Jakarta (ANTARA) - Insiden Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto ditusuk membuat sejumlah pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat menggelar rapat dengan sejumlah pejabat Badan Intelijen Negara, TNI, dan Polri di ruang rapat Komisi V DPR, Senin.

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Muhaimin Iskandar sekitar pukul 14.30 WIB.

Rapat juga dihadiri oleh Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka BIN) Letjen Purnawirawan TNI Teddy Lhaksmana, Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) Jayakarta, Mayjen TNI Eko Margiyono, Direktur Pengamanan Objek Vital Polda Metro Jaya Komandan Besar Polisi (Kombes Pol) Fx Surya, Kepala Badan Pemelihara Keamanan Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Condro Kirono, Asisten Operasi (Asops) Kapolri Martuani Sormon, Wakil Komandan Korps Pasukan Khas, Marsekal Pertama TNI Taspin Hasan, Direktur Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Marsekal Pertama Suryamargono, Komandan Korps Brimob Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) Anang Revandoko, Perwira Pembantu Utama Madya Operasi Reno Handoko.

Insiden penusukan Jenderal Purnawirawan TNI Wiranto menjadi peringatan bagi sejumlah pimpinan DPR dan aparat keamanan untuk memperketat pengawasan menjelang 20 Oktober 2019 nanti.

Seperti yang dikatakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Mereka menganggap kejadian itu merupakan peringatan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan.

"Perlu meningkatkan pengamanan (pejabat) agar tidak terjadi hal-hal seperti yang dialami Pak Wiranto," ujar Yusril usai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Sabtu malam.

Senada dengan Yusril, Paloh merasa prihatin Wiranto harus menghadapi ancaman pembunuhan yang disebutnya sangat luar biasa.

"Kalau terlambat saja sedikit dibawa ke sini, saya pikir sejarah berbicara berbeda. Kalau terlambat tidak satu jam, mungkin setengah jam, krisisnya mungkin akan berlanjut atau barangkali kita akan kehilangan Pak Wiranto," ujar Paloh, Sabtu pagi.

Ramainya warganet yang memberikan analisa bahwa kejadian Wiranto ditusuk merupakan rekayasa, Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto angkat bicara. Ia tidak melihat adanya rekayasa dari insiden Wiranto ditusuk saat kunjungan kerja di Pandeglang, Banten.

"Saya tidak melihat ada rekayasa, saya tidak melihat," ujar Prabowo kemarin saat membesuk Wiranto di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Jumat malam.

Dalam kesempatan itu, Prabowo juga mengutuk segala bentuk aksi radikalisme, terorisme dan kekerasan terkini yang terjadi di Indonesia. "Ya saya mengutuk semua bentuk terorisme, semua bentuk radikalisme. Musyawarah mufakat di ruangan kalau perlu pukul-pukul meja (tidak apa-apa). Tapi tidak boleh ada penyelesaian dengan kekerasan, itu saya dari dulu tidak mau," kata Prabowo.

Politisi Golkar sekaligus Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bambang Soesatyo menganggap kejadian Wiranto ditusuk adalah peringatan untuk petugas keamanan agar lebih sigap lagi menghadapi situasi saat ini.

Oleh karena itu, besok rencananya pimpinan MPR, DPR, dan DPD serta Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi akan mengadakan rapat koordinasi dengan Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto, Kapolri, Tito Karnavian, dan Kepala Badan Intelijen Negara, Budi Gunawan, terkait keamanan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.

Selain itu, Ketua MPR juga mengimbau agar seluruh rakyat Indonesia menjaga nama baik negara di mata internasional.

"Karena kalau tertangkap pesan kalau kita tidak stabil, dalam sisi politik, demokrasi, maupun keamanan akan jadi citra buruk kita di mata internasional," ujar pria yang kerap disapa Bamsoet itu di RSPAD Gatot Subroto, Jumat malam.

Bamsoet mengingatkan ketika citra Indonesia buruk maka akan berdampak ke ekonomi, kalau ekonomi terganggu maka rakyat yang akan susah.

"Jadi, kalau ada upaya-upaya merencanakan sesuatu agar dipikirkan kembali keburukan-keburukannya karena pasti akan berdampak ke seluruh rakyat kita," ujar Bamsoet.

Tidak khawatir

Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menganggap tindakan aparat keamanan selama ini sudah cukup baik dan tidak harus menambah ketat pengawalan di saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden nanti.

