Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkhawatirkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang mengurangi hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Kami khawatir putusan tersebut menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat ini belum menerima salinan putusan PK resmi dari MA tersebut.

"Namun, jika putusan tersebut benar demikian maka membandingkan antara putusan PK dan tuntutan JPU yang sangat jauh KPK kecewa atas putusan tersebut. Walaupun tentu kami tetap harus menghormati dan menerima putusan tersebut," katanya.

Baca juga: ICW kecam putusan PK MA kurangi hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud

Sebelumnya Sri Wahyumi telah dijatuhi hukuman selama 4 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, namun melalui putusan PK dikurangi menjadi hanya 2 tahun penjara.

"Apalagi kita ketahui bahwa Majelis Hakim memutus yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Namun, vonis yang dijatuhkan di bawah ancaman pidana minimum sebagaimana diatur dalam UU Tipikor, yaitu minimum pidana penjara selama 4 tahun," ucap Ali.

Pada 9 Desember 2019, Sri Wahyumi telah divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima berbagai hadiah, termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.

Baca juga: Mantan Bupati Kepulauan Talaud divonis 4,5 tahun penjara

Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Sri Wahyumi divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan tersebut berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain kurungan penjara, Majelis Hakim juga memutuskan mencabut hak politik Sri Wahyumi selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan.

Baca juga: Bupati Talaud sebut penangkapan oleh KPK sebagai pembunuhan karakter

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020