Hal ini akan membantu meningatkan inklusi keuangan di masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi perlu segera disahkan dalam rangka memperkuat perlindungan konsumen khususnya dalam industri financial technology atau fintech mengingat data pribadi kerap disalahgunakan.

"Dalam industri fintech di mana penggunaan data pribadi konsumen seringkali disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi keuangan yang mereka lakukan," kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania di Jakarta, Selasa.

Galuh mengatakan, implementasi RUU ini menyasar penyedia layanan dan juga masyarakat sebagai pengguna layanan, sehingga perlu ada kejelasan mengenai tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja yang perlu diakses oleh penyedia layanan dalam kaitannya terhadap transaksi keuangan yang dilakukan oleh pengguna.

Sementara itu, ujar dia, para pengguna layanan diharapkan tahu dan memahami informasi apa saja yang mereka perlu sampaikan, apa tujuannya dan juga pemahaman yang mendalam mengenai pentingnya melindungi data pribadi.

"Dengan adanya pemahaman yang lebih baik dan batas-batas yang jelas diharapkan kedua pihak bisa mengetahui hak dan kewajibannya. Hal ini akan membantu meningatkan inklusi keuangan di masyarakat," jelas Galuh.

RUU ini, lanjutnya, walaupun tidak secara khusus membahas mengenai fintech, tapi mengatur pertanggung jawaban para pengguna internet, termasuk juga para penyedia layanan dan pelanggan, agar tidak terjadi penyimpangan dari infomasi yang diberikan.

Hal ini diharapkan bisa mempersempit ruang gerak fintech yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK sendiri selama ini hanya bisa menindak fintech yang terdaftar. Namun dengan disahkannya RUU ini, OJK diberikan payung hukum untuk menindak fintech ilegal.

Dengan adanya undang-undang, ujar dia, maka bentuk penegakan hukum yang terkait dengan penyalahgunaan data pribadi akan lebih jelas, penyedia layanan tidak dapat semena-mena menggunakan atau meminta data pribadi milik konsumen diluar data yang diperlukan karena terdapat sanksi atau pidana jika melanggar.

Sebagaimana diwartakan, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman berharap pemerintah segera merampungkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.

"Sangat mengharapkan Indonesia segera memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Itu sangat penting karena itu adalah aset yang sangat berharga untuk kita lindungi secara negara," ujar Ardiansyah di Jakarta, Rabu (24/7).

Hal senada juga disampaikan Komisioner Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN, Edib Muslim. Menurut Edib, instrumen yang sangat penting di era ekonomi digital adalah pengaturan aliran data.

Sebelumnya, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Hendrikus Passagi, menyebutkan tiga pekerjaan rumah atau PR dalam mengembangkan ekosistem ekonomi digital di Indonesia, salah satunya perlindungan data konsumen.

"Di ekonomi digital, pastikan dana tidak hilang, pastikan tidak dipakai untuk terorisme dan pencucian uang, pastikan data tidak disalah gunakan. Yang terakhir, perlindungan data ini yang masih menjadi perhatian kita," ujar Hendrikus ditemui usai peluncuran “Modal Toko” di Jakarta, Senin (22/7).

Perlindungan data konsumen menjadi perhatian khusus, sebab belum memiliki payung hukum, sementara tindakan yang berkaitan dengan teror dapat dijerat dengan Undang-Undang Terorisme.

Demikian pula dengan tindakan menghilangkan dana pengguna dapat dijerat dengan Undang-Undang perbankan. "Karena data digital pribadi ketika bocor itu potensinya akan merugikan anda dan saya dan kita semua, karena bisa jadi data digital pribadi yang ada di hp anda bisa ke mana-mana," kata Hendrikus.

Baca juga: Era kecerdasan buatan, pemerintah siapkan UU perlindungan data pribadi
Baca juga: BPKN dorong pemerintah rampungkan UU Perlindungan Data Pribadi

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019