Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, E Aminudin Aziz mengatakan dasar literasi adalah baca tulis, kemudian dikembangkan menjadi konsep yang lebih luas.

“Demi mengukuhkan kecakapan hidup, literasi bukan hanya berurusan dengan kemampuan mengenal huruf, angka, atau gambar, atau suara, tetapi terkait dengan kemampuan untuk menganalisis, mensintesis, menilai, dan mencipta. Kemampuan kreatif inilah yang kita harapkan bisa dimiliki oleh semua anak kita, sebab kreativitas selalu tanpa batas,” ujar Aminudin dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Baca juga: 50 pegiat literasi Kalbar ikuti bimtek pemberdayaan Kemendikbudristek

Aminudin Azis menyebut budaya literasi di Indonesia masih tergolong rendah. Untuk itu, Kemendikbudristek melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) memulai program literasi sejak 2016 dengan meluncurkan berbagai program, salah satunya adalah Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Sasaran dari GLN ini adalah sekolah, masyarakat, dan keluarga. Melalui GLN, tumbuh kesadaran dari kementerian/lembaga dan masyarakat bahwa literasi adalah kemampuan yang paling asasi dan hakiki yang wajib dimiliki oleh setiap orang agar mereka bisa menjalankan kehidupan dengan baik dan benar.

Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek, Franka Makarim menyampaikan bahwa membaca sangat penting bagi anak-anak. Membaca tidak hanya akan memberikan pengetahuan, tetapi juga dapat membangun karakter.

“Membangun kebiasaan membaca dalam keluarga, apalagi di tengah perkembangan media sosial yang begitu cepat, anak-anak seringkali lebih tertarik menggunakan gawai daripada membaca buku. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk membangun ekosistem yang kuat di keluarga, kuncinya ada di diri kita sebagai orang tua,” ucap Franka.

Menurut Franka, ada dua hal penting untuk menumbuhkan kemampuan literasi pada anak. Pertama, menyediakan beragam pilihan bacaan di rumah dan membiarkan anak untuk memilih buku bacaan yang disukainya.

“Kita perlu memerdekakan anak-anak kita untuk menentukan pilihan, tapi dengan pengawasan kita. Sebab, jika orang tua memaksakan buku-buku apa yang harus dibaca, rasa cinta tidak mungkin akan terbentuk dalam hati anak-anak kita,” ucapnya.

Franka mengatakan mengajak anak-anak untuk membicarakan dan berdiskusi tentang buku yang sedang atau sudah dibaca dapat melatih kemampuan anak dalam mengolah informasi yang diperoleh dan mengutarakan pendapat.

Baca juga: Penggalakan literasi jadi prioritas utama bagi generasi millenial

Baca juga: Balai Bahasa Jatim kelilingkan gerakan literasi ke berbagai daerah


Franka juga menggarisbawahi bahwa keluarga memiliki peran strategis dalam pencapaian literasi anak. Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama yang menanamkan pengetahuan untuk keberhasilan anak, tidak hanya di sekolah, tetapi dalam kehidupannya di masa depan.

Ketua Umum DWP, Erni Tjahyo Kumolo mengatakan dalam masa pandemi ini pada kenyataannya orang tua telah berperan lebih dibanding sebelum datangnya wabah.

“Perlahan orang tua mulai mengetahui cara metode mengajar, serta lebih peduli kepada persoalan pendidikan daripada sebelumnya,” ujar Erni.

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021