Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Maluku Mercy Chriesty Barends menolak wacana "pengasingan" para eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anggota ISIS di Pulau Buru, Provinsi Maluku yang dilontarkan pengamat militer dan pertahanan, Prof. Salim Said.

"Penyataan sekaligus wacana yang disampaikan Prof Salim Said sangat konyol dan tidak relevan serta bertolak belakang dengan kenyataan saat ini di  Pulau Buru ," katanya yang dikonfirmasi, Selasa.

Mercy yang juga Anggota Komisi VII DPR-RI, meminta semua pihak untuk tidak lagi mengungkit sejarah Pulau Buru sebagai tempat pembuangan para eks tahanan politik (Tapol) dan narapidana Politik (Napol) di zaman Orde baru, karena dampaknya selain menguak "luka lama" juga berpengaruh terhadap citra Pulau Buru yang kini merupakan salah satu wilayah subur dan menjadi lumbung pangan di provinsi Maluku.

"Kondisi Pulau Buru dengan luas 9.505 kilometer persegi tersebut saat ini berbanding terbalik dengan masa lampau. Tidak ada lagi bekas Tapol-Napol yang tersisa. Pulau Buru sudah menjadi daerah penyangga pangan untuk Provinsi Maluku," tegasnya.

Kendati hanya sekedar wacana dan dicontohkan oleh Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan) itu, namun menurut Mercy, penyataan tersebut telah menuai protes dari kelompok masyarakat di Maluku.

Sejak video talk show Prof Salim Said tentang ISIS pada salah satu stasiun TV itu beredar, telah memicu aksi protes dari masyarakat Maluku secara luas.

"Sejak tadi pagi saya banyak menerima telepon dari teman baik di Pulau Buru bahkan Maluku secara umum. Mereka marah dan menyatakan menolak keras wacana WNI eks ISIS dibuang di Pulau Buru," tandasnya.

Dia menandaskan, biarlah sejarah mencatat Pulau Buru sebagai tempat pembuangan eks Tapol-Napol PKI. Tapi bukan berarti daerah ini dicap juga sebagai tempat pengasingan orang-orang dengan paham radikal. Sebagai anak Maluku dan anggota DPR RI saya menolak wacana tersebut," tegas Mercy.

Politisi PDI-P ini menyatakan usulan atau wacana tersebut berdampak sangat mengganggu eksistensi dan psikologi masyarakat Maluku sebagai daerah pascakonflik 1999, dan saat ini telah berkembang sebagai salah satu pusat laboratorium kerukunan hidup antarumat beragama di dunia.

"Orang Maluku juga bisa marah. Jadi jangan ganggu suasana kedamaian dan persaudaraan yang terbangun antarwarga di Maluku," tegas Srikandi Maluku tersebut.

Dia juga mengingatkan para pengamat maupun berbagai pihak lebih bijak menyampaikan pendapatnya serta tidak menyematkan citra negatif terhadap Pulau Buru dan provinsi Maluku secara umum, karena kenyataannya provinsi di Timur Indonesia tersebut sementara bergelut mengatasi ketertinggalan pembangunan di berbagai sektor pembangunan.
 

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020