Pemilihan kepala daerah (pilkada) Maluku Utara (Malut) putaran kedua yang digelar pada 31 Oktober 2013 dengan pemenang pasangan Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa masih terus menuai sorotan dari berbagai kelangan di daerah ini.
Sorotan di antaranya datang dari tim pasangan Abdul Gani Kasuba-Muhammad Naser Thaib (AGK-Manthab), pasangan yang kalah pada pilkada Malut putaran kedua tersebut, terutama mengenai independensi KPU dalam melaksanakan kegiatan demokrasi itu.
Tim pasangan yang diusung koalisi PKS dengan sejumlah parpol kecil itu melalui juru bicaranya Dino Umahuk menilai, KPU di Malut, khususnya KPU Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) tidak independen dalam melaksanakan seluruh proses pilkada Malut putaran kedua di daerah itu.
Bukti tidak independennya KPU Kepsul, termasuk seluruh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam pelaksanaan pilkada Malut putaran kedua di antaranya melakukan rekayasa hasil pilkada untuk menguntungkan pasangan Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa (AHM-Doa)
Rekayasa itu terbukti dari adanya formulir hasil perhitungan suara pada delapan kecamatan di Kepsul yang sengaja ditipe-x oleh PPK untuk menghilangkan sebagian perolehan suara pasangan AGK-Manthab.
"Anehnya lagi, KPU Malut saat memplenokan rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua tetap mengesyahkan data hasil pilkada di Kabupaten Kepsul yang ditipe-x tersebut. Tim AGK-Manthab tak menerima semua itu dan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Tim AHM-Doa meski sesuai hasil pleno KPU Malut ditetapkan sebagai pemenang pada pilkada putaran kedua dengan perolehan suara 50,93 persen, tetap pula menyoroti independensi KPU Malut dalam melaksanakan pilkada Malut putaran kedua, khssusnya di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).
Pasangan yang diusung koalisi Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PPP, Hanura, Gerindra dan PKB ini menemukan banyak bukti tidak indepedennya KPU dan PPK di Kabupaten Halsel pada pilkada Malut putaran kedua.
Salah seorang tim AHM-Doa Badarudin Gailea mengungkapkan, pihaknya menemukan ada sekitar 100 formulir data hasil pilkada Malut putaran kedua pada berbagai kecamatan di kabupaten yang menjadi basis utama pasangan AGK-Manthab itu ditipe-x.
Selain itu, mereka memiliki bukti banyaknya pemilih dibawah umur yang sengaja dikerahkan untuk mencoblos pada pilkada Malut putaran kedua dan tetap dibiarkan oleh petugas TPS setempat, padahal sesuai ketentuan hal seperti itu melanggar ketentuan.
Tidak itu saja, sejumlah saksi pasangan AHM-Doa di Kabupaten Halsel diusir, bahkan ada yang sempat dianiaya oleh warga bersama pemerintah setempat, hanya karena memprotes adanya pelanggaran saat berlangsungnya pemungutan suara pilkada putaran kedua di TPS mereka bertugas.
Indikasi Kuat
Bawaslu Malut menilai data hasil pilkada yang ditipe-x tersebut memang menunjukkan indikasi kuat terjadinya rekayasa atas hasil pilkada yang ditujukan untuk menguntungkan pasangan calon gubernur/calon wakil gubernur (cagub/cawagub) tertentu.
Oleh karena itu, sejak awal Bawaslu Malut telah melakukan sejumlah langkah dalam meyikapi indikasi tersebut, di antaranya dengan merekomendasikan kepada KPU Malut untuk mengambil alih pleno rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua pada delapan kecamatan di Kepsul.
Menurut Ketua Bawaslu Malut Sultan Alwan, rekomendasi Bawaslu tersebut dilaksanakan oleh KPU Malut setelah terlebih dahulu menganulir hasil pleno yang sebelumnya dilakukan oleh KPU Kepsul sekaligus menonaktifkan seluruh komisioner KPU di Kabupaten itu.
Namun, KPU Malut ketika memplenokan rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua tetap mengesyahkan data hasil pilkada pada delapan kecamatan yang bermasalah tersebut.
Oleh karena itu, Bawaslu Malut tidak menandatangani berita acara hasil pleno tersebut sekaligus melaporkan tiga komisioner KPU Kepsul dan seluruh Anggota PPK pada delapan kecamatan di Kepsul ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketua KPU Malut Muliyadi Tutupoho mengaku tetap mengesyahkan hasil pilkada Malut putaran kedua di seluruh wilayah Malut, termasuk pada delapan kecamatan di Kepsul yang dianggap bermasalah tersebut dengan mengacu pada aturan yang berlaku serta hasil konsultasi dengan KPU pusat.
