Jayapura (Antara Maluku) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Ahmad Farhan Hamid, mengatakan, implementasi pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) di Papua masih menyisakan kesenjangan rasa keadilan.
"Implementasi pelaksanaan Otsus di Papua belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Papua. Kondisi itu mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor kehidupan," kata Ahmad Farhan Hamid, di Jayapura, Selasa.
Dia menilai, penyelesaian masalah itu, selama ini kurang menyentuh akar masalah dan aspirasi masyarakat Papua, sehingga memicu berbagai bentuk kekecewaan dan ketidakpuasan.
"Ke depan harus ada upaya agar pemberian Otsus dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak baik masyarakat, pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah guna meningkatkan kesejahteraan yang juga merupakan suatu indikator telah terwujudnya negara demokrasi Indonesia dalam bingkai NKRI," ujarnya.
Dia menjelaskan, pemberian Otsus bagi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan hukum, penghormatan terhadap HAM, percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat, dalam rangka keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.
Di sisi lain, Otsus diberikan dalam konteks untuk mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka NKRI.
Selain itu, pemberian kebijakan Otsus sendiri diberikan dengan melihat sisi penegakan hak-hak dasar di Papua.
"Pada Undang-Undang 21 Tahun 2001 disebutkan, pemberlakuan kebijakan khusus didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar, HAM, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara," jelasnya.
Dia mengatakan, pada dasarnya kebijakan Otsus dimaksudkan untuk memberikan ruang dan otoritas yang lebih luas dan adil bagi pemerintah daerah dan masyarakat Papua untuk mengelola wilayahnya sesuai dengan karakter dan keunikan lokal.
Namun dalam implementasinya pelaksanaan Otsus Papua masih terdapat kesenjangan rasa keadilan dan belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan menampakkan penghormatan terhadap hak asasi manusia di daerah itu.
"Kondisi itu mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan dan sosial," katanya.
Menanggapi hal itu, Ahmad Farhan mengajak seluruh elemen masyarakat Papua untuk mengevaluasi dan melihat kembali dimana titik lemah atau kekuatan dari pelaksanaan Otsus tersebut.
"Orang Papua jangan terbatas pada pemikiran kekhususannya hanya dengan tambahan penerimaan uang. Kewenangan banyak yang diberikan dalam UU Otsus. Untuk itu, MPR ingin lihat sejauh mana kewenangan ini sudah dilaksanakan," ujarnya.
Menyinggung soal adanya wacana bahwa implementasi Otsus di Aceh lebih baik dari Papua, ujar Ahmad, penilaian ini sama istilahnya dengan "rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri". Pasalnya Aceh bilang di Papua lebih baik, sementara di Papua bilang di Aceh lebih baik.
Untuk itu, MPR bertanggung jawab mengumpulkan pemikiran-pemikiran dari Aceh apa positifnya, dan apa yang menjadi kekurangan dari Papua nanti kita akan komunikasikan lagi," katanya.
MPR: Otsus di Papua Masih Sisakan Kesenjangan
Selasa, 8 November 2011 14:41 WIB