Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Umbu Rauta mengatakan Mendagri Tito Karnavian tidak melampaui kewenangannya saat mengeluarkan Instruksi Mendagri No. 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19.

Menurut dia, instruksi tersebut bertujuan mengingatkan para kepala daerah tentang sanksi pemberhentian apabila melanggar aturan perundang-undangan terkait pencegahan penularan COVID-19.

"Instruksi Mendagri itu justru diperlukan di tengah krisis pandemi, untuk menekankan asas akuntabilitas fungsi kepala daerah," ujar Umbu menanggapi terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri tersebut melalui pernyataan tertulis yang diterima wartawan di Jakarta, Jumat.

Penyandang gelar doktor hukum dari Universitas Diponegoro itu mengatakan instruksi Mendagri Tito Karnavian tersebut merupakan penegasan terhadap kewajiban para kepala daerah, yakni gubernur, bupati dan walikota untuk menjaga keselamatan rakyat di masa pandemi saat ini.

Baca juga: Pakar: Instruksi Mendagri bukan fasilitas hukum copot kepala daerah
Baca juga: Soal instruksi Mendagri, Wagub DKI tegaskan patuh terhadap aturan
Baca juga: Tito terbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan COVID-19


"Instruksi Mendagri itu sangat tepat diterbitkan di tengah krisis pandemi sekarang," kata Umbu Rauta, yang disertasi doktornya membahas tentang rekonstruksi sistem pengujian Peraturan Daerah sesuai UUD 1945.

Umbu menilai tujuh regulasi yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri tersebut juga sangat relevan terhadap pencegahan penularan COVID-19.

Umbu juga menilai langkah menerbitkan instruksi demikian itu produktif bagi efektivitas pemerintahan daerah sesuai semangat sistem presidensial.

Sebelumnya, Mendagri menerbitkan instruksi kepada para kepala daerah di seluruh Indonesia untuk mengingatkan bahwa para kepala daerah wajib menaati seluruh ketentuan perundang-undangan, termasuk perundang-undangan yang terkait dengan pengendalian dan pencegahan COVID-19.

Dalam Instruksi Mendagri disebutkan bahwa ada tujuh ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pengendalian COVID-19, meliputi tiga Undang-Undang, satu peraturan pemerintah, satu peraturan presiden dan dua peraturan menteri.

Ketidaktaatan terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut, sesuai dengan UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mendatangkan sanksi pemberhentian yang diatur pada pasal 78 ayat 1 huruf c dan pasal 78 ayat 2 huruf c.

Menurut Umbu, Mendagri sebagai pembina dan pengawas kepala daerah, memiliki kewenangan menerbitkan Instruksi Mendagri No 6 tahun 2020 itu.

Instruksi Mendagri Nomor 6 tahun 2020 itu memberi peringatan (warning) kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya di dalam Undang-Undang, bila tidak ingin dikenakan sanksi sesuai pasal 78 UU 23 Tahun 2020.

"Instruksi menteri merupakan instrumen administrasi pemerintahan yang bersifat hirarkis, sangat tepat dan memang diperlukan saat ini mengingat fakta adanya pelanggaran protokol kesehatan oleh banyak kepala daerah," kata Umbu Rauta.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020