Ambon, 11/4 (Antaranews Maluku) - Jauhar Usemahu (44), mantan kepala unit Bank Rakyat Indonesia di Amahi, Kabupaten Maluku Tengah yang menjadi terdakwa dugaan korupsi dana bank antara tahun 2016 hingga 2017 mulai menjalani persidangan di Pengadilan tipikor Ambon.

Ketua majelis hakim, Jimmy Wally didampingi Hery Leliantono bersama Bernard Panjaitan selaku hakim anggota membuka persidangan di Ambon, Selasa, dengan agenda mendengarkan pembacaan dakwaan JPU Kejari Malteng, Rian Lopulalan dan Sinurat.

Dalam dakwaannya JPU menjelaskan, terdakwa Jauhar alias Jo ditahan sejak 19 Maret 2017 lalu karena dugaan korupsi dana bank yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar lebih.

Menurut JPU, BRI unit Amahai didirikan sejak tahun 1987 dan mendapat penyertaan modal pemerintah sebesar Rp19 juta.

Kemudian ada penyesuaian bentuk hukum BRI menjadi perseroan terbatas dan modal persero berasal dari kekayaan negara yang tertanam dalam bank serta kekayaan lain sesuai ketentuan yang berlaku.

Sehingga sumber keuangan bank sampai dengan posisi 13 Maret 2017 mencapai Rp1,649 miliar sesuai vaut balance sesuai tanggal, bulan, dan tahun yang telah disebutkan tadi.

Jumlah ini diperoleh dari hasil transaksi dengan nasabah yang mana pada posisi Jumat, (10/3) 2017 uang yang tercatat pada vaut balance senilai Rp1,153 miliar karena didapat dari hasil transaksi nasabah berupa pembayaran kredit, transfer, serta setoran tunai.

JPU mengatakan, sesuai SOP pengambilan uang pada bank BRI unit yang ditetapkan PT. BRI (Persero) Tbk Jakarta adalah kunci brankas dipegang oleh teller atau kasir, sedangkan kunci kombinasi dipegang kepala unit.

Selanjutnya untuk penarikan awal, teller atau kasir meminta kebutuhan uang untuk dana operasional bank dengan membuat kwitansi penarikan uang kemudian divalidasi dan disetujui oleh kepala unit.

Untuk awal hari, kepala unit bersama teller membuka brankas, dimana kepala unit memegang kunci kombinasi berupa angka-angka dan setelah itu teller memasukkan kunci brankas untuk membuka pintunya agar uang bisa diambil.

Selanjutnya dilakukan penghitungan uang oleh teller disaksikan kepala unit dan mencatatnya di buku register uang kemudian melakukan validasi dan transaksi pembukaan untuk kegiatan operasional harian.

Kemudian sesuai SOP batas penyimpanan di BRI unit Amahai sebesar Rp800 juta, dan kalau ada kelebihan kas induk maka harus melapor dengan membuat surat penyetoran kelebihan kas, lalu uang tersebut diantar oleh salah satu pegawai BRI, Satpam dan petugas kepolisian yang bertugas di Kantor BRI.

"Sejak terdakwa bertugas sebagai kepala unit BRI di Amahai, kunci cadangan brankas yang seharusnya tersimpan di BRI Cabang Masohi berada unit sehingga dia dengan leluasa mengambil uang di brankas," jelas JPU.

Uang yang diambil terdakwa bervariasi antara Rp35 juta hingga Rp40 juta dengan alasan untuk uang operasional sesuai SOP, nantinya pada pengambilan kedua dan ketiga, terdakwa mengambil uang melebihi apa yang diminta oleh teller.

"Misalnya penarikan uang pada kasa induk sebesar Rp20 juta, terdakwa mengambilnya lebih Rp10 juta," tandas JPU.

Terdakwa juga mengelabui petugas resident auditor dari Kantor BRI Cabang Masohi dengan cara membuat penarikan tanpa menyetor uang kepada teller sehingga dianggap fiktif, melakukan pembukuan tambahan kas teller tanpa disertai adanya uang tunai atau yang sebenarnya.

Cara ini dilakukan agar pada saat pengecekan fisik dengan vault balance keduanya sesuai, sehingga tim audit tidak menemukan adanya penyelewengan uang yang telah dilakukan terdakwa.

Contohnya uang pada kas induk ada Rp500 juta dan tercatat pada register uang, namun terdakwa mengambil uang tanpa diketahui teller sebesar Rp400 juta dan tidak tercatat pada buku register termasuk uang sisa di kas induk Rp100 juta.

Untuk mengelabui petugas audit, terdakwa melakukan transaksi pengambilan uang tersebut pada transaksi awal hari, dimana terdakwa melakukan penarikan fiktif uang sebesar Rp400 juta, namun fisik uangnya tidak diserahkan terdakwa.

Terdakwa juga meniru atau memalsukan tanda tangan teller untuk penarikan uang kas dimaksud di dalam slip penarikan fiktif sehingga menimbulkan kerugian Rp1,544 miliar.

Perbuatan terdakwa diancam melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai dakwaan primair.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018