Jakarta (ANTARA) - Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan pengusaha Rahmat menyampaikan keterangan yang berbeda terkait dengan permintaan terpidana kasus "cessie" Bank Bali Djoko Tjandra untuk pengurusan kasus-nya.

Dalam keterangannya, jaksa Pinangki Sirna Malasari mengaku diajak pengusaha yang juga teman Djoko Tjandra bernama Rahmat untuk menemui Djoko Tjandra untuk membahas kasus hukum, sedangkan sebaliknya Rahmat mengaku Pinangki-lah yang meminta Rahmat untuk dipertemukan dengan Djoko Tjandra.

"Saya tetap pada keterangan saya bahwa yang mengajak itu adalah Pak Rahmat karena saya juga tidak tahu Pak Rahmat kenal dengan Pak Djoko, jadi beliau (Rahmat) karena menurut Pak Rahmat, Pak Djoko itu mau menyerahkan diri, jadi membutuhkan seorang 'laywer'," kata Pinangki melalui sambungan "video conference" dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Pinangki bersangki untuk terdakwa Djoko Tjandra.

Pertemuan yang dimaksud Pinangki adalah pertemuan pada 12 November 2019 di The Exchange 106 Kuala Lumpur, Malaysia antara Pinangki Sirna Malasari, Rahmat dan Djoko Tjandra.

Baca juga: Pinangki tersedu sesali perbuatannya

Baca juga: Jaksa Pinangki sebut "action plan" berasal dari Andi Irfan Jaya


Namun Rahmat berkata sebaliknya, Pinangki-lah yang ingin menemui Djoko Tjandra.

"Pak Djoko Tjandra tidak pernah minta bantuan ke saya untuk masalah perkara jadi saya kasih tahu Pak Djoko Tjandra kalau Pak Djoko Tjandra mau temui ya saya ketemukan saja, tidak ada Pak Djoko minta 'Pak Rahmat bantu saya masalah hukum', tidak, tidak pernah ada," kata Rahmat.

Rahmat bahkan menambahkan kalau pun Djoko Tjandra meminta bantuannya, maka Rahmat tidak akan mungkin menghadapkan Pinangki. Rahmat sesungguhnya juga belum lama mengenal Djoko Tjandra.

"Pertama kenal Pak Djoko Tjandra pada 15 Mei 2018 pada acara ICMI saat pembebasan (politikus Malaysia) Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur," ungkap Rahmat.

Sebelumnya diketahui Pinangki, Rahmat dan Anita Kolopaking sudah lebih dulu bertemu dengan Rahmat di satu restoran di Jakarta pada 30 Oktober 2019.

"Saat itu Pinangki bertanya bagaimana mekanisme permintaan fatwa Mahkamah Agung dari Kejaksaan Agung," kata Anita Kolopaking yang juga dihadirkan sebagai saksi di persidangan.

Tapi keterangan Anita itu malah dibantah Pinangki dan Rahmat.

"Saya hanya bicara soal tanda tangan surat kuasa dan tidak ada pembicaraan fatwa seperti yang Bu Anita sampaikan karena bertemu dengan Djoko Tjandra saja belum," kata Pinangki.

Sedangkan Rahmat pun juga mengaku tidak mendengarkan pembicaraan soal fatwa.

"Saya tidak dengar soal fatwa karena kan bertemu dengan Pak Djoko Tjandra saja belum," ucap Rahmat.

Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa melakukan dua dakwaan. Pertama, Djoko Tjandra didakwa menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari sejumlah 500 ribu dolar Singapura, mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS serta mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.

Baca juga: Pinangki: Kejagung sudah tahu keberadaan Djoko Tjandra di Malaysia

Baca juga: Andi Irfan bantah buat "action plan" untuk Djoko Tjandra

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021