikis,” kata Imam.
Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah.
Pada tahun 2021, revitalisasi bahasa daerah dilaksanakan di tiga provinsi dan lima bahasa. Pada 2022, Imam mengatakan pihaknya telah memperluas revitalisasi bahasa daerah di 13 provinsi sementara pada 2023 revitalisasi bahasa daerah diperluas di 25 provinsi dengan jumlah 72 bahasa/dialek.
Imam mengatakan, target setiap tahun akan dilaksanakan dan dievaluasi. Provinsi dan bahasa yang sudah direvitalisasi juga akan terus dipantau.
Program revitalisasi bahasa daerah ini juga akan terus berjalan dengan menambah provinsi juga bahasa baru untuk direvitalisasi.
Harapannya dengan hal ini, bahasa daerah bisa terus lestari dan generasi muda semakin tersadarkan untuk mencintai dan mempelajari bahasa daerah mereka masing-masing.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Revitalisasi bahasa daerah tak sekadar untuk lestarikan budaya
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023
Dia menjelaskan bahwa bahasa merupakan alat untuk menyampaikan perasaan serta pikiran. Dengan demikian, setiap komunitas memiliki bahasa tersendiri yang menyimpan berbagai informasi di dalamnya.
”Sederhana saja. Setiap komunitas kan tinggal di letak geografis yang berbeda. Misalnya orang yang tinggal di pegunungan hanya tahu ikan. Sementara orang yang tinggal di pinggir laut, mereka punya sebutan untuk berbagai macam jenis ikan,” kata Multamia saat dihubungi ANTARA, Selasa.
”Sehingga kekayaan kosakata tergantung juga pada kondisi alamnya. Jika bahasa daerah punah, pengetahuan atau informasi-informasi yang terdapat dalam bahasa itu juga ikut punah. Akhirnya berimbas pada budaya yang juga akan punah,” imbuhnya.
Baca juga: 59 bahasa di 22 provinsi jadi target revitalisasi bahasa daerah
Multamia menambahkan bahwa bahasa daerah juga bisa menjadi daya tarik pariwisata Indonesia. Misalnya dengan menamai suatu tempat atau makanan dengan bahasa daerah tersebut. Tentunya, hal ini bisa menjadi daya tarik pariwisata, sehingga revitalisasi bahasa daerah juga bisa bermanfaat untuk perekonomian Indonesia.
Di sisi lain, Psikolog Anak dan Remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwidjojo juga mengungkapkan bahwa mempelajari lebih dari satu bahasa juga dapat berguna bagi perkembangan otak.
”Belajar bahasa lain membuat area otak yang terlibat dalam fungsi bahasa menjadi lebih berkembang, jaringan sel otak menjadi lebih kuat dan adaptif terhadap hal-hal baru,” kata Vera.
Hal ini pun juga berdampak pada kemampuan-kemampuan lain, lanjut Vera. Misalnya seperti kemampuan belajar, komunikasi dan sosialisasi.
Mempelajari lebih dari satu bahasa juga mampu menajamkan fungsi kognitif serta mengembangkan kreativitas.
Sebagai seorang pengajar Bahasa Sunda di SDN 01 Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Uun Fauzi juga menyampaikan bahwa program revitalisasi ini penting untuk dilaksanakan. Sebab, suatu bahasa daerah juga mengandung nilai sejarah di dalamnya.
”Jangan sampai musnah karena termasuk peninggalan sejarah juga. Salah satu cara menjaganya adalah dengan memperkenalkannya sejak sekolah dasar. Misal kalau di Jabar, pelajaran Bahasa Sunda diadakan. Alhamdulillah artinya pemerintah mendukung,” kata Uun.
Baca juga: Kantor Bahasa Maluku berupaya merevitalisasi bahasa Seram dan Tarangan, begini penjelasannya ni
Kendati demikian, mengajarkan bahasa daerah khususnya di wilayah heterogen akan lebih sulit. Untuk mengatasi tantangan tersebut, Uun mengatakan bahwa akan lebih baik apabila anak dikenalkan bahasanya terlebih dulu. Sebab dengan mengenal, anak akan lebih mudah dalam mempelajari suatu bahasa.
”Walaupun anak tidak hafal bahasa daerah itu, minimal kenal. Sebab mengajarkan agak susah apabila anak belum mengenal bahasa tersebut,” ucap Uun.
Untuk mendorong generasi muda mengenal bahasa daerah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), juga telah berkolaborasi dengan berbagai pihak sebagai upaya mengubah sikap generasi muda untuk lebih percaya diri dalam berbahasa daerah.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs. Imam Budi Utomo, M.Hum mengatakan bahwa pihaknya telah melibatkan para pemangku kepentingan seperti dinas pendidikan, sekolah, orang tua, pemengaruh, tokoh adat, dan lain-lain.
”Kita berusaha meningkatkan prestige bahasa itu dalam komunikasi sehari-hari dan dalam dunia pendidikan dengan sasaran generasi muda. Sebab merekalah ahli waris bahasa daerah mereka sendiri. Dengan demikian, stigma ’kampungan’ dan ndeso berbahasa daerah bisa dikikis,” kata Imam.
Sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah.
Pada tahun 2021, revitalisasi bahasa daerah dilaksanakan di tiga provinsi dan lima bahasa. Pada 2022, Imam mengatakan pihaknya telah memperluas revitalisasi bahasa daerah di 13 provinsi sementara pada 2023 revitalisasi bahasa daerah diperluas di 25 provinsi dengan jumlah 72 bahasa/dialek.
Imam mengatakan, target setiap tahun akan dilaksanakan dan dievaluasi. Provinsi dan bahasa yang sudah direvitalisasi juga akan terus dipantau.
Program revitalisasi bahasa daerah ini juga akan terus berjalan dengan menambah provinsi juga bahasa baru untuk direvitalisasi.
Harapannya dengan hal ini, bahasa daerah bisa terus lestari dan generasi muda semakin tersadarkan untuk mencintai dan mempelajari bahasa daerah mereka masing-masing.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Revitalisasi bahasa daerah tak sekadar untuk lestarikan budaya
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023