"Ibu, saya sudah berjuang. Saya merasa sudah melakukan banyak hal di usia saya yang sekarang ini, tapi saya merasa kurang, saya merasa sendiri," tiba-tiba Aca berhenti berkata-kata, sembari meneteskan air mata di wajahnya.
Kala curahan hati Aca yang berkumandang melalui pengeras suara berubah menjadi tangisan, ratusan siswa dari sejumlah sekolah di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, yang hadir pada sebuah acara yang diselenggarakan di salah satu gelanggang olahraga di Saumlaki itu mendadak terdiam.
Demikian pula Ibu Menteri Sosial (Mensos) RI Tri Rismaharini yang seketika bergerak cepat untuk menghampiri dan memeluknya dengan erat. Ursula Gracia Sainyakit (15), atau remaja yang akrab disapa Aca itu tak kuasa lagi membendung air matanya.
Ternyata, momen tersebut merupakan kali pertama remaja yang kini duduk di Kelas XI di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Kepulauan Tanimbar itu mencurahkan isi hatinya, sembari menangis di pelukan orang lain.
Biasanya, Aca hanya berani untuk mencurahkan isi hatinya melalui buku harian yang ditulisnya sedari kecil. Hal tersebut bukan dilakukan tanpa alasan. Sebab, dirinya tak seberuntung anak-anak di dunia pada umumnya.
Aca tumbuh besar di keluarga yang sering dijuluki orang sebagai broken home. Situasi itu menjadikan dia harus melakukan segalanya secara mandiri.
Kondisi tersebut seolah bertambah berat, sebab Aca juga memiliki adik kandung yang harus ia perhatikan.
Namun demikian, Aca menolak untuk menyerah. Ia berusaha bangkit dari keterpurukan dengan mempelajari berbagai macam hal untuk memperkaya dirinya, dengan ilmu yang ia rasa dapat bermanfaat untuk mengangkat martabatnya.
Atas usaha yang dilakukannya, Aca yang ketika duduk di Sekolah Dasar tidak pernah menjadi juara, berubah menjadi versi dirinya yang berprestasi di usia Sekolah Menengah Pertama.
Tidak hanya menjadi juara di bidang akademik, Aca yang terbiasa menulis buku harian juga menjadi juara dalam perlombaan menulis cerita rakyat yang diikutinya.
Kondisi tersebut tidak lantas menjadikannya puas. Sebab, Aca merasa masih ada yang kurang dari sederet prestasi yang ditorehnya, dan harus ia kejar di masa yang akan datang.
Secara otodidak, Aca meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Hingga sampai di suatu titik, ia dipercaya oleh sebuah asosiasi pramuwisata untuk menemani turis asing asal Australia untuk berkeliling di Kepulauan Tanimbar, di usianya yang kala itu baru menginjak 14 tahun.
Kepiawaian Aca dalam berbahasa Inggris juga menjadi modal kehidupan baginya. Saat ini, ia bahkan mampu menghidupi dirinya sendiri dan adiknya dengan mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak melalui kursus-kursus bahasa yang ada di Saumlaki.
Setiap harinya, Aca memulai aktivitasnya sejak pukul 03.00 pagi untuk belajar, lalu disambung dengan masuk sekolah dari pukul 07.00 sampai dengan 14.00, dan setelahnya mengajar di kursus bahasa hingga pukul 18.00 petang.
Bahkan, terkadang Aca juga mengajar di kelas tambahan hingga pukul 21.00 malam, dan baru kemudian pulang ke rumah untuk beristirahat.
Aca mengaku bisa memperoleh hingga Rp1,5 juta dari satu kelas kursus yang dia ajar, sedangkan saat ini dirinya mengajar hingga empat kelas yang berbeda.
Seiring bertambahnya waktu, bertambah pula pengalaman Aca dalam banyak hal yang membuatnya semakin percaya diri. Ia terlihat memiliki kemampuan berkomunikasi dan gaya bahasa yang jauh lebih baik dibandingkan dengan rekan sebayanya.
Meski demikian, Aca juga merasa rapuh akibat adanya hal yang menurutnya kurang, dan belum ditemukan dalam hidupnya.
