Jakarta (ANTARA) - Pakar sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof Hikmahanto Juwana memaparkan sejumlah masalah yang berpotensi terjadi jika suatu negara menerapkan kewarganegaraan ganda.

"Memang di Amerika Serikat dan Inggris dan negara lainnya mengenal kewarganegaraan ganda, tetapi bukan berarti tidak ada diskriminasi kewarganegaraan," kata  Hikmahanto di Jakarta, Senin.

Sebagai contoh, beberapa orang Jepang yang menjadi warga negara Amerika Serikat, namun terpinggirkan. Hal itu tidak lepas dari peristiwa besar penyerangan Pearl Harbor oleh pasukan tentara Jepang yang memicu Perang Dunia Kedua.

"Ada ketakutan orang-orang Jepang ini ke-amerikaannya dipertanyakan," kata Hikmahanto.

Contoh lainnya yakni mengenai orang-orang Indonesia yang berada di Suriah atau kawasan ISIS lainnya. Jika Indonesia menganut sistem kewarganegaraan ganda, maka orang-orang tersebut bisa saja menuntut pengakuan status kewarganegaraan mereka di Indonesia.

Yang dikhawatirkan ialah mereka sudah didoktrin atau "cuci otak" terkait tindakan terorisme. Sehingga hal itu bisa saja membahayakan keselamatan di Tanah Air.

Tidak hanya itu, Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut juga mencontohkan ketika China menerapkan kewarganegaraan ganda. Pada saat itu, setiap orang keturunan Tionghoa dianggap sebagai warga negara China meskipun mereka telah berkembang biak di banyak negara lain.

Pada 1950-an, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan melalui Surat Keterangan Berkewarganegaraan Indonesia yang pada intinya harus memilih warga negara Indonesia atau China.

"Akhirnya banyak mereka-mereka yang keturunan China didiskriminasi karena adanya SKB RI," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Hikmahanto juga menerangkan bahwa kewarganegaraan dan keturunan harus bisa dibedakan. Sebagai contoh pemain sepak bola Belgia, Radja Nainggolan yang memiliki darah atau keturunan Indonesia.

Di satu sisi, ia memang merupakan keturunan Indonesia namun bukan warga negara Indonesia. Contoh lain penyanyi Anggun Cipta Sasmi yang saat ini sudah menjadi warga negara Perancis namun ia tetap boleh menyanyikan lagu Indonesia Raya.

"Jadi yang namanya keturunan sampai kapan pun jika ada warna Indonesia-nya, maka tetap Indonesia," kata dia.

Akan tetapi, perlu diingat sambung dia, orang yang memiliki keturunan Indonesia tidak juga harus atau mesti menjadi warga negara Indonesia.

Baca juga: Anak berkewarganegaraan ganda berpotensi jadi warga negara asing
Baca juga: MK mendiskualifikasi Orient Kore sebagai peserta Pilkada Sabu Raijua
Baca juga: Serba serbi pendaftaran anak berkewarganegaraan ganda

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021