Jakarta (ANTARA) - Persatuan Mahasiswa Nusantara (Permasta) mengecam demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR/DPD RI RI pada Kamis yang mendesak penghentian pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

“Kami sangat mengecam keras sebuah gerakan yang membawa jumlah masa yang banyak. Menurut kami dapat menjadi sebuah bencana dalam situasi pandemi virus corona (COVID-19) seperti sekarang,” kata Koordinator Permasta Riswan Siahaan di Jakarta, Kamis.

Menurut Riswan, gerakan masa merupakan suatu tindakan untuk mengutarakan aspirasi. Hal itu merupakan wujud dari pemenuhan hak azasi manusia, yakni hak untuk berpendapat. Tetapi itu dapat dilakukan jika pada situasi normal dan bukan seperti saat ini.

Baca juga: Perwakilan massa yang menolak RUU Cipta Kerja masuk Gedung DPR
Baca juga: Arus lalu lintas di Tol Cawang-Grogol sempat dihentikan
Aksi massa yang menolak RUU Omnibus Law di depan Gedung DPR/MPR RI, Kamis (16/7/2020). (ANTARA/Fianda Sjofan Rasaat)
Secara organisasi Permasta juga menolak Omnibus Law, tetapi melalui cara-cara yang persuasif seperti memperbanyak diskusi dan seminar. Sebagai sebuah gerakan aksi, alangkah baiknya harus disertai dengan pertimbangan yang cukup matang sehingga tujuan aksi dapat tercapai dan bukan membawa bencana.

“Aksi demo bukan merupakan tindakan yang baik pada masa pandemi, karena tidak ada yang menjamin protokol kesehatan diterapkan,” tegas Riswan.

Selain itu, demonstrasi itu memungkinkan penyebaran COVID-19 lebih besar, bukan hanya peserta aksi tetapi semua pihak yang berada di lokasi demonstrasi. Pihaknya juga berharap agar demonstrasi itu tidak dipolitisasi untuk kepentingan kelompok tertentu.

“Kami tetap mengawal isu Omnibus Law dan menjadi mitra kritis pemerintah dan berjuang dengan jalur yang diplomatis,” kata Riswan.

Permasta merupakan gabungan sejumlah mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta seperti Unkris, UIJ, UBK, STT Jakarta, Tribuana, Mercusuar, UIC dan UNIJA.

Pewarta: Fauzi
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020