Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku dinilai telah melakukan pelanggaran berat terhadap pelaksanaan demokrasi di kawasan perbatasan karena tidak bisa menyelenggarakan pemilu serentak 2019 sesuai waktu yang ditentukan.

"Situasi seperti ini bisa memicu instabilitas yang muncul bukan dari masyarakat, namun akibat ketidakmampuan KPU sebagai penyelenggara dan koordinasi dengan pemda," kata fungsionaris DPP Partai Golkar Maluku, Dharma Oratmangun yang dihubungi dari Ambon, Kamis.

Dia juga menegaskan, KPU provinsi Maluku juga terkesan tidak profesional dan sudah menipu masyarakat di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) karena janjinya  sebelum 5 April 2019, seluruh surat suara yang baru telah didistribusikan menggantikan yang rusak tetapi faktanya nol besar.

Penyelenggara justeru mempertontonkan ketidak-siapan dalam hal menyelenggarakan pemilu itu sendiri dan rakyat yang harus dilayani sebaliknya dibuat panik.

Sehingga tingkat partisipasi pemilih menurun hampir 50 persen untuk dua kecamatan yang terlambat atau belum melaksanakan pencoblosan hingga saat ini, dilihat dari sisa kertas suara.

Kondisi ini betul-betul memberikan suatu cerminan kasat mata bahwa lembaga penyelenggara dalam hal ini KPU Maluku yang diangkat sumpah untuk melaksanakan kegiatan ini kerjanya sangat tidak antisipatif dan sangat tidak siap, maka Bawaslu semestinya langsung memberikan teguran atau sanksi kepada KPU.

Ada 19 ribu surat suara yang dinyatakan rusak dan seharusnya diantisipasi minimal pada H-10 maka perlu dicetak lebih cepat agar distribusinya juga cepat sampai di TPS.

kemudian kendala yang ada ini, karena logistik pemilu masuk pada H-1 lalu tidak diantisipasi dengan petugas yang melipat dan menyortir, lalu KPU juga tidak berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain untuk melakukan pelipatan.

Desk pilkada KKT itu hampir mencapai 300-an tetapi tidak dilibatkan dalam melipat dan menyortir surat suara, namun ASN yang jalan ke desa-desa melakukan intervensi politik memenangkan calon-calon tertentu.

Dikatakan, KKT merupakan daerah kepulauan berarti logistik itu dicetak dan kirim lebih cepat kemudian diperiksa, bila perlu carter pesawat  dan tenaga lipat kurang maka harus disiapkan.

"Saya sendiri mendatangi petugas polres mendesak KPU segera membuat pernyataan resmi ada pencobosan atau tidak, tetapi tidak dilakukan dan baru terealisasi satu jam kemudian di dalam kota Saumlaki, ibu kota KKT," ujarnya.

Jadi kualitas penyelenggaraan pemilu sangat amburadul dan kalau penyelenggara melakukan pelanggaran terhadap hakekat demokrasi seperti ini lalu fungsinya bagaimana.

"Apakah kami para caleg ini harus dirugikan dengan pola kerja seperti ini, karena belum ada perolehan suara dan menurunnya tingkat partisipasi masyarakat

Kemarin yang tidak bisa memilih karena sudah menjelang malam hari, padahal mereka hanya membawa KTP akibat tidak ada surat undangan atau formulir C-6 sehingga penyelenggara pemilu diprotes mengingat hal ini berpengaruh terhadap sistem pembagian jumlah kursi di legislatif.


 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019