Hong Kong (ANTARA) - Polisi Hong Kong pada Selasa mengatakan bahwa mereka telah menangkap sembilan orang, termasuk enam siswa sekolah menengah, karena dicurigai melakukan kegiatan terorisme.

Penangkapan kesembilan orang tersebut merupakan yang terbaru di bawah undang-undang keamanan nasional yang diberlakukan Beijing di kota pusat keuangan itu tahun lalu.

Polisi mengatakan pada konferensi pers bahwa mereka yang ditangkap berusia 15 hingga 39 tahun dan termasuk seorang karyawan universitas tingkat manajemen, seorang guru sekolah menengah, dan seorang tuna karya.

Para petugas kepolisian juga membekukan dana bank sekitar 600.000 dolar Hong Kong (sekitar Rp1,11 triliun), serta uang tunai yang mereka yakini terkait dengan dugaan kegiatan teror.

Mereka juga menyita triacetone triperoxide (TATP) di kamar asrama polisi. Kamar tersebut digambarkan sebagai laboratorium peralatan pembuat bom untuk ditempatkan di terowongan lintas pelabuhan, rel kereta api, ruang-ruang pengadilan, dan tempat-tempat sampah.

TATP telah digunakan dalam serangan oleh sejumlah ekstremis di Israel dan London.

Polisi mengatakan kelompok itu, yang disebut Returning Valiant, telah menyewa kamar hostel selama sekitar satu bulan di distrik perbelanjaan Tsim Sha Tsui yang ramai.

"Orang-orang yang ditangkap itu memiliki pembagian kerja yang baik di antara mereka. Beberapa dari mereka memberikan uang. Beberapa adalah ilmuwan --yang membuat TATP di ruangan itu," kata Inspektur Senior Steve Li kepada wartawan.

"Satu orang bertanggung jawab atas pengadaan bahan kimia dan bahan lain yang dibutuhkan untuk rencana tersebut, sementara sekelompok kecil orang lainnya membuat bom menggunakan peralatan kimia. Ada juga tim survei dan tim aksi yang bertanggung jawab untuk meletakkan bom," ujarnya.

Para anggota kelompok itu sengaja merekrut siswa sekolah menengah yang berniat meninggalkan Hong Kong untuk selamanya, kata Li.

Beijing memberlakukan undang-undang keamanan di Hong Kong tahun lalu, yaitu untuk menghukum para pelaku tindakan yang dianggapnya sebagai subversi, pemisahan diri, terorisme, dan kolusi dengan kekuatan asing. Pelanggar UU tersebut diancam dengan hukuman penjara hingga seumur hidup.

Pihak berwenang telah berulang kali mengatakan bahwa undang-undang keamanan itu telah "memulihkan stabilitas."

Kalangan pengkritik, termasuk pemerintah negara-negara Barat, pengacara, dan kelompok hak asasi manusia internasional, mengatakan pihak berwenang menggunakan UU itu untuk menghancurkan kebebasan perbedaan pendapat di Hong Kong. Namun, pernyataan itu ditolak Beijing.

Pemerintah Hong Kong telah mengatakan bahwa kebebasan di kota pusat keuangan global itu dihormati tetapi tidak mutlak dan tidak boleh membahayakan hukum keamanan.

Sumber: Reuters

Baca juga: Polisi Hong Kong tangkap mantan jurnalis Apple Daily di bandara

Baca juga: Lima pimpinan media arus utama Hong Kong ditangkap

Baca juga: Beijing: Musuh nyata ingin Hong Kong jadi pion dalam geopolitik


 

Warga Hong Kong terbangkan paralayang untuk rayakan Hari Nasional China

Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021