berkembangnya paham, yakni anti-Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Agama menolak tudingan Profesor Australian National University (ANU) Greg Fealy bahwa Pemerintah Indonesia tidak ramah terhadap keberagaman dan represif terhadap kaum Islamis.

"Penggunaan istilah 'Islamisme' oleh Greg Fearly keliru atau kurang tepat. Apalagi mencontohkannya dengan celana cingkrang dan cadar," kata Wamenag Zainut kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan pemerintah mendukung penuh segala bentuk aktivitas umat beragama yang mengarah pada penguatan pemahaman, pengamalan, dan penghayatan nilai-nilai agamanya. Tidak hanya Islam, tapi semua agama.

Adapun Fealy mendasarkan penilaiannya setelah melihat penerbitan berbagai aturan diskriminatif di lembaga milik pemerintah Indonesia. Fealy mencontohkan kebijakan diskriminatif itu seperti larangan cadar dan cingkrang bagi ASN serta adanya beberapa Islamis yang disingkirkan dari posisi strategis atau ditolak promosi.

Zainut mengatakan Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler. Indonesia adalah negara yang masyarakatnya dikenal sangat religius.

Nilai dan ekspresi keberagamaan, kata dia, sangat mewarnai relasi antara agama dan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Hal itu tidak mungkin dibatasi, apalagi diingkari dan direpresi," katanya.

"Upaya meningkatkan kehidupan keagamaan justru terus dilakukan oleh negara melalui Kementerian Agama yang bersinergi dengan ormas, majelis dan lembaga keagamaan." katanya.

Baca juga: MUI harapkan kedewasaan masyarakat jaga kerukunan di 2020

Baca juga: Wakil Menteri Agama silaturahim dengan tokoh lintas agama di Sulteng


Ia mengatakan Indonesia dan berbagai negara menghadapi tantangan infiltrasi paham transnasional, baik liberalisme, sekularisme maupun ekstrimisme. Infiltrasi nilai-nilai yang berpotensi merusak tatanan kemasyarakatan Indonesia yang religius perlu diantisipasi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah penguatan toleransi dan pengarusutamaan moderasi beragama.

"Jadi bukan Islamisme. Yang kita mitigasi dan antisipasi adalah berkembangnya paham dengan tiga karakter, yaitu anti-Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis sehingga sampai menistakan nilai-nilai kemanusiaan, serta intoleran, terjebak pada klaim kebenaran dan fanatisme kelompok," katanya.

Wamenag mengatakan survei Balitbang-Diklat Kemenag, sejak 2015-2019, angka rata-rata indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) selalu berada di atas angka 70 atau kategori tinggi. Indeks KUB tahun 2019 pada angka 73,83.

"Indeks ini memperlihatkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia adalah baik dan itu yang terus dijaga pemerintah dan masyarakat," kata dia.

Baca juga: Rektor IAIN : Edaran Kemenag bentuk kepedulian terhadap keberagaman

Baca juga: Kemenag teliti keragaman majelis umat Buddha

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020