Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Maluku, Sadli Li mengatakan pihaknya tidak mengkaji persoalan Amdal tetapi hanya melakukan pengamanan terhadap hak negara dengan pemberian Izin Pengelolaan Kayu kepada CV. Sumber Berkat Makmur (SBA) di Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur.

"Berdasarkan keputusan bupati SBT nomor IUP 151/2018, CV SBA telah diberikan izin usaha perkebunan seluas 1.183 hektar dan lokasi ini seluruhnya berada pada Areal Pengguna Lainnya yang diperuntukan bagi pembangunan kegiatan di luar bidang kehutanan dan bukan merupakan kawasan hutan," jelas dia di Ambon, Minggu.

Karena di APL tersebut ada tumbuh kayu secara alami, maka ada hak-hak negara yang harus dilindungi pada kayu itu berupa pembayaran revisi sumberdaya hutan serta dana reboisasi.

Untuk menagih hak negara ini, katanya maka perlu ada pemberian Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) sehingga sesuai aturannya IPK ini ada pertimbangan teknis dari Balai Pemanfaatan Hutan Produktif, sehingga melalui dasar ini Dishut menerbitkan IPK.

Kemudian IPK diterbitkan atas dasar adanya izin perkebunan, dan kami melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan IPK, dan yang melakukan pengawasan adalah pihak kabupaten.

Sehingga areal yang diberikan seluas 1.183 hektare itu tidak seluruhnya ada potensi kayu, maka dalam pertimbangan teknis Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) hanya memberikan areal pemanfaatan seluas 1.079 hektare.

"Itu lah dasar pemberian IPK dan kami memaknai ketika izin usaha pertambangan (IUP) B dikeluarkan, seluruh proses untuk sampai pada IUP B sudah selesai, termasuk sudah ada Amdal didamalnya," jelas Sadli.

Jadi Dishut tidak mengkaji persoalan Amdal, tetapi hanya melakukan pengamanan terhadap hak negara dengan pemberian IPK.

Terkait dengan hak-hak ulayat, berbagai regulasi di republik ini mengakui dan mendukung pelaksanaan penegakan hak-hak ulayat masyarakat adat.

Pertama bukan sekedar diputuskan dalam putusan MK nomor 35 tahun 2015 tetapi mulai dari UUD 1945 pasal 28 B mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan UU Pokok Agraria, UU nomor 41 tahun 199 tentang Kehutanan, dan UU nomor 6 tahun 2014 tentang desa.

Seluruh regulasi ini mengakui keberadaan masyarakat hukum adat selama masih ada dan harus punya legal standing yang dibuat dalam bentuk peraturan daerah.

"Kami akan mendorong seluruh masyarakat hukum adat akan memiliki kawasan hutan adat apabila telah memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang desa-desa adat," tambahnya.

Dari situ tidak serta-merta bisa dilakukan tetapi harus diusulkan kawasan hutan itu menjadi kawasan hutan adat ke kementerian baru ada penetapannya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020