Jakarta (ANTARA News) - Pembangkit "salah makan". Begitu wartawan senior, Dahlan Iskan mengartikan sejumlah pembangkit yang seharusnya memakai bahan bakar gas, namun masih berbahan bakar minyak (BBM).

Istilah tersebut disampaikan Dahlan dalam artikelnya di media cetak sebelum namanya ramai disebut-sebut sebagai kandidat terkuat menjabat Direktur Utama PT PLN (Persero).

Kini, CEO Grup Jawa Pos tersebut telah resmi menduduki jabatan puncak di PLN setelah dilantik bersama sembilan direksi dan tujuh komisaris lainnya oleh Menneg BUMN Mustafa Abubakar pada Rabu (23/12) lalu.

Pemerintah beralasan perombakan direksi dan komisaris perusahaan listrik negara tersebut sebagai upaya lebih meningkatkan kinerja perusahaan.

Sepanjang 2009 ini, pemadaman listrik masih terjadi di seluruh wilayah Indonesia khususnya di luar Jawa-Bali yang bahkan di antaranya telah berlangsung bertahun-tahun.

Ironisnya, pemadaman justru terjadi di wilayah yang memiliki kekayaan bahan bakar pembangkit yakni gas dan batubara yang melimpah seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan.

Puncak kejadian yang menyedot perhatian media massa dan langsung mendapat tanggapan serius pemerintah, adalah pemadaman listrik yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya menyusul kebakaran satu dari dua trafo di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Cawang, Jakarta Timur, akhir September lalu.

Kebakaran trafo Cawang tersebut memperparah pemadaman akibat satu dari dua trafo di GITET Kembangan, Jakarta Barat mengalami kerusakan beberapa hari sebelumnya.

Entah terkait atau tidak, akibat pemadaman listrik yang terjadi di berbagai daerah khususnya di Jakarta tersebut pemerintah akhirnya merombak jajaran direksi dan komisaris PLN.

Kasus pemadaman tidak boleh terjadi karena membuat kerugian bagi masyarakat terlebih bagi industri.

Akibat listrik yang "byar pet", industri terpaksa berhenti beroperasi dan kalaupun memakai generator, mesti mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit untuk membeli BBM.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi mengatakan, krisis listrik membuat investasi, yang gencar dikampanyekan pemerintah, menjadi tidak kondusif.Pemadaman listrik secara langsung telah menurunkan kapasitas industri, karena produktifitas menjadi tidak optimal. Akibat lanjutan, pertumbuhan ekonomi pun menjadi terhambat.

PLN mengungkapkan, penyebab krisis listrik adalah keterbatasan daya pembangkit seperti terjadi di banyak sistem kelistrikan luar Jawa-Bali dan gangguan sistem jaringan yang terjadi di sistem Jawa-Bali.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan, kasus-kasus pemadaman dipicu krisis moneter yang dilanjutkan kenaikan harga minyak mentah dunia, sehingga meningkatkan beban subsidi listrik dari sebelumnya Rp3 triliun menjadi Rp60 triliun per tahun.

Akibatnya, menurut mantan Direktur Transmisi dan Distribusi PLN itu, dana yang seharusnya buat investasi terserap subsidi.

PLN mencatat, sistem kelistrikan nasional berdasarkan hitungan per Oktober 2009 mengalami defisit hingga 460,2 MW.

Dari 24 sistem kelistrikan yang ada, terdapat 11 di antaranya mengalami defisit, hanya dua sistem dalam kondisi normal, dan 11 lainnya berstatus siaga.

PLN membagi sistem kelistrikan menjadi tiga kondisi yakni normal adalah tidak ada pemadaman dan cadangan operasi lebih besar dari satu unit pembangkit terbesar.

Selanjutnya, status siaga adalah tidak ada pemadaman, tetapi mempunyai potensi padam karena cadangan operasi lebih kecil dari satu unit pembangkit terbesar.

Sedang, kondisi defisit adalah terjadi pemadaman karena daya mampu pembangkit lebih kecil dari beban puncak atau gangguan sistem transmisi.

