Observasi 'mixing' dan 'internal wave' di Indonesia masih terbatas, baik dari sisi sarana maupun SDM
Jakarta (ANTARA) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan Ekspedisi Indonesia Timur (EIT) yang menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII mengungkap spot-spot aktif gelombang internal di sepanjang jalur penelitian di perairan Indonesia.

"Observasi mixing dan internal wave di Indonesia masih terbatas, baik dari sisi sarana maupun sumber daya manusia. EIT telah mengawalinya," kata Chief Scientists Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Adi Purwandana dalam Sapa Media virtual di Jakarta, Selasa.

Adi menuturkan perairan Indonesia timur merupakan surga bagi pembangkitan gelombang internal bawah laut (internal waves).

Temuan awal dari ekspedisi itu mengungkapkan terjadi percampuran (mixing) massa air yang kuat di pintasan timur Arus Lintas Indonesia atau Indonesian throughflow (ITF), utamanya di Laut Maluku dan Celah Lifamatola.

Baca juga: Peneliti: Adaptasi bencana banjir perhitungkan aspek perubahan iklim

Massa air Samudera Pasifik menyebar ke Samudera Hindia melalui Perairan Indonesia. Penyebabnya adalah muka laut Samudera Pasifik yang lebih tinggi daripada Samudera Hindia.

Adi mengatakan pengetahuan tentang mixing itu diperlukan untuk memprediksi tren iklim ke depan karena ada interaksi antara laut dengan atmosfer.

Ekspedisi itu juga mengungkap gelombang bawah laut yakni embrio gelombang soliter internal (internal solitary wave) di Selat Lifamatola dengan amplitudo yang mencapai 50 meter. Sementara gelombang soliter internal di Laut Maluku bisa mencapai amplitudo maksimal 90 meter.

Baca juga: LIPI: Arlindo ikut tentukan kondisi iklim global

Gelombang internal terdapat di beberapa lokasi antara lain di sekitar Laut Sulawesi, Laut Maluku, Selat Ombai, Selat Lombok, dan Laut Sulu. Namun, gelombang internal di Laut Halmahera hanya bisa diamati ketika melakukan pengamatan langsung.

Ekspedisi Indonesia Timur 2021 dilakukan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Baruna Jaya VIII adalah kapal penelitian multiguna yang dibuat pada tahun 1998 di Norwegia dengan ukuran yang panjang sekitar 53,2 meter.

Rute ekspedisi yang dilakukan terbagi menjadi tiga Leg, yaitu ekspedisi Leg 1 dimulai pada tanggal 7-27 Januari 2021 (20 hari pelayaran) yang berangkat dari Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta dan menuju ke Laut Jawa, Selat Lombok, Hindia Lautan, Selat Ombai, Selat Timor, Laut Banda, Selat Buru, Selat Lifamatola, Laut Seram dan berlabuh di Pelabuhan LIPI Ambon Maluku.

Baca juga: Peneliti LIPI: "Gated community" munculkan ketimpangan infrastruktur

Untuk ekspedisi Leg 2 dimulai pada tanggal 29 Januari sampai 16 Februari 2021 (19 hari pelayaran). Kapal berangkat dari Pelabuhan LIPI Ambon Maluku dan streaming ke Selat Lifamatola, Laut Halmahera, Laut Talaud, Laut Maluku dan berlabuh di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara, laut Indonesia Timur.

Sedangkan ekspedisi Leg 3 dimulai dari 19 Februari hingga 9 Maret 2021 (19 hari pelayaran). Kapal berangkat dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara dan menuju ke Laut Sulawesi, Selat Makassar, Selat Alas, Selat Badung, Selat Bali dan berlabuh di Pelabuhan Banyuwangi, Jawa Timur, laut Indonesia Timur.

Baca juga: LIPI sebut vaksin COVID-19 penting untuk jaga tubuh tidak jatuh sakit

 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021