Jakarta (ANTARA) - Koalisi lembaga swadaya masyarakat mengharapkan pemerintah semakin serius menjaga dan melindungi aktivis hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup seperti yang sudah tertuang dalam undang-undang.

"Kami meminta pemerintah maupun institusi negara lainnya untuk benar-benar serius karena apa yang kami lakukan, apa yang Golfrid lakukan, yang dilakukan aktivis-aktivis lingkungan dan HAM yang ada di Indonesia adalah berusaha menjaga Indonesia, menjaga tanah air kita, menjaga saudara-saudara kita supaya tidak ditindas, tidak dirusak, tidak diambil hak hidupnya," kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta pada Kamis.

Dalam konferensi pers tersebut, WALHI bersama KontraS, Amnesty Indonesia, YLBHI, Kemitraan dan Protection International meminta pemerintah untuk mengusut kasus kematian aktivis lingkungan Sumatera Utara, Golfrid Siregar.

Koalisi sipil itu mendampingi istri mendiang Golfrid datang ke beberapa lembaga negara seperti Komnas HAM, Ombudsman, dan Kantor Staf Kepresidenan untuk mendorong penyelidikan lebih lanjut kasus kematiannya.

Baca juga: Istri aktivis lingkungan Sumut perjuangkan advokasi ke level nasional

Baca juga: Pohon tumbang timpa pengguna jalan disebut Walhi kelalaian pemerintah

Baca juga: Greenpeace desak pemerintah ikut perjanjian laut internasional


Menurut WALHI, sebelum ditemukan kritis di jalanan kota Medan pada Oktober 2019, manajer hukum WALHI Sumut itu menerima ancaman dan intimidasi karena kegiatannya memperjuangkan HAM dan lingkungan hidup.

Perlindungan terhadap aktivis HAM dan lingkungan hidup perlu dilakukan karena jelas dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 66 menyebut setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Kenyataannya, WALHI mencatat sepanjang 2014-2019 terdapat 146 pejuang lingkungan hidup yang dikriminalisasi.

Selain itu, menurut data KontraS, sepanjang Januari-Desember 2019 terdapat 157 peristiwa intimidasi terhadap pegiat HAM.

"Sampai saat ini belum ada aturan khusus yang memberikan jaminan perlindungan terhadap pembela HAM. Ada UU Nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia tapi pasal-pasal itu masih sangat umum," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani, yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut.

Oleh karena itu dia meminta pemerintah dan para pembuat kebijakan untuk membuat aturan yang memberikan jaminan perlindungan secara khusus kepada pegiat HAM.*

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020