Deputi Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Kawasan Eropa dan Timur Tengah Ketut Suardana mengatakan film dokumenter Pilihan memberikan arti penting dalam menjawab fungsi literasi digital di kalangan pekerja migran Indonesia.

Hal itu disampaikan Ketut dalam diskusi dan penayangan film Pilihan di Jakarta, Jumat (19/4).

"Selama ini kita hanya mendengar-mendengar saja, kita hanya membaca, itu pun kurang lengkap, kurang komprehensif. Akan tetapi, ketika menonton film, ternyata lebih lengkap lagi," kata Ketut dalam keterangannya yang diterima ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, film ini berperan penting untuk mengedukasi para calon pekerja migran yang akan bekerja di berbagai negara supaya tidak terjebak menjadi korban.

Oleh karena itu, dia pun memuji film dokumenter 'Pilihan' yang mengisahkan PMI yang terjebak radikalisme.

"Beberapa ancaman bagi pekerja migran adalah digitalisasi dan literacy-skill. Ini juga penting kami harus ajarkan bagaimana pekerja migran memahami literasi digital itu, terutama kemampuan untuk bermain digital dengan baik," jelasnya.


Baca juga: Pengamat: Film dokumenter bisa mencegah PMI terjebak radikalisme

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Kerja Sama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Andhika Chrisnayudhanto mengatakan bahwa selama ini propaganda dan narasi para ekstremis tersebar melalui media digital. Hal ini berperan penting pada proses terekrutnya para PMI ke dalam dunia kekerasan ekstrem.

Berdasarkan catatan BNPT pada tahun 2015 sampai 2023, ada sekitar 94 warga negara Indonesia yang kebetulan adalah PMI yang dipulangkan karena mereka terlibat atau terafiliasi dengan kekerasan ekstrem.

Propaganda dari kelompok keras, baik itu kelompok yang sifatnya radikalisme, terorisme internasional, maupun di dalam negeri, menurut Andhika, sangat berpengaruh.

Andhika menyebutkan pada tahun 2017 ada catatan dari Institute for Peace and Conflict (IPAC) ada sekitar 50 perempuan PMI yang ternyata sudah terpapar paham radikal.

Produser Eksekutif film dokumenter Pilihan Noor Huda Ismail mengaku pembuatan film memang untuk PMI.

Dikatakan pula bahwa film akan diputar oleh kementerian/lembaga terkait, seperti Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk diputar dan disaksikan oleh PMI sebelum diberikan pelatihan yang dibutuhkan.

Noor menilai masalah migrasi ini adalah permasalahan internasional. Saat ini pihaknya sudah memproduksi 15 film yang mengupas masalah migran.

Baca juga: Bawaslu RI berterima kasih atas kritik dari film dokumenter "Dirty Vote"

"Terorisme ini hanya permasalahan kecil. Masih banyak lagi yang lebih besar. Film yang kami produksi semua fokusnya pada social-relation, hubungan keluarga maupun pertemanan," pungkasnya.

Film pendek Pilihan mengisahkan kisah tiga PMI yang saling bertolak belakang. Penggunaan teknologi di kalangan pekerja migran menjadi penyelamat atau bumerang.

Sutradara film Ani Ema Susanti kebetulan seorang mantan pekerja migran Hong Kong menelusuri kisah mantan pekerja migran lainnya yang punya latar belakang berbeda.

Teknologi yang digunakan Masyitoh, seorang PMI, cerdas yang mengejar impiannya dengan menyelesaikan kuliahnya di Singapura hingga siap pulang ke Indonesia dengan investasi yang telah dipersiapkannya selama menjadi pekerja migran.

Di sisi lain, PMI lainnya bernama Listyowati juga menggunakan teknologi. Namun, dia malah terlibat jaringan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada terorisme. Melalui film ini penonton diajak untuk melakukan refleksi dan melihat pentingnya literasi digital.

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Film dokumenter jadi literasi digital pekerja migran tangkal terorisme

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela

Editor : Moh Ponting


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024