Hal itulah yang mendorongnya untuk mengunjungi psikiater, guna berkonsultasi atas apa yang terjadi di kehidupannya. Berdasarkan penuturannya, psikolog mendiagnosis Aca memiliki gangguan bipolar, yang bisa jadi diperolehnya akibat situasi keluarganya yang kurang mendukung.
Aca mencoba mendalami makna dari diagnosis tersebut, bahwa ternyata kekurangan yang selama ini dicarinya adalah orang yang ada untuk mendukungnya dalam melakukan berbagai aktivitas, yang tidak bisa diperolehnya di dalam keluarga.
Pertemuan Aca dengan Ibu Menteri Sosial mungkin adalah cara Tuhan memberikan pencerahan dalam menjalani kehidupannya, untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia butuhkan.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Sosial hadir ke Kepulauan Tanimbar dalam rangkaian acara bakti sosial, yang salah satu di antaranya adalah menyerahkan sejumlah bantuan berupa peralatan olahraga dan buku bacaan untuk anak-anak sekolah di wilayah tersebut.
Secara khusus, Ibu Menteri Sosial berpesan kepada Aca bahwa dirinya tidak sendiri, masih banyak teman, guru, bahkan Mensos Risma secara pribadi yang bisa menjadi pendukungnya dalam melakukan banyak hal untuk tumbuh dan berkembang.
"Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Tetap maju terus, jangan mundur lagi. Kamu sudah berbeda dengan anak seusia kamu. Jadi, kamu harus bangga dengan diri sendiri," kata Ibu Menteri Sosial kepada Aca.
Mendengarkan apa yang dipesankan oleh Ibu Menteri Sosial, Aca menjadi sadar bahwa apa yang telah diupayakannya adalah hal yang belum tentu bisa diraih oleh mayoritas remaja seusianya.
Aca pun berjanji kepada Ibu Menteri Sosial untuk tetap melaju ke depan, tidak menoleh ke belakang atas apapun yang terjadi, dan tetap fokus mengejar cita-citanya untuk menjadi seorang dokter yang bisa membantu menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat Kepulauan Tanimbar di masa yang akan datang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Curahan hati Aca dari Saumlaki teruntuk Ibu Menteri
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
Kala curahan hati Aca yang berkumandang melalui pengeras suara berubah menjadi tangisan, ratusan siswa dari sejumlah sekolah di Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku, yang hadir pada sebuah acara yang diselenggarakan di salah satu gelanggang olahraga di Saumlaki itu mendadak terdiam.
Demikian pula Ibu Menteri Sosial (Mensos) RI Tri Rismaharini yang seketika bergerak cepat untuk menghampiri dan memeluknya dengan erat. Ursula Gracia Sainyakit (15), atau remaja yang akrab disapa Aca itu tak kuasa lagi membendung air matanya.
Ternyata, momen tersebut merupakan kali pertama remaja yang kini duduk di Kelas XI di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 10 Kepulauan Tanimbar itu mencurahkan isi hatinya, sembari menangis di pelukan orang lain.
Biasanya, Aca hanya berani untuk mencurahkan isi hatinya melalui buku harian yang ditulisnya sedari kecil. Hal tersebut bukan dilakukan tanpa alasan. Sebab, dirinya tak seberuntung anak-anak di dunia pada umumnya.
Aca tumbuh besar di keluarga yang sering dijuluki orang sebagai broken home. Situasi itu menjadikan dia harus melakukan segalanya secara mandiri.
Kondisi tersebut seolah bertambah berat, sebab Aca juga memiliki adik kandung yang harus ia perhatikan.
Namun demikian, Aca menolak untuk menyerah. Ia berusaha bangkit dari keterpurukan dengan mempelajari berbagai macam hal untuk memperkaya dirinya, dengan ilmu yang ia rasa dapat bermanfaat untuk mengangkat martabatnya.
Atas usaha yang dilakukannya, Aca yang ketika duduk di Sekolah Dasar tidak pernah menjadi juara, berubah menjadi versi dirinya yang berprestasi di usia Sekolah Menengah Pertama.
Tidak hanya menjadi juara di bidang akademik, Aca yang terbiasa menulis buku harian juga menjadi juara dalam perlombaan menulis cerita rakyat yang diikutinya.
