Jakarta (ANTARA) - Penolakan pemerintah untuk memulangkan relawan dan kombatan Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State Iraq and Syria/ISIS) eks-Warga Negara Indonesia (WNI) dipertanyakan Komisi III DPR RI dalam rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi’i mengatakan bahwa penolakan pemerintah untuk memenuhi permintaan anggota ISIS eks-WNI untuk pulang ke Indonesia telah melanggar peraturan perundang-undangan.

"Saya kira penolakan kembalinya mantan kombatan ISIS itu melanggar peraturan perundang-undangan," ujar Syafi'i saat mendapat giliran berbicara dalam raker yang dihadiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly itu.

Romo, sapaan akrab Syafi'i, mengatakan bahwa dia sudah membaca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

"Saya enggak membaca satu pasal dan ayat pun bahwa membakar paspor itu menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraan," kata Syafi'i.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra itu kemudian bertanya, apa pasal yang menyebabkan pemerintah berani menolak pemulangan kombatan ISIS eks-WNI tersebut kepada Menkumham Yasonna Laoly.

Sebab, dia membaca bahwa pencabutan kewarganegaraan Indonesia harus mempertimbangkan konsekuensi seseorang mengalami keadaan tanpa negara (statelessness).

Menurut Syafi'i, anggota ISIS eks-WNI tidak pernah menyatakan sumpah setia kepada negara lain. Sebab, ISIS menurut dia bukanlah sebuah negara yang sah secara hukum.

Syafi'i juga berpendapat bahwa kombatan ISIS eks-WNI bukanlah bagian dari angkatan bersenjata negara lain karena lagi-lagi menurut dia bahwa ISIS bukan sebuah negara yang sah secara hukum.

"Kombatan ISIS tidak pernah menyatakan menolak kewarganegaraan (Indonesia), malah menyatakan ingin pulang ke Republik Indonesia. Ini pasti sesuatu yang sudah melanggar hukum dan HAM," kata Syafi'i.

Syafi'i ingin jawaban langsung dari Menkumham Yasonna Laoly menggunakan basis hukum, bukan karena kekhawatiran bahwa kombatan ISIS eks-WNI akan menimbulkan radikalisme berkembang di Republik Indonesia.

"Kalau jawaban karena kekhawatiran, itu bukan jawaban menurut saya. Karena kita punya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang dibiayai sangat besar untuk bisa membuat program deradikalisasi dari warna merah, menjadi warna kuning, menjadi warna hijau, menjadi warna biru untuk kembali disosialisasikan ke tengah-tengah masyarakat," kata Syafi'i.
​​​​​​​
Menanggapi pertanyaan itu, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan bahwa pemulangan relawan (volunteer) dan kombatan (fighter) ISIS sebenarnya masih terus dikaji oleh pemerintah.

"Sampai sekarang masih mengkaji dan data yang terakhir yang kami bahas, nanti akan dikembalikan, dari 689 data, pengembangan terakhir ada 1.276, tervalidasi 297 ya. Dan keputusan kami (pemerintah) kemarin, terus dikaji dan di-assesmen anak-anak yang di bawah 10 tahun boleh kita abaikan. Yang lain nanti kita lihat pengecekannya seperti apa," kata Yasonna.
​​​​​​​
Ia menambahkan bahwa menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 seperti yang disebut Syafi'i tadi, dalam pasal 23 ayat d dan ayat e mengatur bahwa seseorang dapat kehilangan Kewarganegaraan Indonesia apabila secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia dan secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.

Menkumham mengatakan memang betul di Indonesia menganut prinsip dan asas hukum bahwa seseorang tidak boleh mengalami keadaan tanpa negara (statelessness).

"Tapi pemerintah akan menimbang bagaimana nanti hasil analisis assesmen tentang yang bersangkutan. Sampai sekarang pemerintah belum mengambil keputusan yang legal formal mengenai hal itu," kata Yasonna.
​​​​​​​
Pemerintah, kata Yasonna, menyepakati bahwa harus mengadakan assesmen secara lebih mendalam tentang anggota relawan dan kombatan ISIS eks-WNI yang masih ada di luar negeri.

"Itu yang kami sepakati dulu sebelum mengambil tindakan-tindakan sementara untuk tidak mengembalikan mereka ke Indonesia ya, menunggu assesmen-assesmen yang lebih mendalam terhadap masing-masing orang yang ada di sana," kata Yasonna.

Baca juga: Mahfud: Paspor ISIS eks WNI akan diblokir

Baca juga: Wapres: Kepulangan anak WNI eks ISIS masih dipertimbangkan

Baca juga: Mahfud: Pencabutan kewarganegaraan terlibat ISIS tak lewat pengadilan

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020