Banjarmasin (ANTARA) - Menjadi akademisi penuh prestasi kini tersemat pada dirinya. Namanya semakin mencuat ketika dipercaya menjadi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Lambung Mangkurat (ULM), sebuah perguruan tinggi negeri terbaik di Pulau Kalimantan dengan akreditasi A.

Pemilik nama lengkap Dr drg Maharani Laillyza Apriasari SpPM ini mencatatkan diri sebagai Dekan termuda di ULM yaitu berusia 42 tahun ketika dilantik Rektor ULM Prof Dr H Sutarto Hadi pada 28 Januari 2020.

Wanita kelahiran Surabaya, 18 April 1977 ini memang terus menunjukkan perkembangan kinerja dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi bersama ULM yang menjadi satu-satunya perguruan tinggi di Kalimantan yang masuk kluster 2 dan berada pada peringkat 47 dari 2.136 perguruan tinggi negeri dan swasta dalam klusterisasi perguruan tinggi yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tahun 2020.

Beberapa publikasi internasional telah dibuatnya termasuk sejumlah karya buku. Bahkan, Maharani telah mempunyai dua paten sebagai hak kekayaan intelektual yang tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Hasil penelitiannya yang berbuah pengakuan Paten tersebut yaitu pemanfaatan ekstrak batang pisang mauli sebagai obat sariawan dan luka kulit.

Saat ini dia juga tengah pengajuan dua paten lagi, yakni ekstrak ikan toman untuk obat sariawan dan potensi batang pisang mauli sebagai obat untuk anti kanker.

Sebagai dokter gigi dengan spesialisasi penyakit mulut, Maharani memang fokus melakukan penelitian dalam bidang tersebut.

Baca juga: Pakar dorong adanya "TPS mobile" di pilkada

Penyembuh luka

Dijelaskan dia, ekstrak batang pisang mauli dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk obat tropikal yang dapat mempercepat penyembuhan luka kulit serta dapat mempercepat penyembuhan luka mukosa rongga mulut.

Adapun metode pembuatan ekstrak batang pisang mauli melalui proses batang pisang diambil 10 cm dari atas tanah, kemudian dicuci menggunakan air mengalir serta dipotong kecil-kecil.

Kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 40-60 derajat selama 3 hari. Setelah kering ditimbang, dihalusan dengan blender, ditimbang dan dilanjutkan dengan proses ekstraksi.

Metode yang dipakai adalah metode maserasi yaitu dengan merendam batang pisang yang telah dikeringkan dengan metanol 70 persen sebanyak 600 ml.

Perendaman dilakukan selama 3 x 24 jam sambil sesekali diaduk. Setiap hari dilakukan penyaringan, selanjutnya hasil diuapkan dengan vacum rotary evaporator dengan suhu pemanasan 40-50º C. Kemudian diuapkan dalam waterbath sampai diperoleh ekstrak kental.

Tahap selanjutnya dilakukan uji bebas metanol dengan cara menimbang ekstrak yang dipanaskan dan ekstrak yang telah didinginkan. Apabila berat ekstrak tersebut sama maka dapat disimpulkan ekstrak tersebut telah bebas dari metanol.

Ekstrak yang telah jadi dan bebas metanol dibuat menjadi gel konsentrasi 25 persen, 37,5 persen, dan 50 persen. Prosesnya dilarutkan dengan aquades hingga larut selama 15 menit, didiamkan 24 jam, dan digunakan keesokan harinya.

"Hydroxypropyl Cellulose Medium (HPMC) dicampurkan dengan propilen glikol, carbopol, dan tween 80, semua bahan diaduk cepat. Ekstrak batang pisang ditambahkan dan diaduk cepat, kemudian ditambahkan minyak permen. Aquades ditambahkan hingga bobot 100 gram," ujarnya.

Baca juga: Pakar: Isolasi mandiri baik, tapi riskan tidak konsisten
Dr.drg.Maharani Laillyza Apriasari., SpPM bersama jajaran FKG ULM. (ANTARA/Firman)


Potensi melimpah

Diakuinya, berbagai obat tropikal untuk mempercepat penyembuhan luka kulit berada di pasaran berbahan dasar kimia harganya cukup mahal dan dapat menimbulkan efek samping terhadap kulit.

Saat ini pemakaian bahan-bahan tanaman alami semakin sering digunakan karena khasiatnya yang sama dengan bahan kimia tetapi lebih ekonomis.

"Sebetulnya Kalsel ini punya potensi bahan alam yang melimpah untuk dijadikan obat. Seperti batang pisang mauli, yang saya gunakan batang yang sudah berbuah alias tidak berguna lagi. Kendalanya saat ini inkubator untuk mengolah produknya tidak tersedia di sini," ujar penulis dua buku berjudul Potensi Bahan Alam terhadap Penyembuhan Ulser Mukosa Mulut serta Ulserasi Mukosa Mulut ini.

Berbekal Paten dan prestasi kinerja akademik lainnya, Maharani kini selangkah lagi menuju pencapaian sebagai guru besar, sebuah jenjang karir tertinggi di perguruan tinggi.

Meski status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru genap 10 tahun dan jabatan Lektor Kepala baru saja menginjak 2 tahun, namun wanita yang diperbantukan sebagai Spesialis Penyakit Mulut di Poli Gigi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin ini mantap ingin meraih sebutan sebagai profesor.