Ia menyatakan KPU Malut sudah berupaya mengecek data hasil pilkada putaran kedua pada delapan kecamatan di Kepsul yang dianggap bermasalah tersebut sesuai permintaan Bawaslu dan saksi dari pasangan AGK-Manthab, tetapi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terbentur ketiadaan data pembanding dari saksi dan Bawaslu.
Sesuai ketentuan, yang menjadi acuan dalam melakukan rekapitulasi suara hasil pilkada adalah data yang bersumber dari KPU sebagai penyelenggara pilkada, sedangkan data dari Bawaslu dan saksi pasangan cagub/cawagub hanya sebagai pembanding untuk melakukan pencocokan jika terjadi perbedaan.
"Bagaimana kami bisa mencocokan atau mengecek data pilkada yang ditipe-x itu benar atau tidak kalau dari Bawaslu dan saksi pasangan cagub/cawagub tidak memiliki data pembanding. Seharusnya mereka memiliki data itu, tetapi kenapa sampai tidak ada," katanya.
Terlepas dari benar tidaknya sorotan tersebut, semua pihak di Malut, terutama pendukung pasangan cagub/cawagub Malut diharapakan dapat menahan diri, karena MK pasti akan mengeluarkan keputusan yang seadil-adilnya terkait dengan hasil pilkada Malut putaran kedua tersebut.
Apapun keputusan yang dikeluarkan oleh MK nanti hendaknya diterima dengan jiwa besar dan bagi yang kalah tidak mengekspresikan kekecewaannya dengan melakukan tindakan yang anarkis dan dapat mengganggu kamtibmas, sebailknya pihak yang menang jangan meluapkan kegembiraannya dengan cara-cara yang berlebihan.
Anggota DPD-RI yang juga Sultan Ternate, Mudhafar Sjah mengingatkan bahwa masyarakat Malut pernah mengalami pengalaman pahit saat terjadinya konflik berlatarbelakang agama pada 1999 silam dan pengalaman pahit itu jangan sampai terulang hanya karena pelaksanaan pilkada Malut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013
Sorotan di antaranya datang dari tim pasangan Abdul Gani Kasuba-Muhammad Naser Thaib (AGK-Manthab), pasangan yang kalah pada pilkada Malut putaran kedua tersebut, terutama mengenai independensi KPU dalam melaksanakan kegiatan demokrasi itu.
Tim pasangan yang diusung koalisi PKS dengan sejumlah parpol kecil itu melalui juru bicaranya Dino Umahuk menilai, KPU di Malut, khususnya KPU Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) tidak independen dalam melaksanakan seluruh proses pilkada Malut putaran kedua di daerah itu.
Bukti tidak independennya KPU Kepsul, termasuk seluruh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam pelaksanaan pilkada Malut putaran kedua di antaranya melakukan rekayasa hasil pilkada untuk menguntungkan pasangan Ahmad Hidayat Mus-Hasan Doa (AHM-Doa)
Rekayasa itu terbukti dari adanya formulir hasil perhitungan suara pada delapan kecamatan di Kepsul yang sengaja ditipe-x oleh PPK untuk menghilangkan sebagian perolehan suara pasangan AGK-Manthab.
"Anehnya lagi, KPU Malut saat memplenokan rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua tetap mengesyahkan data hasil pilkada di Kabupaten Kepsul yang ditipe-x tersebut. Tim AGK-Manthab tak menerima semua itu dan menggugatnya ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Tim AHM-Doa meski sesuai hasil pleno KPU Malut ditetapkan sebagai pemenang pada pilkada putaran kedua dengan perolehan suara 50,93 persen, tetap pula menyoroti independensi KPU Malut dalam melaksanakan pilkada Malut putaran kedua, khssusnya di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).
Pasangan yang diusung koalisi Partai Golkar, PDIP, Partai Demokrat, PPP, Hanura, Gerindra dan PKB ini menemukan banyak bukti tidak indepedennya KPU dan PPK di Kabupaten Halsel pada pilkada Malut putaran kedua.
Salah seorang tim AHM-Doa Badarudin Gailea mengungkapkan, pihaknya menemukan ada sekitar 100 formulir data hasil pilkada Malut putaran kedua pada berbagai kecamatan di kabupaten yang menjadi basis utama pasangan AGK-Manthab itu ditipe-x.
