Lansia di luar negeri kebanyakan di panti jompo, di kita keluarga yang urus, para putra lansia jangan 'cuek'
Jakarta (ANTARA) - Keluarga menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan bagi kelompok lanjut usia (lansia) untuk ikut serta dalam program vaksinasi COVID-19, ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu.

"Pada umumnya kekhawatiran kami justru ada pada anak-anaknya. Saya dapat pesan dari teman di Dinas Kesehatan DKI. Mereka datang 'door to door' di apartemen, tapi begitu datang pesertanya, cuma 25 persen. Itu karena ada proteksi dari anak," katanya dalam acara daring Dialog Produktif Rabu Utama bertajuk “Partisipasi Lansia, Tugas Bersama” yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Kemenkes beri bonus suntik vaksin untuk remaja pendamping dua lansia

Maxi mengatakan diperlukan sosialisasi kepada keluarga lansia bahwa orang tua mereka yang di atas usia 59 tahun perlu memperoleh perlindungan melalui vaksin COVID-19.

Pelaksanaan vaksinasi tahap kedua yang harus diutamakan adalah lansia, karena di antara 100 orang lansia yang terkena COVID-19, lebih dari 50 orang yang fatal risikonya, kata Maxi.

Ia melaporkan percepatan vaksinasi lansia tahap dua masih relatif lambat sebab dari target 21,6 juta jiwa lansia, hingga saat ini baru sekitar 1.560.000 peserta yang telah divaksin.

Baca juga: Lansia bisa vaksinasi COVID-19 gratis di Kolese Kanisius

Dalam acara yang sama, Ketua Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan lansia di Indonesia lebih dominan diurus oleh keluarga di rumah.

"Lansia di luar negeri kebanyakan di panti jompo, di kita keluarga yang urus, para putra lansia jangan cuek," katanya.

Sri meyakinkan bahwa vaksin yang beredar di Indonesia saat ini jenis Sinovac maupun AstraZeneca memiliki khasiat yang sama meskipun platform pembuatannya berbeda.

Baca juga: Vaksinasi COVID-19 untuk lansia di Bogor capai 6,7 persen

"Efek samping vaksin ini ringan. Bahkan lansia justru lebih kuat, sebab Kejadian Iikutan Pasca Imunisasi (KIPI)-nya sedikit sekali, malah hampir tidak ada. Lansia yang datang ke kita bugar-bugar semua," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Dokter dan Tim Penanganan COVID-19, Adam Pranata.

"Kita perlu mengedukasi pada keluarga pengambil keputusan. Fokus pada edukasi manfaat vaksin bukan pada faktor risiko," katanya.

Adam selama ini memberikan edukasi vaksin kepada masyarakat melalui dua platform digital, Tiktok dan Instagram yang diikuti oleh dua generasi yang berbeda.

Baca juga: Kelurahan Ancol memaksimalkan partisipasi vaksinasi lansia

"Kalau di generasi milenial di Instagram, itu lebih cenderung banyak yang percaya tentang vaksin ini, tapi di generasi Z di aplikasi Tiktok boleh dibilang 60-70 persennya tidak percaya pada vaksin, sehingga timbul kekhawatiran kalau mereka yang menjadi pengambil keputusan bagi lansianya," katanya.

Ketidakpercayaan sebagian besar generasi Z yang lahir pada kurun 1997-2012, kata Adam, banyak dipengaruhi faktor masa lalu saat COVID-19 disebut sebagai konspirasi dan berbagai isu lainnya.

"Jadi ketika ada kelanjutannya seperti penemuan obat hingga vaksin saat ini, mereka tidak percaya juga," katanya.

Baca juga: Sentra vaksinasi BUMN ditargetkan sehari layani 5.000 lansia Surabaya

 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021