Skema pembiayaan para tenaga pendamping lokal desa di Maluku, khususnya di wilayah yang masuk kategori tertinggal, terdepan dan terluar(3T) selama ini dinilai DPRD provinsi terlalu rendah sehingga dimintakan kepada pemerintah untuk ditingkatkan.
"Kalau melihat kondisi riil pendamping lokal desa sekarang, tentu dana operasionalnya tidak cukup karena berkisar antara Rp423.000 hingga Rp627.000 dan mestinya diperhitungkan sesuai dengan kondisi riil di Maluku," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Ruslan Hurasan di Ambon, Senin.
Dia mengatakan kecilnya skema pembiayaan para tenaga pendamping lokal desa ini membuat komisi meminta pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk dilakukan evaluasi, dan usulan ini disampaikan saat komisi melakukan agenda penyampaian aspirasi di kementerian.
Menurut dia, yang disampaikan Komisi IV DPRD Maluku di Kementerian PDTT adalah melakukan evaluasi manajemen pendampingan, dan diusulkan perlunya mempertimbangkan kembali skema pembiayaan bagi pendamping desa dan pendamping lokal desa dengan melakukan pendekatan gugus pulau pada daerah 3T.
Komisi juga meminta Kementerian PDTT terkait upaya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam mengelola dana desa.
"Dari 1.198 desa yang tersebar di sembilan kabupaten dan dua kota di Maluku, terdapat 623 desa aktif dengan pendamping lokal desa sehingga dengan target satu desa satu tenaga pendamping tentunya masih kurang," ujarnya.
Karena itu komisi minta supaya Kementerian PDTT menambah kuota pendamping desa dan pendamping lokal desa bagi Maluku dengan menggunakan pola pendekatan gugus pulau.
"Kami juga meminta untuk dilakukan penghitungan kembali terkait dengan skema pendukung operasional pendamping lokal desa dengan pendekatan gugus pulau, misalnya daerah terluar di Kabupaten Maluku Barat Daya dan Kabupaten Kepulauan Aru, kalau dilihat skema pembiayaan operasional yang hanya Rp420 ribu tentunya tidak mencukupi," ujarnya.
Karena itu, katanya, komisi minta diperhitungkan kembali dengan anggaran Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta, sehingga menjadi stimulus bagi peningkatan peran pendamping di wilayah terluar.
Komisi juga mengusulkan dilakukan evaluasi terhadap metode pendampingan serta peningkatan kapasitas aparatur desa dan pengurus badan usaha milik desa
"Kami mendorong itu supaya target dari 479 desa sangat tertinggal di Maluku pada 2020 minimal menurun antara 200 hingga 150 desa," kata Hurasan.
Untuk mencapai target itu maka manajemen pendampingan desa harus ditingkatkan, peningkatan kapasitas aparatur desa juga demikian.
"Dari komunikasi kami dengan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, pemerintah sangat merespons karena mereka tahu betul masalah seperti ini tetapi Dinas PMD harus menyiapkan data terkait kondisi geografis gugus pulau daerah terluar seperti apa, pendamping lokal desa, skema operasioanl pembiayaan bagaimana hingga besaran anggaran peningkatan kapasitas aparatur desa di wilayah terluar," kata Hurasan.
Untuk itu komisi mengundang Dinas PMD untuk membahas penyiapan data yang diminta Kemendes PDTT.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Kalau melihat kondisi riil pendamping lokal desa sekarang, tentu dana operasionalnya tidak cukup karena berkisar antara Rp423.000 hingga Rp627.000 dan mestinya diperhitungkan sesuai dengan kondisi riil di Maluku," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Ruslan Hurasan di Ambon, Senin.
Dia mengatakan kecilnya skema pembiayaan para tenaga pendamping lokal desa ini membuat komisi meminta pihak Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk dilakukan evaluasi, dan usulan ini disampaikan saat komisi melakukan agenda penyampaian aspirasi di kementerian.
Menurut dia, yang disampaikan Komisi IV DPRD Maluku di Kementerian PDTT adalah melakukan evaluasi manajemen pendampingan, dan diusulkan perlunya mempertimbangkan kembali skema pembiayaan bagi pendamping desa dan pendamping lokal desa dengan melakukan pendekatan gugus pulau pada daerah 3T.
Komisi juga meminta Kementerian PDTT terkait upaya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam mengelola dana desa.
"Dari 1.198 desa yang tersebar di sembilan kabupaten dan dua kota di Maluku, terdapat 623 desa aktif dengan pendamping lokal desa sehingga dengan target satu desa satu tenaga pendamping tentunya masih kurang," ujarnya.
Karena itu komisi minta supaya Kementerian PDTT menambah kuota pendamping desa dan pendamping lokal desa bagi Maluku dengan menggunakan pola pendekatan gugus pulau.
"Kami juga meminta untuk dilakukan penghitungan kembali terkait dengan skema pendukung operasional pendamping lokal desa dengan pendekatan gugus pulau, misalnya daerah terluar di Kabupaten Maluku Barat Daya dan Kabupaten Kepulauan Aru, kalau dilihat skema pembiayaan operasional yang hanya Rp420 ribu tentunya tidak mencukupi," ujarnya.
Karena itu, katanya, komisi minta diperhitungkan kembali dengan anggaran Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta, sehingga menjadi stimulus bagi peningkatan peran pendamping di wilayah terluar.
Komisi juga mengusulkan dilakukan evaluasi terhadap metode pendampingan serta peningkatan kapasitas aparatur desa dan pengurus badan usaha milik desa
"Kami mendorong itu supaya target dari 479 desa sangat tertinggal di Maluku pada 2020 minimal menurun antara 200 hingga 150 desa," kata Hurasan.
Untuk mencapai target itu maka manajemen pendampingan desa harus ditingkatkan, peningkatan kapasitas aparatur desa juga demikian.
"Dari komunikasi kami dengan Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, pemerintah sangat merespons karena mereka tahu betul masalah seperti ini tetapi Dinas PMD harus menyiapkan data terkait kondisi geografis gugus pulau daerah terluar seperti apa, pendamping lokal desa, skema operasioanl pembiayaan bagaimana hingga besaran anggaran peningkatan kapasitas aparatur desa di wilayah terluar," kata Hurasan.
Untuk itu komisi mengundang Dinas PMD untuk membahas penyiapan data yang diminta Kemendes PDTT.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019