Ambon, 1/10 (Antara Maluku) - Direktur Yayasan Pengembangan Alam Raya dan Masyarakat Niaga Ambon Marthin F. Haulussy mengatakan masyarakat Maluku sejak dahulu berinisiatif menghadapi perubahan iklim melalui kearifan lokal.

"Mengatasi bencana yang mengancam keselamatan hidup manusia, sudah dilakukan sejak leluhur lewat kearifan budaya lokal masyarakat adat Maluku," kata Marthin di Ambon, Sabtu.

Menurut dia, warisan kearifan budaya masyarakat adat yang dikenal sebagai aturan adat sasi yang ditegakkan oleh Lembaga Adat Kewang merupakan salah satu unsur dalam pemerintahan negeri (desa adat).

"Sasi adalah larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian lingkungan demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (flora dan fauna) alam tersebut," kata Penerima Piagam Penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan Tahun 2003 ini.

Ia mengatakan mayoritas kepemilikan lahan di Maluku merupakan hak ulayat masyarakat adat. Aturan adat sasi dan lembaga kewang telah diakui sebagai aset global, sehingga penegakan aturan adat sasi secara berkelanjutan merupakan warisan para pendahulu atau leluhur masyarakat adat.

Karena itu, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan pembangunan, termasuk kaum transmigran perlu menghargai warisan kearifan budaya lokal masyarakat Maluku. Sehingga kegiatan pembangunan apapun tidak merusak lingkungan baik di wilayah daratan maupun wilayah laut, lanjutnya.

"Pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota harus memperkuat dan menegakkan warisan kearifan budaya masyarakat adat Maluku, jangan memprioritaskan kepentingan ekonomi dan politik karena akan menimbulkan konflik kepentingan di masa depan," kata Marthin.

Karena itu, menurut dia, dalam kegiatan program pembangunan apapun yang dirancang atau direncanakan, masyarakat adat perlu dilibatkan sebagai subyek bukan obyek, seperti yang terjadi selama ini.

"Kegiatan pembangunan seperti alih fungsi lahan dapat merusak lingkungan, seperti pembalakan liar yang masuk dalam kawasan hutan hak ulayat masyarakat adat, ini sangat merugikan seperti yang terjadi selama ini di pulau Buru dan Seram," tegas Penerima Piagam Tanda Kehormatan Satya Lencana Pembangunan Tahun 2013 ini.

Masyarakat adat dalam menghadapi perubahan iklim saat ini, kata dia, terlihat lemah terutama hak-hak pengelolaan hutan dalam hak ulayat masyarakat adat, apalagi meningkatnya pemanfaatan sumber daya hutan pulau-pulau kecil di Maluku.

"Ini harus menjadi isu penting untuk dikelola secara arif dan bijaksana, karena kekuatan ekonomi kapitalis akan memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap aksistensi kualitas lingkungan dan sumberdaya alam," katanya.

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016