Ambon, 20/9 (Antaranews Maluku) - Yayasan Arika Mahina, Rabu, menggelar mentoring dan teknikal asistensi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon, guna membahas isu-isu dan strategi terkait kebijakan yang responsif terhadap masalah gender.
Pertemuan mentoring dan teknikal asistensi untuk anggota parlemen tersebut merupakan bagian dari Program MAMPU (Kemitraan Australia - Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Fase II.
Sedikitnya ada 13 anggota DPRD yang dijadwalkan ikut serta dalam pertemuan tersebut, tapi tiga orang di antaranya sudah menyatakan berhalangan karena sedang berada di Jakarta, satu orang mengabarkan ada kegiatan mendadak, sedangkan sisanya tidak memberikan keterangan apapun.
Kegiatan yang juga dihadiri oleh akademisi dari Universitas Pattimura (Unpatti) yang juga praktisi hukum Jemmy Pietersz, dan masyarakat dari lima kecamatan di Kota Ambon, yakni Nusaniwe, Sirimau, Baguala, Teluk Ambon dan Baguala terkesan timpang sebab tidak ada anggota DPRD yang hadir hingga pukul 14.00 WIT.
Masyarakat tampak kecewa karena mereka sudah menunggu para anggota dewan sejak pukul 09.00 WIT.
"Kami sangat kecewa sampai jam segini ternyata tidak ada satupun yang datang, padahal ini untuk urusan masyarakat," keluh Nini Kusniati warga Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau.
Nini yang juga ketua RT04/RW01 di Desa Batumerah mengaku kecewa karena ada beberapa persoalan terkait pembangunan dan pemberdayaan warga di desanya yang ingin disampaikan kepada anggota dewan agar segera ditinjau.
Beberapa hal tersebut, antara lain adalah pembentukan Tim Pengelola Kegiatan (TPK) desa yang dinilai menyalahi aturan, dan pengembangan perpustakaan desa yang masih membutuhkan anggaran.
"Duh untuk kepentingan mereka saat masih nyaleg biarpun sudah tengah malam pintu rumah kita digedor, tapi untuk kepentingan rakyat malah diabaikan," ucapnya.
Senada dengan Nini, Venno Joseph dari Desa Galala, Kecamatan Baguala menyatakan pertemuan antara rakyat dan wakilnya seharusnya menjadi perhatian dewan, karena dengan begitu para wakil bisa mendengarkan secara langsung keluhan rakyatnya.
Bendahara Desa Galala itu mengatakan banyak program di desanya masih terfokus pada laki-laki, ia berharap pertemuan langsung dengan para anggota DPRD dapat dibahas strategi program dan kebijakan responsif gender yang bisa diteruskan ke desa.
"Saya sih tidak muluk-muluk, hanya ingin membicarakan soal program atau kegiatan pemberdayaan yang perempuan dan anak-anak juga bisa dilibatkan, tidak hanya laki-laki saja," ujar Venno.
Kekecewaan yang sama juga dinyatakan oleh warga dari desa lainnya, mereka menyatakan berpartisipasi dalam kegiatan mentoring dan teknikal asistensi anggota parlemen karena ingin menyampaikan secara langsung perihal kawasannya masing-masing.
Nicho Pattiasina dari Desa Hukurila, Kecamatan Leitimur Selatan misalnya. Keikutsertaannya dalam kegiatan karena ingin menyampaikan secara langsung perihal sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) dan beberapa ruas jalan di kecamatannya yang rusak.
"Jalan di kecamatan kami itu banyak yang sudah rusak. Daerah kami itu di perbukitan, bahaya jika jalan rusak, akses transportasi kami bisa terhambat. Mungkin bisa segera diperhatikan kalau disampaikan secara langsung kepada anggota dewan, tapi mau bagaimana lagi mereka tidak datang," ujarnya.
Arika Mahina bahas strategi kebijakan pro gender
Kamis, 20 September 2018 6:16 WIB