Ambon, 27/11 (Antara Maluku) - Komunitas film indie BaileoDOC memfilmkan Munysera, sosok pembawa kabar kematian di Pulau Masela, Kabupaten Maluku Barat Daya dalam film berjudul "Munysera".
Didukung oleh CGV Cinema, film pendek yang sedang dalam masa pascaproduksi tersebut disutradarai oleh Ali Bayanudin Kilbaren, mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.
"Ini sebenarnya film pendek fiksi yang kami angkat dari kearifan lokal, tapi lebih difokuskan pada sosok Munysera," kata Ali di Ambon, Senin.
Dalam naskah yang ditulis oleh Rifky Husein, sutradara film dokumenter "Provokator Damai", disebutkan Munysera adalah sosok yang memiliki peran penting dalam struktur masyarakat adat di Pulau Masela.
Munysera merupakan sebutan bagi laki-laki dewasa yang bertugas menyampaikan berita duka atau kabar kematian dari satu desa ke desa lainnya. Sebutan tersebut diadopsi dari nama lokal burung sejenis gagak.
Sudah berkembang sejak masa lampau dan mengakar dalam adat-istiadat setempat, tidak sembarang orang bisa menjadi Munysera. Salah satu desa yang hingga kini masih mempertahankan sosok Munysera adalah Desa Lawawang.
"Karena keterbatasan akses komunikasi dan transportasi, dalam menjalankan tugasnya sebagai penyampai kabar kematian, Munysera harus berlari dari satu ke desa lainnya agar bisa bisa cepat mengabari warga lainnya," ucap Ali.
Diperankan oleh Fredy Coar Tiwery, warga asli Pulau Masela, film Munysera juga menyoroti persoalan akses air bersih, kesehatan dan pendidikan yang dihadapi masyarakat setempat.
Mengambil lokasi syuting langsung di Desa Lawawang, Iblatmuntah dan Babyotang, Kecamatan Pulau Masela selama lebih dari dua minggu lamanya, kata Ali, timnya sempat terkendala dengan minimnya akses transportasi.
"Dari Ambon ke Saumlaki masih mudah, tapi ke Masela yang agak sulit. Kami harus menunggu kapal yang tidak tiap hari ada, makanya agar tidak membuang-buang waktu setelah survei lokasi langsung dilanjutkan dengan pengambilan gambar," katanya.
Dijadwalkan tayang di CGV Cinema Yogyakarta pada 6 Desember mendatang, kata Ali lagi, film garapannya itu juga akan diikutsertakan dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival ke-12 yang berlangsung pada 1-8 Desember 2017.
"Melalui film ini kami juga ingin mengkritik pemerintah. Masela adalah pulau yang kaya, tapi kenyataanya masyarakat di sini masih kesusahan air bersih, begitu juga dengan kesehatan dan pendidikannya," ujarnya.
Munysera adalah film kedua yang disutradarai oleh Ali Bayanudin Kilbaren. Sebelumnya ia menggarap film "Pendayung Terakhir" yang mengangkat persoalan para pendayung perahu tradisional rute Desa Galala, Kecamatan Baguala-Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon.
Film dokumenter tersebut sukses mengantongi piala dokumenter mahasiswa terbaik di ajang Animation & Film Festival Universitas Multimedia Nusantara (UCIFEST-UMN) ke-8 di Jakarta, pada 23 November 2017.
Baileodoc Filmkan Sosok Pembawa Kabar Kematian "Munysera"
Selasa, 28 November 2017 8:24 WIB