Tunis (ANTARA) - Perdana Menteri Tunisia Elyes Fakhfakh mengundurkan diri dari jabatannya, Rabu (15/7), sehingga menyebabkan krisis politik di negara tersebut.

Krisis itu terjadi saat Tunisia tengah berupaya mengurangi dampak pandemi COVID-19 terhadap sektor ekonominya.

Fakhfakh menyerahkan surat pengunduran dirinya ke Presiden Kais Saied, kata pihak pemerintah.

Beberapa sumber mengatakan Saied yang meminta Fakhfakh mundur karena adanya desakan dari parlemen. Banyak anggota parlemen meminta perdana menteri mundur karena ada konflik kepentingan.

Saied pun harus memilih pengganti Fakhfakh, tetapi parlemen saat ini terpecah dan masing-masing partai gagal membentuk koalisi baru. Kondisi itu kemungkinan akan memicu digelarnya pemilihan umum di Tunisia.

Pemerintahan di bawah kepemimpinan Fakhfakh hanya bertahan kurang dari lima bulan. Bubarnya kabinet Fakhfakh kemungkinan akan menunda lebih lama rencana reformasi ekonomi, serta mempengaruhi penanggulangan COVID-19.

Pemerintah sebelumnya mengumumkan pihaknya berhasil mengendalikan gelombang pertama COVID-19.

Sejumlah negara barat menyambut baik keberhasilan Tunisia beralih jadi negara demokrasi sejak adanya revolusi massa pada 2011 yang mengakhiri kekuasaan otokratis. Setelah revolusi, Tunisia menghadapi sejumlah krisis dan banyak warga mengaku frustrasi.

Sejak revolusi, ekonomi di Tunisia pun mandek, bahkan standar kualitas hidup menurun, dan layanan publik banyak yang terbengkalai, sementara partai-partai politik lebih tertarik memperjuangkan kepentingannya sendiri daripada membantu rakyat mengatasi berbagai persoalan.

Perbedaan paham yang cukup jauh dalam internal pemerintahan Fakhfakh membuat reformasi ekonomi kian sulit. Beberapa lembaga peminjam utang dari luar negeri mendesak Tunisia segera memperbarui sektor ekonominya agar defisit fiskal dan utang pemerintah dapat terkendali.

Namun, pandemi membuat masalah itu kian sulit diatasi. Tunisia memperkirakan ekonomi akan melambat sampai 6,5 persen pada tahun ini, sementara angka defisit akan ekuivalen dengan tujuh persen nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah telah mengajukan permohonan pembayaran utang ke empat negara.

Di daerah-daerah masyarakat miskin, rakyat turun ke jalan menuntut pemerintah membuka lebih banyak lapangan kerja serta menyalurkan bantuan keuangan untuk membantu mereka menghadapi krisis ekonomi. Massa pun kerap memblokade ekspor barang oleh sejumlah perusahaan negara.

Seorang profesor bidang hukum, Mouna Kariem, mengatakan Saied punya 10 hari untuk menentukan kandidat perdana menteri yang baru. Jika ia terpilih, PM baru itu akan punya waktu satu bulan membentuk pemerintah.

Hasil pemilihan parlemen pada Oktober 2019 menunjukkan tidak ada partai yang mendapatkan lebih dari seperempat kursi sehingga sulit untuk membentuk pemerintahan yang stabil.

Partai terbesar di Tunisia, Ennahda, yang berpaham Islam moderat, gagal membentuk koalisi pada akhir tahun lalu. Meskipun Ennahda bergabung dengan pemerintahan Fakhfakh, partai itu kerap membuat keputusan sendiri demi mendekatkan diri dengan Presiden Saied.

Seiring dengan mundurnya Fakhfakh, Ennahda menggalang dukungan di parlemen untuk mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah. Jika upaya itu berhasil, Ennahda yang lebih berhak mengusulkan kandidat baru untuk perdana menteri daripada Saied.

Ennahda berupaya menggalang dukungan untuk mosi tidak percaya setelah ada temuan bahwa Fakhfakh terlibat konflik kepentingan, karena ia ternyata memiliki saham pada beberapa perusahaan yang menerima kontrak proyek pemerintah. Namun, ia menyangkal telah berbuat kesalahan.

Dua partai dari kubu oposisi, Heart of Tunisia dan Karama, bergabung dengan Ennahda untuk menggalang mosi tidak percaya terhadap Fakhfakh. Saat Fakhfakh mengundurkan diri, tiga partai itu telah mendapatkan 105 dukungan dari total 109 tanda tangan untuk melayangkan mosi tidak percaya terhadap PM Tunisia itu.

Sumber: Reuters

Baca juga: Unggah candaan Facebook berbau agama, bloger Tunisia divonis penjara

Baca juga: Tunisia-Yordania tertarik jalin kerja sama kesehatan dengan Jabar

Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020