Medan (Antara Maluku) - Sosiolog dari Universitas Sumatera Utara Prof Dr Badaruddin menyatakan tayangan yang ditampilkan televisi harus mendidik serta bermanfaat untuk kepentingan anak-anak dan pelajar.
"Tontonan televisi jangan lebih banyak menayangkan kekerasan, sadis dan perkelahian, itu dapat mempengaruhi mental serta kepribadian anak-anak yang masih sekolah," katanya di Medan, Minggu.
Sebab, menurut dia, segala bentuk tayangan yang disiarkan televisi itu, tentu saja sedikit banyaknya akan ditiru anak-anak. Hal ini sangat membahayakan bagi pertumbuhan anak-anak.
Karena itu, katanya, di sinilah peranan orang tua untuk mengawasi ekstra ketat setiap tontonan yang disaksikan anak-anak.
"Tayangan film kekerasan harus dilarang dan jangan sampai ditonton anak-anak kita yang umumnya masih pelajar Sekolah Dasar (SD) dan Sekoloh Menengah Pertama (SMP)," kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.
Badaruddin mengatakan, film yang menampilkan kekerasan, umumnya sangat rentan ditiru atau "dipraktikkan" para pelajar SD maupun SMP di sekolah, ketika mereka berkelahi dengan sesama rekannya, bila terjadi perselisihan.
Karena, kata dia, umumnya para pelajar tersebut sudah terbiasa menonton film asing (perkelahian) yang ditayangkan di televisi milik swasta. "Kegiatan seperti ini, kalau terus dibiarkan para orang tua, tanpa adanya pengawasan yang melekat, dikhawatirkan para pelajar itu akan meniru budaya yang tidak baik,dan tidak sesuai dengan adat ketimuran," kata dia.
Dia menjelaskan, orang tua adalah penentu masa depan anak-anak, baik mengenai pendidikan moral, disiplin, budaya maupun sikap prilaku sehari-hari di rumah, sekolah dan di tengah-tengah masyarakat.
"Kita tentunya tidak ingin anak-anak yang merupakan harapan bangsa dan negara akan mengikuti gaya hidup, budaya, seperti yang ditampilkan di televisi itu dan umumnya gaya hidup di negara eropa.Hal seperti ini jangan dipedomani dan harus dihindari," ujarnya.
Karena itu, katanya, solusi yang terbaik untuk dapat menyelamatkan anak-anak, adalah dengan membatasi tontonan di televisi. Siaran di televisi itu harus dipilih yang tepat untuk pelajar dan orang tua juga harus membatasi waktu menonton televisi.
Selama ini, rata-rata para pelajar menonton televisi selama empat hingga enam jam dalam satu hari. "Mana lagi waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru," katanya.
Jadi, kata dia, disiplin waktu juga perlu diterapkan dengan tegas kepada anak-anak, sehingga mereka tidak larut hanya dengan menonton televisi di rumah.
Selain itu, dia meminta kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) benar-benar menegakkan peraturan dengan tegas serta menegur perusahaan televisi swasta yang melanggar aturan. Misalnya masih menayangkan film asing berbau porno. "Ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Penyiaran," katanya.
KPI harus ikut bertanggung jawab secara moral dalam menyelamatkan anak-anak bangsa sehingga tidak terjerumus ke prilaku kurang baik akibat menonton film-film di televisi
KPI juga perlu memberikan saran agar tayangan yang ditampilkan di televisi lebih banyak bersifat pendidikan dan jangan terlalu banyak film maupun lagu-lagu. "Mari kita ciptakan siaran televisi yang berbobot, sehingga anak-anak kita semakin cerdas, bermartabat dan berbudaya," kata Badaruddin. (M034/S023)
Tayangan Televisi Harus Mendidik
Minggu, 3 Juni 2012 16:03 WIB