Pemerintah menjadwalkan penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD pada tahun 2019 dalam satu waktu yang sama.

Dengan demikian satu pemilihan umum (pemilu) pada tahun 2019 itu, tiap rakyat memilih semua secara sekaligus, yakni memilih pasangan presiden dan wakil presiden serta memilih wakil rakyat untuk duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sehubungan dengan hal itu, bulan ini pemerintah menjanjikan menyerahkan draf revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu kepada DPR RI untuk dibahas bersama menjadi satu produk perundang-undangan.

Terdapat tiga UU terkait pemilu yang telah direvisi dan diuji publik oleh pemerintah sebelum diajukan pemerintah kepada DPR RI pada bulan ini, yakni UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Ketiga UU itu direvisi untuk menjadi satu UU yang baru sebagai landasan hukum penyelenggaraan Pemilu 2019.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon meminta pemerintah segera mengirimkan draf RUU yang telah masuk dalam prioritas Program Legislatif Nasional (Prolegnas) 2016 agar memiliki waktu pembahasan yang cukup dan tidak mendadak mendekati momentum penyelenggaraan Pemilu 2019 sehingga produk perundang-undangan yang dihasilkan lebih berkualitas.

Apalagi pada Pemilu 2019, bangsa Indonesia akan memasuki sejarah baru dalam penyelenggaraan kehidupan demokrasi politik berupa pemilu yang berlangsung secara serentak dalam satu waktu untuk memiliki Presiden, Wakil Presiden, serta Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Tahapan penyelenggaraannya harus sudah dimulai pada pertengahan 2017 sehingga pembahasan draf revisi RUU mengenai pemilu sudah harus berjalan sekarang. Fadli Zon menggambarkan secara ideal perangkat pemilu sudah siap 22-25 bulan sebelum pemungutan suara dan saat ini waktu yang tersisa adalah 32 bulan lagi.

Namun jika tidak segera dibahas dan disahkan maka kerja KPU akan terhambat untuk mempersiapkan perangkat turunan dari UU Pemilu.

Mengingat pada tahun depan, Indonesia juga akan menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah secara serentak gelombang kedua di ratusan daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada Februari mendatang, serta berbagai agenda penting nasional lainnya, pembahasan RUU mengenai pemilu sudah harus berjalan pula saat ini.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pada pertengahan bulan ini draf revisi RUU, yang merupakan inisiatif dari pemerintah itu, sudah masuk ke DPR RI dengan menyerahkan daftar inventarisasi masalah dalam draf revisi RUU itu.

Pemerintah juga menjadwalkan paling lambat Maret 2017 UU Pemilu harus sudah selesai, mengingat tahapan pemilu serentak 2019 sudah harus dimulai pada Juli 2017.

                                                                                      Isu Krusial

Pemerintah telah menyiapkan draf revisi RUU mengenai pemilu. Draf ini sudah dibahas dalam rapat koordinasi tingkat menteri. Selain itu juga sudah dilakukan uji publik di sejumlah daerah.

Pada pertengahan Agustus, misalnya, Kementerian Dalam Negeri menggelar uji publik sekaligus meminta masukan dari berbagai kalangan di Kota Malang, Jawa Timur, terkait isi draf RUU tersebut.

Sekretaris Ditjen Politik dan Pemerintahan Kemendagri Budi Prasetyo menyebutkan beberapa hal penting terkait pembahasan draf RUU itu, antara lain sistem pemilu anggota DPR dan DPRD, tahapan pemilu, persyaratan partai politik peserta pemilu, ambang batas parlemen, konversi suara, dan penataan daerah pemilihan.

Selain itu hal yang berkaitan dengan alokasi kursi terhadap daerah otonom baru, pencalonan presiden dan wakil presiden, antisipasi calon tunggal presiden, kampanye pemilu legislatif dan pemilu presiden, jumlah pemilihan di tempat pemilihan suara, surat suara di pemilu presiden hingga peran pemerintah dan pemerintah daerah.

Salah satu yang menjadi bahasan dan mendapat perhatian adalah sistem pemilihan anggota legislatif, apakah menggunakan sistem terbuka atau tertutup dan juga jumlah ambang batas parlemen.

Masalah ambang batas parlemen ini masih menjadi perdebatan panjang. Oleh karena itu, pihaknya ingin mendapat masukan agar pemerintah bisa merumuskan kebijakan yang baik dan tepat.

Sementara pada pekan keempat Agustus, pemerintah menyelenggarakan rapat koordinasi tingkat menteri yang membahas penyelarasan akhir draf RUU itu sebelum dibahas di dalam rapat kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo.

Setidaknya terdapat 13 butir isu krusial dalam penyelenggaraan pemilihan umum mendatang. Beberapa isu krusial terkait masalah-masalah pelaksanaan pemilu yang berpotensi menimbulkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, sengketa pemilu yang harus diantisipasi dengan penguatan peran Badan Pengawas Pemilihan Umum, serta sistem pemilu serentak 2019.

Selain itu tentang pembagian suara, sengketa partai politik, serta persyaratan partai politik yang akan mengajukan calon pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

Bagi partai politik yang telah ikut Pemilu 2014,  misalnya, tidak ada masalah untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, tetapi bagi partai baru yang dibentuk setelah Pemilu 2014 dan yang akan diputuskan oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk keikutsertaan dalam Pemilu 2019, menggunakan instrumen apa untuk mencalonkan presiden dan wakil presidennya? Apa langsung otomatis punya hak untuk mencalonkan?

Dalam inventarisasi potensi masalah penyelenggaraan pemilu serentak 2019, pemerintah juga mengusulkan alternatif antara lain tentang antisipasi calon presiden dan wakil presiden tunggal serta mekanisme kampanye pemilu legislatif bagi calon presiden dan wakil presiden yang diusung lebih dari satu parpol.

Misalnya Presiden Jokowi mencalonkan diri kembali dan dicalonkan oleh sejumlah partai politik, apakah dia harus kampanye di setiap partai pendukungnya untuk pemilihan umum anggota legislatif. Hal itu tidak mungkin, karena juru kampanye tiap partai politik harus mewakili satu partai politik.

Revisi UU Nomor 8 Tahun 2012, UU Nomor 42 Tahun 2008, dan UU Nomor 15 Tahun 2011 menjadi satu draf RUU bertujuan menyederhanakan sistem dan penyelenggaraan Pemilu 2019 yang akan mengondisikan rakyat pemilih secara serentak memilih presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif di tingkat pusat dan daerah.

Pewarta: Budi Setiawanto

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016