Nusa Dua, 10/10 (Antara Maluku) - Pameran "mural art" atau seni visual jalanan, melalui program dukungan sinergi dari Galeri Nasional Indonesia, meramaikan World Culture Forum (WCF) 2016 dengan menampilkan karya-karya bertajuk Budaya untuk Bumi yang Terbuka, Toleran dan Beragam.

"Pameran mural ini merupakan bentuk partisipasi aktif para seniman mural dengan karya-karya yang mengetengahkan tentang budaya untuk bumi yang terbuka, toleran dan beragam, sejalan dengan tema utama WCF 2016 kali ini," kata Kepala Galeri Nasional Indonesia Tubagus Andre Sukmana di Nusa Dua, Senin.

Mural atau juga dikenal dengan seni visual jalanan yang digelar di Bentara Budaya, Bali, dari tanggal 9 hingga 16 Oktober 2016, menurut dia, adalah salah satu bentuk seni visual yang mengambil tempat di ruang-ruang publik.

Para perupa yang meminati bidang ini telah berkarya cukup lama di Bali, sebagai akulturasi antara seni dengan nilai-nilai urban, perkotaan dan lain sebagainya.

"Perkembangan tersebut memang semakin pesat sejak memasuki era tahun 2000-an," katanya.

Dalam kesempatan pameran itu, ia mengatakan Galeri Nasional Indonesia mengundang empat komunitas perupa mural yang sudah berpengalaman mengembangkan gagasan-gagasannya di ruang publik, khususnya di Bali dan sekitarnya, yaitu Komunitas Jamur, Komunitas Pojok, Komunitas Slinat dan Komunitas Batu Belah (Suklu).

Selain pameran mural, terdapat pameran lukisan karya pelukis maestro Indonesia, dengan tajuk "Take A Closer Look to The National Gallery of Indonesia", yang digelar mulai tanggal 10 hingga 14 Oktober 2016, di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) yang merupakan lokasi sama penyelenggaraan WCF 2016.

Pameran ini, lanjutnya, memajang dua reproduksi (repro) lukisan karya pelukis maestro Indonesia. Lukisan pertama berjudul Kapal dilanda Badai (1851) karya Raden Saleh Syarif Bustaman, sedangkan lukisan kedua berjudul Ibuku (1941) karya Affandi.

Pewarta: Virna P Setyorini

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016