Sebanyak 11 sistem yang terdeteksi mengalami defisit adalah Sumatera bagian selatan sebesar 198,3 MW, Sulawesi Selatan 145,7 MW, Sumatera bagian utara 70 MW, Minahasa 27,51 MW, Tanjung Pinang 7,4 MW, Palu 5,96 MW, Kendari 2,1 MW, Poso 1,71 MW, Sampit 0,8 MW, Ambon 0,56 MW, dan Singkawang 0,16 MW.

Sedang, sistem yang dalam kondisi normal adalah Jawa-Bali dan Bontang.

Sistim kelistrikan yang mengalami siaga adalah Bangka, Belitung, Batam, Pontianak, Lombok, Barito, Mahakam, Gorontalo, Kupang, Ternate, dan Jayapura.

Tiga tahun
Dahlan Iskan usai dilantik menjanjikan, permasalahan listrik yang masih "byar pet" dapat teratasi dalam tiga tahun pertamanya menjabat Dirut PLN.

Menurut dia, salah satu kunci mengatasi krisis listrik adalah mempercepat prosedur pengadaan baik pembangkit maupun infrastruktur transmisi dan distribusi.

Sejalan dengan itu, ia juga menargetkan, penghematan sebesar Rp30 triliun per tahun dalam tiga tahun mendatang.

Program penghematan, yang tentunya menurunkan subsidi pemerintah tersebut, adalah menambah pasokan gas dengan nilai efisiensi Rp15 triliun per tahun.

"Saat ini, banyak pembangkit salah `makan,` yang seharusnya memakai gas, tapi masih menggunakan minyak karena ketiadaan gasnya," katanya.

Dahlan mengatakan, pihaknya akan berupaya meningkatkan pasokan gas dari Sumatera ke Jawa melalui penambahan kompresor dan mempercepat pembangunan terminal penerima gas alam cair (LNG) di Jawa dan Sumatera.

Program lainnya, lanjutnya, membangun pembangkit berbahan bakar batubara sebagai pengganti pembangkit diesel yang boros memakai minyak.

"Kalau pembangkit diesel dengan kapasitas 2.000 MW di 100 kota di luar Jawa yang saat ini boros BBM, bisa dialihkan, maka bisa diperoleh penghematan Rp15 triliun lagi" ujarnya.

Sedang, program jangka pendek, Dahlan mengatakan, adalah berupa pengecekan satu per satu fasilitas baik pembangkit, gardu, maupun jaringan.

"Saya juga akan banyak mendengar masukan dari internal PLN dalam enam bulan ini," katanya.

Program jangka pendek lainnya adalah memastikan proyek termasuk 10.000 MW sesuai jadwal, uji coba perluasan meteran prabayar, dan peningkatan pelayanan.

Menneg BUMN Mustafa Abubakar mengungkapkan, Dahlan menawarkan terobosan pengelolaan kelistrikan yang radikal termasuk mengatasi krisis listrik dan mengurangi beban utang melalui penyertaan modal pemerintah.

"Pemerintah memberi tugas manajemen baru PLN untuk mengatasi krisis dalam waktu segera," katanya.

Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, tugas manajemen baru PLN amatlah berat, meski bukan tidak mungkin dilakukan.

Menurut dia, manajemen baru PLN harus membuktikan kinerjanya dengan mengatasi listrik yang masih "byar pet" di sejumlah daerah.

Selain tentunya, Dahlan yang berasal dari luar PLN, mesti segera memperoleh dukungan seluruh manajemen dan karyawan BUMN listrik tersebut.

Dito melanjutkan, pemerintah juga mesti mendukung penuh BUMN kelistrikan itu terutama menyediakan anggaran kelistrikan yang cukup mengingat PLN tidak mampu menanggung sendirian.

"Manajemen baru PLN harus membuktikan kinerjanya untuk mengatasi krisis listrik di berbagai daerah termasuk di Jakarta. Pada 2010, paling tidak sudah harus terlihat hasilnya," ujarnya. (*)

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009