Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Harian Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo mengatakan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi mutlak dilakukan untuk mencegah perkawinan anak, terutama di daerah-daerah yang angka kehamilan di luar perkawinan tinggi.

"Pemahaman anak-anak terkait pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi banyak yang salah. Misalnya, mereka menganggap tidak akan terjadi kehamilan bila hanya berhubungan seksual satu kali," kata Zumrotin dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Jakarta, Jumat.

Zumrotin mengatakan sosialisasi tentang pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi untuk mencegah perkawinan anak kerap mendapat penolakan dari kelompok masyarakat tertentu karena salah paham. Sebagian menganggap pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi mengajarkan pergaulan bebas.

Karena itu, kata dia, pemberian pemahaman yang benar terkait pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi juga harus dilakukan kepada masyarakat.

"Saya pernah ditolak kelompok masyarakat tertentu di salah satu daerah. Akhirnya saya temui mereka, saya jelaskan, dan akhirnya mereka paham," tuturnya.

Menurut Zumrotin, pencegahan perkawinan anak harus melibatkan banyak pihak. Dia mengaku sudah cukup lama bergerak di lembaga swadaya masyarakat untuk mengampanyekan pencegahan perkawinan anak dan menghadapi banyak kesulitan.

"Namun, setelah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan lembaga-lembaga lain, kesulitan yang dihadapai lebih mudah dihadapi bersama-sama," katanya.

Baca juga: Pendidikan kesehatan reproduksi bangkitkan kesadaran cegah seks bebas

Pemerintah menyasar penurunan angka perkawinan anak perempuan menjadi 8,74 persen pada 2024 dari 11,21 persen pada 2018.

Sementara itu, dalam rentang 10 tahun, prevalensi perkawinan anak perempuan di Indonesia terus menurun dari 14,67 persen menjadi 11,21 persen.

Baca juga: BKKBN dorong milenial pahami pentingnya kesehatan reproduksi

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018, prevalensi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 11,2 persen. Itu artinya satu dari sembilan perempuan menikah saat masih anak-anak.

Sedangkan prevalensi laki-laki usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 1,06 persen atau satu dari 100 laki-laki menikah saat masih anak-anak.

Baca juga: BKKBN masukkan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah

Zumrotin menjadi salah satu narasumber dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bertema "Gerak Langkah Bersama dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak Menuju Indonesia Layak Anak".

Selain Zumrotin, narasumber lain adalah Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin dan Direktur Rumah Kitab Lies Marcus. 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020