Ambon, 2/10 (Antaranews Maluku) - Komunitas Bela Indonesia (KBI) melatih puluhan pemuda dari berbagai kalangan di Kota Ambon untuk menjadi juru bicara Pancasila, guna bisa mengampanyekan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan pemersatu keragaman di Indonesia.
Mila Muzakkar dari KBI Pusat, di Ambon, Senin, mengatakan, pelatihan digelar pada 28 September - 1 Oktober 2018, sedikitnya ada 37 orang pemuda dari beragam komunitas, organisasi, pergerakan dan institusi dengan latar belakang beragam turut berpartisipasi di pelatihan yang juga dilaksanakan di 25 Kota lainnya di Indonesia.
Pelatihan Juru Bicara Pancasila dilaksanakan, karena saat ini nilai-nilai moral Pancasila yang menyatukan keragaman agama dan etnis sudah mulai terkikis dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, sehingga perlu dikampanyekan kembali.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa dalam 13 tahun terakhir dukungan terhadap Pancasila menurun sekitar 10 persen, dan dukungan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bersyariah naik sebanyak sembilan persen.
"Melihat fakta-fakta yang ada, kami dari KBI merasa Pancasila perlu dikampanyekan lagi kepada masyarakat, karena itu kami melatih juru bicara Pancasila di beberapa tempat, sehingga nantinya mereka juga bisa melakukannya di daerah masing-masing," katanya.
Ambon, menurut dia, merupakan kota keempat yang menjadi tempat pelaksananaan Pelatihan Juru Bicara Pancasila, pelaksanaanya pun dilakukan secara serempak dengan Palangkaraya.
"Setelah dari Ambon, kami akan ke Aceh," ujar Mila.
Peserta Juru Bicara Pancasila di Ambon diajari berbagai metode mempromosikan dan mengampanyekan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan pemersatu keragaman yang kekinian, baik melalui dialog langsung, maupun via tulisan atau narasi kreatif, hingga foto dan video yang bisa dimuat di masing-masing media sosial.
Selain dilatih, para peserta juga diminta untuk membuat program Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang berkaitan dengan isu anti-terorisme, pengembangan toleransi, penguatan kelompok toleran dan pengelolaan keberagaman untuk diaplikasikan di Kota Ambon.
Moh. Shofan yang merupakan peneliti di Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina dan juga pelatih pendidikan karakter,? kemudian Fahd Pahdepie, seorang penulis, pembicara publik, pegiat kretivitas dan konsultan, serta Erick Gafar, pakar literasi digital dari ICT Watch dihadirkan sebagai narasumber dan pelatih.
Masing-masing pelatih mengangkat isu yang berbeda-beda untuk dibahas oleh peserta.
Moh. Shofan misalnya, ia banyak membahas isu argumen agama untuk toleransi dan anti-terorisme. Ia juga memaparkan ayat-ayat Alquran yang sering digunakan oleh para ekstremis dan radikal guna membenarkan tindakan mereka.
Fahd Pahdepie melatih para peserta untuk menulis dan berpikir kreatif, serta mengajari teknik berdebat dengan menggunakan teori Six Thinking Hats (enam topi berpikir) Edward de Bono.
Sedangkan Erick Gafar lebih banyak mengajarkan teknik literasi digital, seperti membuat konten foto, video, meme dan tagar yang menggugah dan bisa disukai oleh banyak orang ketika disebarkan di media sosial.
Erick juga membagikan tips agar konten muatan di media sosial bisa tersebar luas atau viral dan menjadi "tranding topic", salah satunya adalah dengan memilih waktu yang tepat sebelum dimuat di media sosial.
Salah seorang peserta, Tiara Salampessy yang merupakan jurnalis mengaku melalui Pelatihan Juru Bicara Pancasila, dirinya belajar memikirkan dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah dan keresahan masyarakat yang berkaitan dengan aksi-aksi intoleran, gerakan radikalisme dan terorisme.
"Sangat berguna karena belakangan ini kita sudah mulai lupa pentingnya nilai-nilai Pancasila. Di sini saya bertemu banyak teman dari berbagai komunitas dengan latar belakang yang beragam tapi satu tujuan menyuarakan kembali nilai-nilai Pancasila," ujarnya.
Peserta lainnya, James Pakniany, dosen di Institut Agama Kristen Negeri Ambon mengatakan Pancasila bukanlah sekedar ideologi bangsa, tapi fondasi besar Indonesia yang menyatukan setiap keragaman identitas masyarakatnya.
