jujur tidak bisa dihafalkan, kerja keras tidak bisa dihafalkan
Jakarta (ANTARA) - Revolusi mental atau karakter harus dilakukan melalui pendidikan yang mementingkan pembangunan kualitas manusia dibandingkan fokus kepada kurikulum berdasarkan hafalan, menurut pengamat sosial Devie Rahmawati.

"Menurut hemat saya, yang perlu dipikirkan adalah mereformasi kurikulum kita yang lebih mengedapankan kepada kualitas bukan ukuran kuantitas, yang sifatnya hanya hafalan. Kita sering lupa akan kualitas cara berpikir, moral dan sebagainya," ujar akademisi Universitas Indonesia itu ketika dihubungi di Jakarta pada Senin.

Menurut Devie, pembuktian pembangunan karakter lewat pendidikan akan membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan hasilnya baru akan terlihat dalam beberapa tahun ke depan.

Melalui pendidikan dan kurikulum maka rakyat Indonesia akan mendapatkan bahan dan idealisme yang sama, diambil dari sumber yang tidak bertentangan satu dengan lainnya.

Lebih lanjut dia meminta agar reformasi kurikulum tersebut akan menekankan kepada praktik pengejawantahan bukan hanya sekedar hafalan akan sesuai yang baik.

Baca juga: Mendagri: Revolusi mental bagai konsep hadapi tantangan bangsa

Dia mengambil contoh bagaimana siswa dapat diajarkan untuk melakukan hak mereka tanpa melanggar hak yang dimiliki oleh orang lain, lewat pendidikan seperti itu maka akan tertanam pesan moral untuk tidak melakukan korupsi yang merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak orang lain.

"Yang paling jelas adalah mengajarkan team work, etos kerja dan kejujuran itu kan harus diuji. Karena jujur tidak bisa dihafalkan, kerja keras tidak bisa dihafalkan," tegasnya.

Tidak hanya perubahan struktur lewat pendidikan, revolusi mental dan karakter juga perlu dilakukan lewat kultur atau budaya lewat keteladanan, ujarnya.

Revolusi karakter lewat kultur bisa dilakukan lewat keteladanan yang dilaksanakan oleh pemimpin negara yang, menurutnya, sudah berjalan baik sejauh ini dengan keteladanan Presiden Joko Widodo dengan perilaku sederhana dan hemat.

Baca juga: TKN tekankan pembangunan infrastruktur bagian dari revolusi mental

Dia mengatakan bahwa setelah dalam periode pertama fokus pembangunan fisik, Presiden sudah mengambil langkah tepat untuk memilih fokus kepada pembangunan karakter manusia dalam periode keduanya.

Tapi, ujarnya, perlu ditekankan hasil revolusi karakter itu tidak akan bisa terlihat dalam waktu dekat karena membutuhkan waktu yang cukup lama melihat hasil nyatanya.

Presiden Joko Widodo dalam periode keduanya 2019-2024 mengatakan akan lebih berfokus kepada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) meski tidak akan meninggalkan usaha membangun infrastruktur, untuk memasuki era revolusi industri 4.0.

Baca juga: Pengamat: Hasil revolusi karakter baru bisa dilihat beberapa tahun
Baca juga: Pelindo IV raih penghargaan Revolusi Mental 2019

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019