Selain itu, mereka memiliki bukti banyaknya pemilih dibawah umur yang sengaja dikerahkan untuk mencoblos pada pilkada Malut putaran kedua dan tetap dibiarkan oleh petugas TPS setempat, padahal sesuai ketentuan hal seperti itu melanggar ketentuan.
Tidak itu saja, sejumlah saksi pasangan AHM-Doa di Kabupaten Halsel diusir, bahkan ada yang sempat dianiaya oleh warga bersama pemerintah setempat, hanya karena memprotes adanya pelanggaran saat berlangsungnya pemungutan suara pilkada putaran kedua di TPS mereka bertugas.
Indikasi Kuat
Bawaslu Malut menilai data hasil pilkada yang ditipe-x tersebut memang menunjukkan indikasi kuat terjadinya rekayasa atas hasil pilkada yang ditujukan untuk menguntungkan pasangan calon gubernur/calon wakil gubernur (cagub/cawagub) tertentu.
Oleh karena itu, sejak awal Bawaslu Malut telah melakukan sejumlah langkah dalam meyikapi indikasi tersebut, di antaranya dengan merekomendasikan kepada KPU Malut untuk mengambil alih pleno rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua pada delapan kecamatan di Kepsul.
Menurut Ketua Bawaslu Malut Sultan Alwan, rekomendasi Bawaslu tersebut dilaksanakan oleh KPU Malut setelah terlebih dahulu menganulir hasil pleno yang sebelumnya dilakukan oleh KPU Kepsul sekaligus menonaktifkan seluruh komisioner KPU di Kabupaten itu.
Namun, KPU Malut ketika memplenokan rekapitulasi suara hasil pilkada Malut putaran kedua tetap mengesyahkan data hasil pilkada pada delapan kecamatan yang bermasalah tersebut.
Oleh karena itu, Bawaslu Malut tidak menandatangani berita acara hasil pleno tersebut sekaligus melaporkan tiga komisioner KPU Kepsul dan seluruh Anggota PPK pada delapan kecamatan di Kepsul ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketua KPU Malut Muliyadi Tutupoho mengaku tetap mengesyahkan hasil pilkada Malut putaran kedua di seluruh wilayah Malut, termasuk pada delapan kecamatan di Kepsul yang dianggap bermasalah tersebut dengan mengacu pada aturan yang berlaku serta hasil konsultasi dengan KPU pusat.
Ia menyatakan KPU Malut sudah berupaya mengecek data hasil pilkada putaran kedua pada delapan kecamatan di Kepsul yang dianggap bermasalah tersebut sesuai permintaan Bawaslu dan saksi dari pasangan AGK-Manthab, tetapi tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terbentur ketiadaan data pembanding dari saksi dan Bawaslu.
Sesuai ketentuan, yang menjadi acuan dalam melakukan rekapitulasi suara hasil pilkada adalah data yang bersumber dari KPU sebagai penyelenggara pilkada, sedangkan data dari Bawaslu dan saksi pasangan cagub/cawagub hanya sebagai pembanding untuk melakukan pencocokan jika terjadi perbedaan.
"Bagaimana kami bisa mencocokan atau mengecek data pilkada yang ditipe-x itu benar atau tidak kalau dari Bawaslu dan saksi pasangan cagub/cawagub tidak memiliki data pembanding. Seharusnya mereka memiliki data itu, tetapi kenapa sampai tidak ada," katanya.
Terlepas dari benar tidaknya sorotan tersebut, semua pihak di Malut, terutama pendukung pasangan cagub/cawagub Malut diharapakan dapat menahan diri, karena MK pasti akan mengeluarkan keputusan yang seadil-adilnya terkait dengan hasil pilkada Malut putaran kedua tersebut.
Apapun keputusan yang dikeluarkan oleh MK nanti hendaknya diterima dengan jiwa besar dan bagi yang kalah tidak mengekspresikan kekecewaannya dengan melakukan tindakan yang anarkis dan dapat mengganggu kamtibmas, sebailknya pihak yang menang jangan meluapkan kegembiraannya dengan cara-cara yang berlebihan.
Anggota DPD-RI yang juga Sultan Ternate, Mudhafar Sjah mengingatkan bahwa masyarakat Malut pernah mengalami pengalaman pahit saat terjadinya konflik berlatarbelakang agama pada 1999 silam dan pengalaman pahit itu jangan sampai terulang hanya karena pelaksanaan pilkada Malut.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013