"Damai perlu terus dirawat sehingga tidak terkena virus kekerasan, intoleransi, radikalisme dan terorisme," tandas James.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
Mila Muzakkar dari KBI Pusat, di Ambon, Senin, mengatakan, pelatihan digelar pada 28 September - 1 Oktober 2018, sedikitnya ada 37 orang pemuda dari beragam komunitas, organisasi, pergerakan dan institusi dengan latar belakang beragam turut berpartisipasi di pelatihan yang juga dilaksanakan di 25 Kota lainnya di Indonesia.
Pelatihan Juru Bicara Pancasila dilaksanakan, karena saat ini nilai-nilai moral Pancasila yang menyatukan keragaman agama dan etnis sudah mulai terkikis dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, sehingga perlu dikampanyekan kembali.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan bahwa dalam 13 tahun terakhir dukungan terhadap Pancasila menurun sekitar 10 persen, dan dukungan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bersyariah naik sebanyak sembilan persen.
"Melihat fakta-fakta yang ada, kami dari KBI merasa Pancasila perlu dikampanyekan lagi kepada masyarakat, karena itu kami melatih juru bicara Pancasila di beberapa tempat, sehingga nantinya mereka juga bisa melakukannya di daerah masing-masing," katanya.
Ambon, menurut dia, merupakan kota keempat yang menjadi tempat pelaksananaan Pelatihan Juru Bicara Pancasila, pelaksanaanya pun dilakukan secara serempak dengan Palangkaraya.
"Setelah dari Ambon, kami akan ke Aceh," ujar Mila.
Peserta Juru Bicara Pancasila di Ambon diajari berbagai metode mempromosikan dan mengampanyekan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan pemersatu keragaman yang kekinian, baik melalui dialog langsung, maupun via tulisan atau narasi kreatif, hingga foto dan video yang bisa dimuat di masing-masing media sosial.
Selain dilatih, para peserta juga diminta untuk membuat program Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang berkaitan dengan isu anti-terorisme, pengembangan toleransi, penguatan kelompok toleran dan pengelolaan keberagaman untuk diaplikasikan di Kota Ambon.
Moh. Shofan yang merupakan peneliti di Pusat Studi Agama dan Demokrasi (Pusad) Paramadina dan juga pelatih pendidikan karakter,? kemudian Fahd Pahdepie, seorang penulis, pembicara publik, pegiat kretivitas dan konsultan, serta Erick Gafar, pakar literasi digital dari ICT Watch dihadirkan sebagai narasumber dan pelatih.
Masing-masing pelatih mengangkat isu yang berbeda-beda untuk dibahas oleh peserta.
Moh. Shofan misalnya, ia banyak membahas isu argumen agama untuk toleransi dan anti-terorisme. Ia juga memaparkan ayat-ayat Alquran yang sering digunakan oleh para ekstremis dan radikal guna membenarkan tindakan mereka.
Fahd Pahdepie melatih para peserta untuk menulis dan berpikir kreatif, serta mengajari teknik berdebat dengan menggunakan teori Six Thinking Hats (enam topi berpikir) Edward de Bono.
Sedangkan Erick Gafar lebih banyak mengajarkan teknik literasi digital, seperti membuat konten foto, video, meme dan tagar yang menggugah dan bisa disukai oleh banyak orang ketika disebarkan di media sosial.
Erick juga membagikan tips agar konten muatan di media sosial bisa tersebar luas atau viral dan menjadi "tranding topic", salah satunya adalah dengan memilih waktu yang tepat sebelum dimuat di media sosial.
Salah seorang peserta, Tiara Salampessy yang merupakan jurnalis mengaku melalui Pelatihan Juru Bicara Pancasila, dirinya belajar memikirkan dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah dan keresahan masyarakat yang berkaitan dengan aksi-aksi intoleran, gerakan radikalisme dan terorisme.
"Sangat berguna karena belakangan ini kita sudah mulai lupa pentingnya nilai-nilai Pancasila. Di sini saya bertemu banyak teman dari berbagai komunitas dengan latar belakang yang beragam tapi satu tujuan menyuarakan kembali nilai-nilai Pancasila," ujarnya.
Peserta lainnya, James Pakniany, dosen di Institut Agama Kristen Negeri Ambon mengatakan Pancasila bukanlah sekedar ideologi bangsa, tapi fondasi besar Indonesia yang menyatukan setiap keragaman identitas masyarakatnya.
"Damai perlu terus dirawat sehingga tidak terkena virus kekerasan, intoleransi, radikalisme dan terorisme," tandas James.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018