Jakarta, 19/7 (Antara Maluku) - Politikus Partai Golkar Nusron Wahid mendukung kebijakan pemerintah membubarkan dan mencabut status hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena tidak sesuai dengan ideologi Pancasila.

"HTI memang sudah nyata-nyata tidak setuju Pancasila, yang itu dibuktikan dari kegiatan kampanye khilafah dan sistem yang mau dibangun," kata Nusron, di Jakarta, Rabu.

Ia menilai pembubaran ormas HTI oleh pemerintah setelah diterbitkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas memang keputusan yang pahit dan tidak populer. Namun, keputusan itu harus diambil pemerintah dan harus didukung karena apa yang dilakukan pemerintah untuk mengamankan ideologi negara, yakni Pancasila.

Tokoh muda NU yang juga mantan Ketua Umum GP Ansor ini mengatakan, Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa adalah konsensus segenap elemen bangsa yang turut berjuang dengan keringat serta tetesan darah untuk memerdekakan bangsa ini.

Oleh karena itu, lanjut dia, ketika Pancasila sebagai dasar negara dirongrong oleh sebuah organisasi, pemerintah sudah tepat bertindak tegas. Apalagi, yang merongrong itu adalah organisasi trans nasional yang jelas tidak punya andil sama sekali dalam perjuangan bangsa ini.

"HTI bukan ormas yang tumbuh dan besar di Indonesia. Tapi tumbuh di luar. Karena beroperasi di Indonesia, maka diberi nama Hizbut Tahrir Indonesia," ujarnya.

Jadi, lanjut Nusron, Hizbut Tahrir (HT) merupakan organisasi trans nasional yang datang ke Indonesia dengan membawa nilai-nilai yang tidak cocok dengan Indonesia.

"Siapa yang bilang HTI tumbuh dan besar di Indonesia. Dia organisasi asing yang memaksakan tujuan di Indonesia, padahal organisasi itu ditolak di mana-mana. Masak anak-anak kita dibiarkan diracuni pemikiran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan," kata Nusron.

Intinya, tegas Nusron, siapa pun, organisasi apa pun ketika hidup di tanah Indonesia harus mengikuti semua aturan yang diberlakukan. Bukan malah mengkafirkan pemerintah dan menolak ideologi Pancasila.

"Kalau kemudian ada organisasi yang dengan nyata-nyata menolak Pancasila, menuding pemerintah toghut, dan mengkafirkan demokrasi, lalu ketika dibubarkan berteriak-teriak demokrasi dan HAM, itu bagaimana. Apa pemerintah harus diam ketika ada kegentingan dimana ideologi bangsa ini dirongrong," ungkapnya.

Oleh karena itu, Koordinator Pemenangan Pemilu Partai Golkar Wilayah Indonesia I ini mengajak semua pihak untuk mendukung dan melihat secara positif apa yang dilakukan pemerintah ini semata-mata untuk menyelamatkan ideologi Pancasila dari rongrongan sebuah organisasi.


Cabut Status Hukum

Sebelumnya, Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham Freddy Harris mengumumkan pencabutan status badan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mulai tanggal 19 Juli 2017.

Freddy Harris menjelaskan bahwa Kemenkumham memiliki kewenangan legal administratif dalam aturan pengesahan perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan (ormas).

Tindakan tegas diberikan kepada perkumpulan/ormas yang melakukan upaya atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kehidupan ideologi Pancasila dan hukum NKRI.

Pemerintah juga meyakinkan pencabutan SK Badan Hukum HTI bukanlah keputusan sepihak, melainkan hasil dari sinergi badan pemerintah. 

"Yang berada di ranah politik, hukum, dan keamanan," katanya.

Freddy Harris menjelaskan bahwa pemerintah juga menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan berpendapat. Salah satunya adalah dengan mempermudah proses pengesahan badan hukum perkumpulan/ormas.

Hal itu dengan catatan setelah perkumpulan/ormas disahkan melalui SK maka perkumpulan/ormas wajib untuk mengikuti aturan hukum yang berlaku dan tetap berada di koridor hukum.

"Khususnya tidak berseberangan dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia," kata Freddy Harris.

Freddy Harris menjelaskan khusus untuk HTI, walaupun dalam AD/ART mencantumkan Pancasila sebagai ideologi untuk badan hukum perkumpulannya, namun dalam fakta di lapangan, kegiatan dan aktivitas HTI banyak yang bertentangan dengan Pancasila dan jiwa NKRI.

"Mereka mengingkari AD/ART sendiri, serta dengan adanya masukan dari instansi terkait lainnya, maka ha-hal tersebut juga menjadi pertimbangan pencabutan SK Badan Hukum HTI," kata Freddy Harris.

Menanggapi hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai pencabutan badan hukum yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) merupakan bentuk kesewenang-wenangan.

"Penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas saja sudah merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah karena menghapus proses pengadilan dalam menghadapi ormas yang dinilai melakukan pelanggaran. Dengan mencabut badan hukum HTI, maka pemerintah melakukan dobel kesewenang-wenangan," kata juru bicara HTI Ismail Yusanto ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pencabutan status badan hukum menurut Perppu yang baru saja diterbitkan itu adalah sebuah sanksi administratif setelah lebih dulu dilakukan penerbitan surat peringatan atas pelanggaran yang dilakukan oleh ormas.

"Hingga hari ini, kami belum pernah menerima surat peringatan sehingga tidak jelas pelanggaran apa yang kami dilakukan," kata Ismail.

Kemudian, lanjut dia, pemerintah tiba-tiba mencabut status hukum HTI.   

"Inilah yang kita sebut kesewenang-wenangan. Jadi pemerintah dengan pencabutan status hukum ini telah melakukan double kesewenang-wenangan. Pertama menerbitkan Perppu itu sendiri, kedua dengan pencabutan status hukum ini," ujarnya. 

Terkait pencabutan status hukum HTI, kata dia, pihaknya akan melakukan kajian terlebih dahulu keputusan Menkumham seperti apa.

"Yang baru kita dengarkan konferensi pers tentang keputusan pencabutan status hukum," kata Ismail.

Karena HTI belum melihat isi keputusan pencabutan badan hukum itu secara langsung, menurut Ismail, pihaknya akan terlebih dahulu mengkaji isi keputusan dan berkonsultasi dengan penasihat hukum untuk menentukan langkah apa yang akan diambil.

"Kita akan mengkaji keputusannya seperti apa, melakukan konsultasi dengan penasihat hukum kita Yusril Ihza Mahendra. Yang pasti HTI tidak akan tinggal diam, HTI akan melakukan upaya hukum," ujarnya.

Pewarta: Syaiful Hakim

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017