Kondisi tersebut tidak lantas menjadikannya puas. Sebab, Aca merasa masih ada yang kurang dari sederet prestasi yang ditorehnya, dan harus ia kejar di masa yang akan datang.
Secara otodidak, Aca meningkatkan kemampuan berbahasa Inggrisnya. Hingga sampai di suatu titik, ia dipercaya oleh sebuah asosiasi pramuwisata untuk menemani turis asing asal Australia untuk berkeliling di Kepulauan Tanimbar, di usianya yang kala itu baru menginjak 14 tahun.
Kepiawaian Aca dalam berbahasa Inggris juga menjadi modal kehidupan baginya. Saat ini, ia bahkan mampu menghidupi dirinya sendiri dan adiknya dengan mengajar bahasa Inggris kepada anak-anak melalui kursus-kursus bahasa yang ada di Saumlaki.
Setiap harinya, Aca memulai aktivitasnya sejak pukul 03.00 pagi untuk belajar, lalu disambung dengan masuk sekolah dari pukul 07.00 sampai dengan 14.00, dan setelahnya mengajar di kursus bahasa hingga pukul 18.00 petang.
Bahkan, terkadang Aca juga mengajar di kelas tambahan hingga pukul 21.00 malam, dan baru kemudian pulang ke rumah untuk beristirahat.
Aca mengaku bisa memperoleh hingga Rp1,5 juta dari satu kelas kursus yang dia ajar, sedangkan saat ini dirinya mengajar hingga empat kelas yang berbeda.
Seiring bertambahnya waktu, bertambah pula pengalaman Aca dalam banyak hal yang membuatnya semakin percaya diri. Ia terlihat memiliki kemampuan berkomunikasi dan gaya bahasa yang jauh lebih baik dibandingkan dengan rekan sebayanya.
Meski demikian, Aca juga merasa rapuh akibat adanya hal yang menurutnya kurang, dan belum ditemukan dalam hidupnya.
Hal itulah yang mendorongnya untuk mengunjungi psikiater, guna berkonsultasi atas apa yang terjadi di kehidupannya. Berdasarkan penuturannya, psikolog mendiagnosis Aca memiliki gangguan bipolar, yang bisa jadi diperolehnya akibat situasi keluarganya yang kurang mendukung.
Aca mencoba mendalami makna dari diagnosis tersebut, bahwa ternyata kekurangan yang selama ini dicarinya adalah orang yang ada untuk mendukungnya dalam melakukan berbagai aktivitas, yang tidak bisa diperolehnya di dalam keluarga.
Pertemuan Aca dengan Ibu Menteri Sosial mungkin adalah cara Tuhan memberikan pencerahan dalam menjalani kehidupannya, untuk mengetahui apa yang sebenarnya ia butuhkan.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Sosial hadir ke Kepulauan Tanimbar dalam rangkaian acara bakti sosial, yang salah satu di antaranya adalah menyerahkan sejumlah bantuan berupa peralatan olahraga dan buku bacaan untuk anak-anak sekolah di wilayah tersebut.
Secara khusus, Ibu Menteri Sosial berpesan kepada Aca bahwa dirinya tidak sendiri, masih banyak teman, guru, bahkan Mensos Risma secara pribadi yang bisa menjadi pendukungnya dalam melakukan banyak hal untuk tumbuh dan berkembang.
"Jangan membandingkan diri dengan orang lain. Tetap maju terus, jangan mundur lagi. Kamu sudah berbeda dengan anak seusia kamu. Jadi, kamu harus bangga dengan diri sendiri," kata Ibu Menteri Sosial kepada Aca.
Mendengarkan apa yang dipesankan oleh Ibu Menteri Sosial, Aca menjadi sadar bahwa apa yang telah diupayakannya adalah hal yang belum tentu bisa diraih oleh mayoritas remaja seusianya.
Aca pun berjanji kepada Ibu Menteri Sosial untuk tetap melaju ke depan, tidak menoleh ke belakang atas apapun yang terjadi, dan tetap fokus mengejar cita-citanya untuk menjadi seorang dokter yang bisa membantu menyembuhkan penyakit yang diderita masyarakat Kepulauan Tanimbar di masa yang akan datang.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Curahan hati Aca dari Saumlaki teruntuk Ibu Menteri
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024