Para pemimpin bangsa maupun tokoh masyarakat di level arus bawah untuk selalu menyelesaikan persoalan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Hidayat Nur Wahid mengajak para jawara Betawi yang tergabung dalam Brigade Jawara Betawi 411 untuk ikut menjaga persatuan Indonesia.

Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan pentingnya persatuan Indonesia sebagaimana sila ketiga dalam Pancasila yang merupakan satu dari empat pilar MPR RI.

"Para pendiri bangsa kita, termasuk yang berlatar belakang ulama dan pejuang, telah mencontohkan kepada kita untuk senantiasa menjaga persatuan Indonesia," kata HNW dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan hal itu dalam acara sosialisasi 4 pilar MPR RI di Jakarta, Senin (30/11).

Baca juga: MPR: Sikap toleransi Wali Songo teladan penerapan nilai kebangsaan

HNW menjelaskan bahwa para pendiri bangsa memang memiliki latar belakang yang beragam, misalnya Bung Hatta merupakan ahli ekonomi; Bung Karno merupakan insinyur; Mr. Soepomo dan Mr. Yamin merupakan ahli hukum.

Selain itu, lanjut dia, K.H. Wahid Hasyim, K.H. Kahar Mudzakkir yang berlatar ulama dari ormas Islam, maupun H. Agus Salim dan H. Abikusno Cokrosuyoso yang berlatar belakang ulama dari Partai Islam, bahkan Jenderal Sudirman seorang santri yang sangat dekat dengan ulama pejuang, yaitu K.H. Subchi Parakan.

"Mereka adalah para pejuang yang terpelajar semua, bahkan ada yang nonmuslim, seperti A.A. Maramis, para ulama bersama-sama tokoh tersebut sepakat bahwa Indonesia bukan pemberian kaum penjajah, baik Belanda, Jepang, komunis, maupun liberal. Akan tetapi, atas berkat Allah Swt.," ujarnya.

Persatuan Indonesia, kata dia, juga ditunjukkan para ulama ketika sebagian kalangan dari Indonesia Timur meminta agar tujuh kata dalam piagam Jakarta dihapuskan.

Menurut dia, demi menjaga agar Indonesia ini terus bersatu, para ulama yang menjadi pendiri bangsa, yang bersama-sama terhimpun dalam PPKI, seperti K.H. Wahid Hasyim (NU), Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah), Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku M. Hasan, dan dengan kenegarawanannya memenuhi tuntutan tersebut.

"Itu agar Indonesia merdeka tetap hadirkan persatuan bangsa dan kawasan, supaya Indonesia tidak pecah, sekalipun dengan tetap berprinsip yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa adalah tauhid," katanya.

Baca juga: MPR ajak "netizen" sebarluaskan program lembaga

HNW meminta agar contoh-contoh yang dipraktikkan oleh para ulama pendiri bangsa itu juga dipelajari dan ditiru oleh para jawara Betawi dalam menjaga persatuan Indonesia.

Ia mengingatkan agar masyarakat bisa mengambil pelajaran dari runtuhnya negara Uni Soviet yang terpecah belah menjadi beberapa negara, sejak awal memaksakan ideologi komunis untuk diterapkan, bahkan terhadap daerah-daerah yang berpenduduk mayoritas Islam, seperti Uzbekistan dan Tajikistan.

"Lalu, pada era Presiden Mikhail Gorbachev diluncurkan kebijakan Glasnost (keterbukaan) dan Perestroika (restrukturisasi) ala liberalisme. Istilahnya kalau di Indonesia, semacam reformasi. Namun, itu gagal karena ada penolakan dari mereka yang masih berpaham komunisme dan tidak adanya konsensus atau kesepakatan para pemimpin bangsa," ujarnya.

HNW berharap pengalaman buruk tersebut tidak terulang atau terjadi di Indonesia karena itu penting peran para pemimpin bangsa maupun tokoh masyarakat di level arus bawah untuk selalu menyelesaikan persoalan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.

Dengan makin mengenal Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, melalui sosialiasi 4 pilar MPR RI, dia berharap masyarakat, termasuk para jawara, makin cinta dan menjaga Indonesia.

"Membela Indonesia bila ada yang ingin membegal/menyelewengkan cita-cita Indonesia Merdeka sebagaimana diwariskan oleh bapak/ibu bangsa," katanya.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020