Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo menyatakan kesiapan lembaganya menjadi lembaga pertama untuk pindah ke Ibu Kota baru di Kalimantan Timur karena mengembang tugas kependudukan.

“BKKBN menyatakan kesiapan untuk pindah karena BKKBN mengemban tugas fungsi Kependudukan yakni melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana,” kata Hasto dikutip dalam siaran pers BKKBN yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Menurut Hasto, adanya pemindahan ibu kota membantu program kependudukan agar tidak terjadi kesenjangan bonus demografi antarprovinsi di Indonesia bagian timur dan barat. BKKBN akan memanfaatkan ibu kota baru dengan melakukan migrasi dan transmigrasi agar terjadi kompleksitas yang baru.

"Bonus demografi yang diraih tiap daerah di Indonesia berbeda-beda, terjadi tidak merata. Di Indonesia bagian timur bonus demografi ada yang baru memulai bahkan ada yang belum memulai sehingga saat memetik bonus demografi masih jauh. Sementara Provinsi di Jawa misalnya seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur bonus demografi seolah-olah sudah mau menutup atau selesai,” kata Hasto.

Indonesia telah berhasil mencapai angka Total Fertility Rate (TFR) tahun 2018 menjadi 2,38 dari 5,6 pada 1971 hal ini ini telah menjadikan Indonesia mendapatkan bonus demografi. TFR adalah rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan hidup oleh seorang wanita sampai akhir masa reproduksinya.

Bonus demografi adalah suatu kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di suatu wilayah jauh lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65+ tahun).

Kondisi ini dapat dilihat melalui angka ketergantungan, yang dihitung dari pembagian antara jumlah penduduk non produktif dengan penduduk produktif. Bila 100 orang usia angkatan kerja hanya menanggung kurang dari 50 orang yang tidak bekerja, yaitu anak-anak dan lanjut usia, maka dimulailah periode bonus demografi tersebut.

Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan di beberapa negara umumnya tergantung pada kesempatan bonus demografinya. "Seandainya kita geser ke Kalimantan Timur maka pola migrasi penduduk berubah kalau berubah maka pemerataan bonus demografinya akan lebih cepat sehingga kesejahteraan akan lebih cepat dari sisi kajian kependudukan seperti itu," kata dia.

Setelah bonus demografi tercapai, selanjutnya akan terjadi jendela peluang yaitu kondisi ketika angka ketergantungan berada pada tingkat terendah di mana rasio ketergantungan 44 per 100 pekerja, yang diperkirakan akan terjadi selama 10 tahun dari 2020 sampai dengan tahun 2030.

Penurunan rasio ini disebabkan oleh menurunnya jumlah anak yang dimiliki oleh keluarga di Indonesia. Hal ini membuat beban yang ditanggung penduduk usia produktif makin sedikit.

Sebuah kondisi struktur umur penduduk yang nyaman dan ideal untuk melaksanakan pembangunan, untuk investasi peningkatan kualitas anak dan persiapan untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup lanjut usia di masa depan.

Hasto mengatakan untuk menginisasi sesuatu yang sulit harus dimulai dari yang mudah. Lembaga yang bukan kementerian seperti BKKBN menurutnya akan lebih mudah dibanding Kementerian yang lebih besar dan kompleks.

"Perangkat kita lebih banyak di daerah, di pusat hanya 600-an orang sementara di daerah ada 18.000-an orang yakni di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia dan Penyuluh Keluarga Berencana yang tersebar ada hampir di seluruh Kecamatan. Sementara kementerian yang lain lebih banyak di pusat daripada di daerah," kata Hasto.

Baca juga: Ibu kota baru di sebagian Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara
Baca juga: Bang Yos: Rancangan ibu kota baru di Kaltim dilombakan saja
Baca juga: Ditanya rencana setelah ibu kota pindah, Anies: Jakarta masih DKI

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019