Akan dilakukan kajian lingkungan hidup strategis kemudian juga ada meninjau ulang inventarisasi pengawasan pemilikan penggunaan
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melanjutkan rencana untuk mencetak sawah baru di lahan gambut yang berlokasi di Kalimantan Tengah demi menjaga ketersediaan pangan.

"Berkaitan dengan rencana pengembangan wilayah yang baru atau percetakan sawah baru, dari hasil rapat potensi yang dikembangkan memang bisa (ditanam) di atas 255 ribu di lahan hamparan Kalimantan Tengah," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu.

Airlangga menyampaikan hal tersebut seusai menghadiri rapat terbatas dengan topik "Lanjutan Pembahasan Antisipasi Kebutuhan Bahan Pokok" yang dipimpin Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya Airlangga mengatakan terdapat lahan gambut sebanyak 900 ribu hektare di Kalimantan sebagai lahan baru persawahan, lahan gambut yang disiapkan bisa sepertiganya atau 300 ribu hektar.

"Tapi sedang dilakukan studi dalam waktu tiga minggu ini dengan luas potensi 164.598 hektare, dari jumlah tersebut lahan yang sudah ada jaringan irigasi 85.456 hektare dan ada 57.195 hektare yang sudah dilakukan penanaman padi selama ini oleh transmigran dan keluarganya dan ada potensi ekstensifikasi sebesar 79.142 hektare," tambah Airlangga.

Tim tersebut yang akan mempelajari seluruh potensi lahan gambut dalam 3 pekan ke depan.

"Akan dilakukan kajian lingkungan hidup strategis kemudian juga ada meninjau ulang inventarisasi pengawasan pemilikan penggunaan dan pemanfaatan tanah dan kajian ketersediaan tenaga kerja di lokasi tersebut, ini yang akan jadi kajian tim dalam tiga minggu ke depan," ungkap Airlangga.

Sedangkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan Kementerian Pertanian siap menangani pengembangan rawa gambut di Kalimantan Tengah tersebut.

"Untuk rawa gambut itu kami akan berfokus pada 164 ribu hektare dulu pada tahap pertama yang ada karena bisa kita intervensi dalam agenda secepatnya sambil menunggu pematangan-pematangan lahan," kata Syahrul.

Syahrul juga mengakui bahwa Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan pengembangan untuk lahan seluas sekitar 250 - 300 ribu hektare.

"Tapi dalam tahap pertama untuk 2020 ini kalau mungkin kita konsentrasi di 164 (ribu hektare) karena penanganan di lahan rawa adalah penanganan ekstra 'power' maksudnya tidak seperti lahan sawah di Jawa, atau lahan di dataran rendah dan gunung, dia butuh perhatian khusus," tambah Syahrul.

Perhatian khusus itu juga termasuk mempersiapkan para petani yang akan menggarap lahan tersebut.

"Pengembangan itu memang harus tersentuh dengan kepemilikan dan ketersediaan petani dalam lahan-lahan ekstensifikasi yang dikembangkan. Selain menggunakan mekanisasi yang 'full system' tentu saja jumlah petani juga harus dipersiapkan di sana dan (mempersiapkan petani menggarap) jumlah ratusan ribu (hektare) itu tidak mudah," tambah Syahrul.

Menurut Syahrul, 1 hektar lahan gambut membutuhkan minimal 2-3 orang petani.

"Kalau 200 ribu haktare berarti 300 ribu orang harus dimukimkan di sana. Belajar dari kegagalan yang lalu kita kurang petani di situ jadi setelah selesai tanam satu musim lalu ditinggalkan, petani dan lahan jadi tertinggal lagi tapi berharap kali ini kita persiapkan lebih matang lagi terutama dari sisi petani dan koordinasi pemerintah daerah dan transmigrasi yang ada," jelas Syahrul.

Syahrul juga berencana untuk menemui Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran untuk membicarakan hal tersebut.

"Namun Kementan akan siap menangani dan siap untuk turun, kalau mungkin besok kami ke lapangan dulu ke Kalimantan Tengah, sudah janjian ke Pak Gubernurnya untuk memberikan 'input' bagaimana penanganannya lebih jauh," ungkap Syahrul.

Rencana pencetakan sawah baru di Kalimantan Tengah itu sebelumnya mendapat kritikan dari sejumlah pegiat lingkungan hidup salah satunya Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif.

Laode menilai bahwa rencana tersebut berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan hidup dan sosial budaya. Pengeringan lahan gambut bahkan telah menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap tahun, menimbulkan kerugian besar secara ekonomi, kesehatan, dan sosial. Kerugian dari kejadian Karhutla pada 2015 mencapai Rp221 triliun sementara kerugian Karhutla pada 2019 mencapai Rp73 triliun.

Karenanya Laode mengusulkan agar pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan lahan-lahan kritis (degraded land) untuk produksi pertanian pangan serta mempercepat program Perhutanan Sosial (PS) dengan mendistribusikan izin pengelolaan kepada masyarakat.

Baca juga: Mentan targetkan penambahan beras 900.000 ton dari cetak sawah baru
Baca juga: Kementan persiapkan cetak sawah 600.000 hektare bersama BUMN


 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020