Ambon (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan Maluku, dr. Meykal Pontoh mengatakan, pembayaran insentif tenaga kesehatan yang melayani pasien COVID-19 menggunakan dana alokasi khusus (DAK) Kementerian Kesehatan dan baru dikucurkan untuk Maret hingga Mei 2020.
"Kalau yang ada dalam DPA kami sekarang Rp4 miliar lebih dan yang baru terserap hanya Rp1,5 miliar," kata Pontoh di Ambon, Sabtu.
Penjelasan tersebut juga telah disampaikan dalam rapat kerja Sub Tim I Penanganan dan Pengawasan COVID-19 DPRD Maluku dipimpin Melkianus Sairdekut selaku ketus sub tim terkait adanya surat masuk dari Komnas HAM yang mempertanyakan keterlambatan pembayaran insentif tenaga kesehatan.
Menurut dia, kalau penyerapan anggaran sudah mencapai 50 persen baru akan dikucurkan lagi oleh Kemenkes untuk pembayaran insentif tenaga kesehatan sehingga dinkes mengimbau segera diajukan permohonan pencairan dana dari RSUD dan pihak lain yang melayani pasien COVID-19.
Pembayaran insentif itu untuk tenaga kesehatan di RSUD dr. M. Haulussy Ambon, LPMP, BPSDM, dan Dinas Kesehatan untuk bulan Maret, April, dan Mei tahun 2020.
Besaran insentif tersebut sudah ditetapkan dengan rincian dokter spesialis Rp15 juta, dokter umum Rp10 juta, perawat dan bidan Rp7,5 juta, dan tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta.
Namun besaran insentif itu merupakan batas maksimal dan tidak akan diterima sebanyak itu oleh tenaga medis, karena akan disesuaikan dengan waktu bertugas dan beban kerja mereka.
Dia mencontohkan di bulan Maret 2020 untuk Dinkes, mereka telah melakukan tracking dan pengambilan swab kepada 617 pasien, tetapi yang berhak menerima insentif hanya tujuh orang tenaga kesehatan yang totalnya sebesar Rp35 juta.
Selanjutnya pada bulan April, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas sebanyak 17 orang dan spesimen yang diambil oleh mereka sebanyak 1.713 orang, sehingga insentif dibayarkan sebesar Rp85 juta.
Sementara untuk Mei 2020, jumlah tenaga kesehatan yang bertugas sebanyak 22 orang dan jumlah swab yang diambil sebanyak 2.170 orang, sehingga mereka menerima insentif sebesar Rp110 juta.
"Sehingga pembayaran insentifnya tidak dihitung per orang, dan semakin banyak mereka mengambil swab tentunya akan menerima lebih banyak karena insentif ini dibayarkan untuk resiko keterpaparan," jelas Meylke Pontoh.
Kalau untuk tenaga medis di lokasi karantina agak berbeda perhitungan pembayaran insentifnya karena di sana terdapat dokter spesialis, dokter umum, perawat, tenaga gizi, dan sanitarian.
Tetapi kalau di Dinkes, itu dihitung standarnya hanya Rp5 juta untuk tenaga kesehatan.
Dia mencontohkan di bulan April 2020 untuk tenaga kesehatan di BPSDM yang melayani 16 pasien selama satu bulan tetapi diawasi 67 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari satu dokter spesialis paru, dokter umum delapan orang, perawat 43 orang, tenaga gizi delapan orang, dan tenaga sanitarian tujuh orang, maka total insentif yang mereka terima mencapai Rp243 juta lebih.
Kemudian selama bulan Mei BPSDM juga merawat 54 pasien dan ada 104 tenaga kesehatan yang melayani mereka selama menjalani masa karantina, sehingga total insentif yang mereka terima Rp641,1 juta lebih.
Sementara untuk LPMP mulai bertugas tanggal 27 Mei 2020 dan saat itu ada 40 pasien dan 30 tenaga kesehatan yang melakukan perawatan antara tiga sampai empat hari dan selanjutnya sudah dihitung mulai 1 Juni 2020 sehingga insentif yang diterima hanya Rp39,7 juta.
Sedangkan untuk di RSUD Haulussy pasien yang masuk itu bulan Maret hanya enam orang, dimana satu orang positif COVID-19 dan lima lainnya berstatus PDP kemudian dirawat oleh 62 tenaga kesehatan. RSUD Haulussy menerima insentif sebesar Rp299,6 juta untuk bulan Maret 2020.
Ia menjelaskan, saat ini tengah diproses pembayaran insentif untuk April 2020 untuk tenaga medis di RSUD Haulussy Ambon.
Untuk RS swasta yang ditetapkan pemda sebagai rumah sakit rujukan yakni RS milik TNI dan Polri, mereka mengajukan klaim pembayaran insentifnya secara langsung ke Kementerian Kesehatan RI.
Dinkes: Insentif tenaga kesehatan gunakan DAK Kemenkes
Sabtu, 3 Oktober 2020 13:02 WIB