akan kembali diteliti potensi-potensi yang kemungkinan terjadi di masyarakat di tengah kondisi COVID-19 seperti tidak mau di tracing
Jakarta (ANTARA) - Pemprov DKI Jakarta menyebutkan pasal 35 mengenai ketentuan pidana, dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penanggulangan COVID-19 akan dipilah-pilah berdasarkan kewenangannya yakni apakah di bawah Undang-Undang Kekarantinaan atau perda.

Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah mengatakan untuk pasal 35 itu akan disesuaikan dengan berbagai macam larangan yang tertera dalam pasal 18 yang berisi larangan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), serta dikaji dengan melibatkan para ahli.

"Nanti kita cek lagi nih perbuatan-perbuatan ini (dalam pasal 18), apa termasuk kategori yang dilarang dalam undang-undang Kekarantinaan, itu berarti nanti kita pisahkan dengan yang memang belum diatur di situ, kita masukan dalam Perda," kata Yayan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu.

Baca juga: Wagub berharap perda bisa untuk tegakkan sanksi pidana

Yayan menjelaskan dalam pasal 18 Raperda Penanggulangan COVID-19 itu, akan kembali diteliti potensi-potensi yang kemungkinan terjadi di masyarakat di tengah kondisi COVID-19 seperti tidak mau di tracing, keluarga dari jenazah terpapar yang tidak mau melakukan pemakaman dengan protokol kesehatan, dan yang lainnya apakah perlu diatur oleh Perda atau cukup oleh Undang-undang Kekarantinaan.

"Nah nanti kita pilah lagi nih dari yang sudah ada, oh ini masuk ke kategorinya kejahatan di undang-undang karantina maka ancamannya begini. Kemudian jika di sana tidak diatur (dalam undang-undang), berarti kita bisa mengatur di Perda," ucapnya.

Sanksi yang belum diatur undang-undang, kata Yayan, akan disusun dalam pasal tersebut mengikuti ketentuan Perda yakni sanksi kurungan maksimal enam bulan dan denda paling banyak Rp50 juta.

Baca juga: 18 anggota DPR terpapar COVID-19, Anies: Kita harus patuhi aturan

"Itu jadi nanti tinggal pilah itu saja sih, jadi jika pelanggarannya diatur dalam UU sanksinya tidak dicantumkan di Perda tapi sanksinya ikut undang-undang. Karena itu kalau pelanggaran yang tidak diatur UU, kita atur lewat Perda, itu dipilahnya seperti itu," ujar Yayan.

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penanggulangan COVID-19 di DKI Jakarta kembali ditunda untuk kesekian kalinya demi melakukan penajaman pada pasal 19 yang berisi mengenai pelaksanaan PSBB dan pasal 35 mengenai ketentuan pidana atas larangan dalam PSBB, serta akan dimulai kembali pembahasan pada Senin (12/10).

Untuk hari Senin (12/10), Yayan menyebut pihaknya akan merumuskan Raperda Penanggulangan COVID-19, berdasarkan masukan-masukan yang diungkapkan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).

"Ada yang kurang misal ketentuan umum ada yang belum lengkap ya dilengkapi, ada yang masukkan dimasukan, ada yang dicoret kita hilangkan ya kita rapi-rapikan," ucapnya.

Baca juga: Hotel pun ikut andil tangani COVID-19

Sebelumnya, Kepala Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan menyebutkan bahwa dalam rapat membahas Raperda yang diajukan oleh pihak eksekutif ini, pasal 19 , harus dipertajam dengan dikaji bersama ahli dan disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.

"Jadi Raperda ini diajukan oleh eksekutif sebagai inisiator, membuat pasal 19 (tentang pemberlakuan PSBB) kemudian ketentuan pidana dari larangan saat PSBB (pasal 35), itu harus sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku yakni undang-undang di atasnya dan ketentuan yang bisa dimasukan ke Perda," kata Pantas di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu.

Untuk pasal 19 mengenai pelaksanaan PSBB di mana dalam Raperda COVID-19 ayat 1 berbunyi Gubernur dapat memberlakukan PSBB di DKI Jakarta, pihak Bapemperda meminta agar dimasukan nomenklatur "dengan mempertimbangkan saran dan pendapat DPRD".

Kemudian di ayat 3, yang mengatur Ketentuan mengenai pelaksanaan PSBB diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub), namun Bapemperda minta ditambahkan nomenklatur "... Diatur dalam Pergub dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Sementara untuk pasal 35, kata Pantas, harus dilakukan penajaman agar tidak terjadi tumpang tindih dengan undang-undang, karena batasan dari Perda hanya enam bulan kurungan dan denda maksimal Rp50 juta.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020