Komisi A DPRD Maluku minta Badan Pemeriksa Keuangan(BPK)  RI Perwakilan Provinsi Maluku untuk tidak membangun opini di tengah masyarakat bahwa telah terjadi kekeliruan lembaga legislatif terhadap alokasi dana hibah sebesar  Rp700 miliar.

"Dana hibah itu belum dilaporkan, dana hibah yang mana. Kalau dana hibah untuk pembangunan rumah ibadah, nanti itu panitianya yang memberikan laporan," kata Ketua komisi A DPRD Maluku, Melkias Frans di Ambon, Jumat.

BPK RI Perwakilan Provinsi Maluku sebelumnya menyatakan kalau pengelolaan belanja hibah pada Pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku kurang memadai.

Sehingga menjadi salah satu penyebab Pemprov Maluku mendapatkan raport merah karena hanya mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)  terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Maluku Tahun Anggaran 2018.

Sementara kalau dana hibah yang nilainya Rp700 miliar itu harus diklarifikasi, bahwa Rp400 miliar itu wajib untuk kepentingan Pilkada Maluku.

"Itu merupakan dana hibah untuk Polda dan Kodam XVI/Pattimura dari sisi pengamanan, dan KPU serta Bawaslu untuk penyelenggaraan," tandasnya.

Kemudian ada sekitar Rp20 miliar hingga Rp40 miliar yang dihibahkan untuk pelaksanaan Pesparani.

"Jadi jangan seakan-akan membentuk opini masyarakat, bahwa kita (DPRD) hibah dengan dana yang sedemikian besar karena itu keliru," tegasnya.

Ketua DPRD Maluku, Edwin Huwae  dalam sambutannya saat rapat paripurna istimewa dalam rangka penyerahan LHP atas LKPD provinsi tahun anggaran 2018 seharus mengklarifikasi, namun sayangnya hal itu tidak dilakukan.


"Harus ada klarifikasi dari lembaga ini lewat Ketua DPRD agar publik tidak melihat bahwa kita membahas sesuatu yang diluar kemampuan kas daerah," ujar Melkias.

Dia mengaku, daerah tidak mampu untuk mengalokasikan anggaran sebanyak itu. Namun, dipaksakan dengan aturan, untuk wajib mengalokasikan anggaran.


 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019