Manila (ANTARA) - Pemerintah Filipina pada Selasa meningkatkan kapasitas pemeriksaan COVID-19 guna menemukan 15.000 orang yang belum terdeteksi positif tertular virus sembari melanjutkan kebijakan karantina wilayah.

Uji COVID-19 akan dilakukan oleh otoritas setempat mulai Selasa kepada 8.000 orang yang bertugas di sejumlah rumah sakit di Manila. Pemerintah setempat sejauh ini telah melaporkan 4.932 pasien positif dan 315 di antaranya meninggal dunia.

Meskipun Filipina melaporkan pasien positif COVID-19 terbanyak di Asia Tenggara dengan 37 persen tingkat kematian, pemerintah meyakini kebijakan menutup perbatasan dan memaksa separuh penduduk berada dalam rumah dapat menekan jumlah korban jiwa dan mencegah layanan kesehatan lumpuh.

Mantan petinggi militer yang menjabat sebagai kepala satuan tugas pengendalian COVID-19 di Filipina, pada Selasa mengatakan pemodelan buatan peneliti menunjukkan masih ada 15.000 orang atau sekitar 75 persen pasien yang belum terdeteksi.

Dengan demikian, pemeriksaan COVID-19 lebih agresif dibutuhkan demi menekan penularan penyakit.

"Strategi kami (pemeriksaan itu) akan dilakukan di Metro Manila sebagai pusat penyebaran virus," kata Carlito Gavez, kepala satgas pengendalian COVID-19 di Filipina, lewat siaran radio.

"Saat kami meningkatkan kapasitas pemeriksaan di Manila, kami akan memenangi pertarungan melawan COVID," ujar dia.

Pemerintah Filipina sempat dikritik masyarakat karena dinilai lamban melakukan pemeriksaan. Akan tetapi, jumlah pengujian perlahan meningkat pada April karena adanya penambahan alat uji dan perlengkapan laboratorium.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Senin (13/4) menyetujui pengadaan 900.000 alat uji COVID-19 sebagai tambahan dari 100.000 alat yang saat ini telah digunakan.

Jumlah orang yang telah diperiksa di Filipina per 12 April mencapai 33.814 atau 10 kali lebih banyak dari angka pada 29 Maret. Akan tetapi, Filipina masih tertinggal dari Vietnam yang mampu memeriksa 110.000 orang. Di Vietnam, jumlah pasien positif mencapai 256 orang dan belum ada korban jiwa.

Akan tetapi, para ahli lebih khawatir terhadap situasi di Indonesia karena mereka memprediksi 1,6 juta orang dapat tertular virus. Saat jumlah pasien meningkat pesat, ahli mengingatkan layanan kesehatan akan kewalahan, meskipun pemerintah setempat menerapkan langkah pengendalian lebih ketat.

Di Indonesia, pemeriksaan COVID-19 dan pembatasan sosial dilakukan terbatas. Indonesia juga jadi negara dengan tingkat kematian COVID-19 tertinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia di luar China.

Sekretaris Kabinet Filipina, Karlo Nograles pada Selasa mengatakan karantina wilayah yang diterapkan lima hari setelah penemuan penularan lokal pada 7 Maret dapat mencegah penularan virus terhadap 1,9 juta sampai 8,3 juta jiwa. Data itu disampaikan Nograles mengutip perhitungan para ahli.

Pemerintah menegaskan pihaknya tidak melakukan pemeriksaan massal, melainkan pengujian yang ditargetkan melalui pendekatan analisis risiko. Kebijakan itu akan diterapkan pertama kali kepada 8.000 orang yang dinilai paling rentan per harinya.

Otoritas terkait menginginkan pemeriksaan COVID-19 dilakukan di daerah pusat wabah dan orang dengan gejala. Mereka nantinya akan diisolasi di pusat perawatan khusus yang disiapkan di stadion-stadion dan gedung konferensi sampai dinyatakan pulih oleh tim medis.

"Ini saat ketika fasilitas karantina berguna, sehingga kami dapat membantu meringankan beban sistem kesehatan (di Filipina, red)," kata juru bicara satgas, Restituto Padlla. "Kami dapat memaksimalkan penggunaan alat uji dan menekan kurva penyebaran virus," ujar dia.

Sumber: Reuters
Baca juga: Filipina beri kelonggaran akses ke luar untuk WNA di tengah karantina
Baca juga: WNI positif COVID-19 di Filipina masih jalani karantina mandiri
Baca juga: Filipina larang lansia, orang sakit dan ibu hamil ke luar rumah

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020