"Saya hanya mohon doa semuanya. Mudah-mudahan pengajuan guru besar saya disetujui. Sekarang lagi proses di Kementerian," tutur ibu dari Rakey Aura Maghfira dan Roxy Aura Rahma ini.

Baca juga: Pakar: Tes PCR jangan sampai kendur

Sering sakit

Maharani kecil yang tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur ternyata sering sakit. Dia penderita asma dan juga alergi hingga sekarang. Kondisi yang sering sakit-sakitan itulah ternyata mendorongnya ingin menjadi seorang dokter.

"Niatnya kalau jadi dokter saya bisa mengobati diri sendiri dan juga keluarga. Maka muncullah cita-cita ingin jadi dokter waktu kecil itu," ucapnya.

Cita-cita di masa kecil itu coba diwujudkan Maharani yang diawali dengan masuk Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya setelah lulus dari SMAN 5 Surabaya tahun 1995.

Rampung meraih gelar Sarjana (S1) tahun 2000, dia melanjutkan Program Spesialis Penyakit Mulut Universitas Airlangga Surabaya tahun 2007 dan lulus tahun 2010.

"Jadi sewaktu kuliah program spesialis ini, saya diminta Prof Dr drg H Rosihan Adhani bergabung di ULM yang waktu itu beliau mau mendirikan Program Studi Kedokteran Gigi," tuturnya.

Pada Desember 2009, Maharani lulus tes CPNS dan bergabung bersama 9 dosen lain angkatan kedua yang diterima di Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran ULM tahun 2010.

Di tahun 2013, dia menempuh studi Program Doktor (S3) di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan berhasil lulus hanya dalam waktu 2,5 tahun.

Bersama Prof Dr drg H Rosihan Adhani dan dosen lainnya, istri dari Soleh Fariyanto ini ikut berjuang mengembangkan Program Studi Kedokteran Gigi yang akhirnya menjadi fakultas ke-11 di ULM pada Januari 2016 dengan dekan pertama Rosihan Adhani.

Baca juga: Tim Pakar ULM ingatkan pemilih rentan COVID-19 butuh perhatian khusus
 
Dr.drg.Maharani Laillyza Apriasari., SpPM bersama Rektor ULM Prof Dr H Sutarto Hadi mendampingi Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor melakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung baru FKG ULM di acara Dies Natalis ke-62 ULM tahun 2020. (ANTARA/Firman)


Tongkat estafet

Empat tahun berselang, tongkat estafet kepemimpinan Fakultas Kedokteran Gigi ULM kini berpindah kepada Maharani. Sebuah kepercayaan besar dari sang rektor sekaligus beban tanggung jawab besar yang harus dipikul sang dekan termuda peraih penghargaan dosen berprestasi Fakultas Kedokteran Gigi ULM tahun 2019.

Sewaktu dilantik, Rektor ULM Prof Dr H Sutarto Hadi meminta kepada Maharani dapat terus mengembangkan riset kesehatan mulut dan gigi karena dibutuhkan masyarakat Kalimantan Selatan. Dimana riset perguruan tinggi diharapkan dapat mengatasi gigi keropos yang banyak dialami masyarakat di Bumi Lambung Mangkurat.

Menurut Sutarto, banyak bahan-bahan alam yang bisa digali untuk riset bidang kesehatan mulut dan gigi. Untuk itulah, beragam temuan ilmiah guna meningkatkan kualitas kesehatan gigi masyarakat di Kalsel jadi pekerjaan rumah bagi civitas akademika di Fakultas Kedokteran Gigi.

Tantangan dari sang rektor itu pun coba dijawab Maharani dengan terus mendorong riset bidang kesehatan mulut dan gigi. Bahkan mahasiswa dan dosen sering kolaborasi riset, terutama tentang lahan basah.

Bahkan dia ingin secepatnya ada pendirian Program S2 atau spesialis. Ada pula beberapa dosen kini sekolah Program Doktor yang didukung fakultas.

Penambahan guru besar juga dikebutnya yaitu atas nama dia sendiri. Diketahui FKG ULM saat ini hanya memiliki satu guru besar yaitu Prof Dr drg H Rosihan Adhani yang merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Gigi ULM pertama.
Dr.drg.Maharani Laillyza Apriasari., SpPM bersama keluarga. (ANTARA/Firman)


Karir bagus telah diraih. Maharani hanya bisa mengucap syukur kepada Allah SWT dan berterima kasih untuk semua pihak yang telah berjasa mendukungnya selama ini.

Satu nama yang selalu diingatnya yaitu sang bunda tercinta karena orang paling getol memotivasinya sekolah hingga gelar Doktor.

Dr Sulistyaningsih, itulah nama sang ibu yang juga dosen Program Studi Bahasa Inggris di STKIP Sidoarjo, Jawa Timur. Bersama ayahnya Sentot Wahyudi, kedua orangtua yang paling berperan mendidiknya hingga meraih karir cemerlang di perguruan tinggi.

"Setinggi apapun karir saya, tentu kodrat seorang wanita adalah istri dan ibu dari anak-anak di rumah. Jadi, saat ini restu suami dan dukungan anak-anak adalah kunci utama saya dalam bekerja. Jika doa dan restu keluarga diperoleh, Insya Allah jalan mulus diraih," katanya.*

Baca juga: Pakar: Olahraga seperti bersepeda kerap abaikan protokol kesehatan

 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020