Ambon, 27/9 (Antaranews Maluku) - Dewan Pers menyatakan indeks kemerdekaan pers menunjukkan tingkat pemahaman dan penerapan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) di kalangan wartawan Indonesia masih belum maksimal.

Hal tersebut disampaikan oleh Ratna Komala dari Dewan Pers dalam lokakarya "Penguatan dan Pemberdayaan Ekosistem Pers Melalui Ketersediaan Infrastruktur Telekomunikasi dan Informasi", di Ambon, Kamis.

"Hasil penelitian tentang indeks kemerdekaan pers di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan penerapan KEJ di kalangan wartawan masih berada di tingkat sedang," katanya.

Ratna yang juga Ketua Komunikasi, Penelitian, Pendidikan dan Ratifikasi Perusahaan Pers di Dewan Pers mengatakan fakta tersebut merupakan hasil penelitian berupa survei yang dilakukan oleh pihaknya bekerja sama dengan London School of Public Relation pada 2016-2017.

Survei itu menggunakan beberapa variabel sebagai pengukur dan pembanding, di antaranya adalah dari sisi ekonomi yang berkaitan dengan jumlah iklan sebagai pemasukan, kemudian politik dan hukum.

"Survei indeks kemerdekaan pers ini kami lakukan dengan menggunakan beberapa variabel, ada yang memang dari variabel ekonomi masih rendah, tapi dari segi politik independen, begitu pun sebaliknya," katanya.

Belum maksimalnya penerapan dan pemahaman KEJ di kalangan wartawan juga sejalan dengan fakta tingginya jumlah laporan kasus pelanggaran etika jurnalistik yang masuk ke Dewan Pers. Data selama tahun 2017 menunjukkan jumlah angka pengaduan pers terkait pelanggaran KEJ di atas angka 500 kasus.

Melihat fakta-fakta yang ada, Dewan Pers, kata Ratna, kembali melakukan survei pada 2018 untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kecenderungan sikap wartawan, pengetahuan dan pemahaman terhadap KEJ dalam menjalankan profesinya.

"500 kasus itu tinggi sekali. Di negara-negara seperti Finlandia dan lainnya, hampir tidak ada kasus-kasus pers yang berkaitan dengan pelanggaran KEJ," ujarnya.

Ia mengatakan berdasarkan data Dewan Pers pada 2017, sedikitnya ada 2.000 media cetak di Indonesia, 523 media televisi dan 674 media radio. Sedangkan untuk media online ada sekitar 43.400 media tapi hanya 200 yang terdata.

Dari data tersebut, tidak semua media massa memenuhi standar sebuah perusahaan pers dan standar perlindungan terhadap wartawan, sebagian bahkan menunjukkan praktik "media abal-abal" dengan melakukan pemerasan kepada pejabat daerah, dan ada yang hanya digunakan untuk menghasilkan informasi hoax atau berita palsu kepada masyarakat.

Guna memperkuat dan mereposisi media-media arus utama untuk menghasilkan berita-berita yang berkualitas, terverifikasi dan bertanggungjawab, pihaknya menggencarkan verifikasi secara administrasi dan faktual perusahaan-perusahaan pers di Indonesia.

Landasan hukum yang digunakan untuk pelaksanaan verifikasi perusahaan pers adalah Piagam Palembang yang diterbitkan pada 9 Februari 2010, yang mana isinya menyatakan bahwa standar perusahaan pers harus sesuai peraturan yang ditetapkan oleh Dewan Pers, yakni berbadan hukum dan mengantongi surat dari Kementerian Hukum dan HAM.

Perusahaan pers juga diwajibkan menegakkan KEJ, mengikutsertakan jurnalisnya dalam uji kompetensi wartawan untuk mendapatkan sertifikat, dan mencantumkan logo verifikasi perusahaan pers.

"Kemerdekaan pers harus sejalan dengan profesionalisme perusahaan pers. Legal standing verifikasi perusahaan pers adalah Piagam Palembang yang ditandatangani oleh 17 perwakilan media massa di Indonesia," tandas Ratna.

Lokakarya "Penguatan dan Pemberdayaan Ekosistem Pers Melalui Ketersediaan Infrastruktur Telekomunikasi dan Informasi" merupakan kegiatan kerja sama antara Dewan Pers dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Selain Ratna Komala, kegiatan itu juga menghadirkan Said Lestaluhu (akademisi dari Universitas Pattimura) dan Nasri Dumula (pemimpin redaksi Harian Ambon Ekspres) sebagai narasumber, serta John Nikita Sahusilawane (kepala biro Perum LKBN Antara Maluku) sebagai moderator.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018