"Kami percaya kepada aparat keamanan," ujar Airlangga yang juga menjabat sebagai Menteri Perindustrian usai menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Jumat.

Tjahjo selaku Menteri Dalam Negeri pun senada dengan Airlangga. Ia berpendapat para menteri tidak perlu mendapat pengawalan lebih ketat dari biasanya saat pelantikan Presiden nanti.

Baca juga: Penusukan Wiranto tak buat Luhut takut temui masyarakat

"Saya kira tidak ada, biasa saja. Hanya saya yakin, kepolisian akan menumpas semua jaringan ini," kata Tjahjo di RSPAD Gatot Subroto, Jumat.

Ketua MPR, Bambang Soesatyo pun menjamin keamanan pejabat penting negara saat menghadiri prosesi pelantikan 20 Oktober 2019 nanti.

"Saya jamin aman selama di kawasan parlemen," ujar Bamsoet.

Ia pun berpesan agar seluruh pihak tidak lagi membiarkan pejabat negara yang bekerja untuk rakyat menghadapi tindakan brutal seperti yang diderita Wiranto.

“Siapa pun harus segera mengantisipasi. Jangan sampai ada lagi pejabat negara yang sedang bekerja untuk rakyat, ada tindakan brutal kepada dirinya," kata Bamsoet.

Persiapan TNI

Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Andika Perkasa menyampaikan TNI sudah menginstruksikan kepada jajaran Panglima Komando Utama (Kotama) dan seluruh elemen Angkatan Darat untuk menyiapkan diri menjelang pelantikan Presiden nanti.

"Kami sudah menginstruksikan kepada seluruh Panglima Kotama dan juga seluruh kepala badan pelaksana pusat untuk menyiapkan diri. Intinya semuanya, semua elemen," ujar Andika di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Jumat.

Andika mengatakan persiapan itu tidak hanya dilakukan di Jakarta, namun juga dilakukan di daerah komando masing-masing wilayah.

Baca juga: Polri evaluasi pengamanan pejabat tinggi

Baca juga: Pengamat: Penusukan Wiranto bukan "playing victim"


Andika mengatakan insiden Wiranto ditusuk juga menjadi salah satu yang menambah kewaspadaan Angkatan Darat. Kendati sesuai kewenangan, Angkatan Darat akan mengikuti konsep pengamanan yang dibuat Panglima TNI.

Andika juga tidak mentolerir adanya tindakan anggotanya yang dinilai dapat memprovokasi masyarakat dan bertentangan dengan aturan disiplin militer TNI.

Terbukti, KSAD TNI telah menghukum mantan Komandan Komando Distrik Militer (Dandim) Kendari, Kolonel HS, serta Sersan Dua Z, yang bertugas di Detasemen Kavaleri Berkuda Bandung. Jenderal Andika mengatakan berdasarkan penelusuran awal telah menemukan adanya konten yang tidak pantas yang dibuat oleh istri-istri dari anggota TNI tersebut di sosial media.

Karena itu, Andika langsung menandatangani surat perintah melepaskan jabatan untuk Kolonel HS dan Sersan Z dengan penambahan sanksi militer berupa penahanan ringan selama 14 hari.

Adapun istri dari Kolonel HS, yang berinisial IPDN dan istri dari Sersan Dua Z yang berinisial LZ juga akan dilaporkan ke pihak berwajib untuk diadili di Peradilan Umum.

"Dua individu ini kami duga melanggar Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Akan kami dorong prosesnya ke peradilan umum," ujar Andika.

Tak berbeda dengan KSAD, Kepala BIN, Budi Gunawan juga menginfokan bahwa Satuan Tugas Gabungan dari Detasemen Khusus (Densus) 88 dan BIN akan berkoordinasi untuk menangkap pelaku-pelaku yang terafiliasi dengan tersangka penusuk Menko Polhukam.

"Satgas gabungan Densus dan BIN sedang mengembangkan untuk mengambil (tersangka) lainnya," ujar Budi di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, Jumat.

Budi mengatakan aparat keamanan harus meningkatkan kewaspadaan menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden 20 Oktober 2019 yang ia duga akan ada rencana penyerangan.

"Kami sudah mendeteksi kalau menjelang pelantikan Presiden nanti memang ada rencana-rencana seperti itu dari kelompok JAD yang memang harus ditingkatkan kewaspadaan," tutup Budi Gunawan.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019